Gila pada Good Looking. Kolom ditulis oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur.
PWMU.CO – Orangtua AA si penyerang Syeikh Ali Jaber bersikeras anaknya gila. Mungkin dia berharap agar hukuman yang bakal diberikan pada anaknya tidak berat atau bahkan dibebaskan.
Polisi Lampung tampaknya sulit berbeda pendapat dengan orangtua AA. Apalagi awam yang takut disebut gila jika tidak percaya polisi.
Kegilaan menyebabkan seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban karena perbuatannya dilakukan di luar kesadaran. Pada saat kegilaan itu muncul, seseorang seolah bisa melakukan hampir semua perbuatan termasuk yang mengancam keselamatan orang lain sekalipun.
Yang menjadi pertanyaan adalah, dari sekian kemungkinan perbuatan di luar sadar itu, mengapa memilih perbuatan yang membahayakan orang lain? Bahkan bukan sembarang orang secara acak, tapi seorang tokoh?
Padahal ada perbuatan lain seperti melompat dari jendela apartemen untuk menguji kebenaran teori gravitasi.
Dalang Jelek
Perbuatan orang gila seharusnya acak, tanpa pola yang konsisten. Jika statistik penyerangan pada ulama—terutama yang hafidh sekaligus good looking—oleh orang gila terjadi dalam jumlah yang cukup, maka rentetan peristiwa itu bisa disebut sebuah proses yang secara statistik terkendali atau statistically controlled process.
Artinya ada dalang jelek di balik rentetan peristiwa penyerangan ulama ganteng yang hafal al-Quran.
Jika kita melihat sejarah Indonesia modern, serangan pada ulama itu dilakukan secara konsisten oleh anasir radikal tertentu. Oleh karena itu kita mesti cermati apa yang terjadi dalam beberapa minggu ke depan hingga akhir September saat bangsa ini memperingati peristiwa berdarah G30S/PKI.
Jika angka penyerangan pada para ulama ganteng oleh orang gila ini meningkat, maka sulit ditepis dugaan bahwa sedang terjadi sebuah proses yang dikendalikan oleh anasir radikal ini.
Bee Gees mengatakan bahwa one has to be so blind to love somebody. Saya khawatir, orang harus so radically mad untuk berani melukai ulama seganteng Syeikh Ali Jaber. Sayang AA memilih gila, tidak memilih ganteng. (*)
Rosyid College of Arts,
Gunung Anyar, 16 September 2020
Editor Mohammad Nurfatoni.