PWMU.CO– Hukum menyuap agar diterima menjadi pegawai dengan memberikan sejumlah uang kepada seseorang adalah berdosa. Karena melakukan hal yang diharamkan oleh syariat Islam. Dalilnya, firman Allah surat al-Baqarah (2) ayat 188.
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Hadis Nabi Muhammad saw juga melarang suap
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَعَنَ اللهُ الرَّاشِي وَاْلمُرْتَشِي.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru katanya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap. (HR Ibn Hibban)
Para ulama telah berijma’ bahwa hukum menyuap dan terima suap itu haram. Di antara yang meriwayatkan adanya ijma’ atas pengharaman suap-menyuap adalah As-Syaukani dan As-San’ani.
Nabi Larang Pegawai Terima Hadiah
Sebuah hadits menceritakan Nabi Muhammad saw melarang pegawai pemungut pajak menerima hadiah karena pekerjaannya. Sebab seseorang memberi hadiah karena statusnya sebagai pajak. Kalau dia bukan siapa-siapa pasti tidak akan diberi sesuatu.
عَنِ الزُّهْرِي أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ أَخْبَرَنَا أَبُو حُمَيْدِ السَّاعِدِي قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنَ بَنَي أَسَدٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اْلأُتْبِيَّةِ عَلَى صَدَقَةٍ فَلَمَّا قَدَمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سُفْيَانُ أَيْضًا فَصَعَدَ اْلمِنْبَرَ فَحَمِدَ الله وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِي فهلا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرَ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَأْتِي بِشَيْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتِي إِبْطِيهِ أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلاَثًا. (رواه البخاري)]
Diriwayatkan dari Zuhri bahwa dia mendengar Urwah berkata: Abu Humaid as-Saidi berkata: Nabi saw menjadikan seorang laki-laki dari Bani Asad yang disebut Ibn al-Utbiyah sebagai pegawai (pemungut) zakat. Ketika kembali dia berkata: “Ini untukmu, dan ini dihadiahkan kepadaku”. Maka Nabi Saw. segera berdiri di atas mimbar. Sufyan juga berkata: Maka beliau segera naik mimbar lalu memuji dan memuja Allah lalu bersabda: “Bagaimana perilaku pegawai yang kami utus lalu kembali dengan mengatakan: “Ini untukmu dan ini untukku. Tidakkah ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya lalu melihat apakah ia diberi hadiah atau tidak? Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya, pegawai itu tidak mengambil sesuatu (yang bukan haknya) melainkan pada hari kiamat akan dikalungkannya di lehernya: Jika yang diambilnya itu onta maka ia akan mempunyai suara onta. Jika yang diambilnya sapi betina maka ia akan mempunyai suara sapi betina. Dan jika yang diambilnya itu kambing maka ia akan mempunyai suara kambing”. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat bulu kedua ketiaknya. “Sungguh aku telah menyampaikan.” Beliau mengucapkannya tiga kali. (HR Bukhari)
Selengkapnya baca di tarjih.or.id
Editor Sugeng Purwanto