Ketua Aisyiyah Ini Dulu Aktivis IPPNU. Inilah kisah bagamana dia dari kader NU menjadi pentolan Aisyiyah di Kabupatan Tulungagung.
PWMU.CO – Siapa sangka aktivis Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) itu kini jadi orang penting di Aisyiyah—salah satu organsasi otonom Muhammadiyah—di Tulungagung.
Namanya Siti Alfiyah. Lahir tahun 1967. Jabatannya: Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Tulungagung periode 2010-2015 dan 2015-2020. Padahal, dulu, saat sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama) Negeri Tulungagung tahun 1971-1977, dia adalah aktivis IPPNU.
“Karena saya anak seorang kiai NU di Pare Kediri (Gus Jaelani), maka saat sekolah di PGA saya aktif di IPPNU,” ujarnya pada PWMU.CO, di rumahnya Desa Ketanon, Kecamaan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Selasa (15/9/20) lalu.
Siti Alfiyah memang suka berorganisasi. Selain di IPPNU, dia melanjutkan aktivitasnya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) saat kuliah di IKIP—kini Unesa—Surabaya.
“Di sana pula (HMI) saya mengenal Bapak (Imam Suyadi, suaminya),” ucapnya mengenang.
Di IKIP Surabaya Bu Al—sapaan akrabnya—menempuh pendidikan tiga tahun, yakni tahun 1977-1980. Setahun setelah menyandang gelar sarjana muda (BA, Bachelor Arts)—setaraf D3—dia dinikahi oleh Imam Suyadi. Dalam perjalanannya, Siti Alfiyah melanjutkan kuliah di IKIP Surabaya hingga meriah gelar Sarjana Pendidikan (SPd) tahun 1993.
Sebagai sarjana pendidikan dia mengabdikan dirinya menjadi guru di SMAN Kedungwaru—salah satu SMA favorit di Tulungangung.
Pernikahannya dengan Imam Suyadi mendapat karunia tiga anak. Yaitu Ikhsanul Afif, Istiqlalyatuz Zuhro, dan Irham Fanani Basya.
Suami Pindah dari Gresik
Sang suami, Imam Suyadi, mulanya berkarir sebagai PNS (pegawai negeri sipil—kini disebut ASN alias aparatur sipil negara) di Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, tempat kelahirannya. Setelah menikah dia ingin mutasi ke Tuluangagung. Namun karena prosesnya sulit, akhirnya dia mengundurkan diri sebagai PNS. Dia lebih bisa sehari-hari berkumpul dengan keluarga di Tulungagung.
Kali pertama di Tulungagung, Imam mencari seniornya di IKIP yang menjadi tokoh di Muhammadiyah Tulungagung, Oemar Daham. Dari perjumpaan itu Oemar mengajak Imam berjuang di Muhammadiyah melalui jalur pendidikan, yakni sebagai Kepala SMEA Muhammadiyah Tulungagung.
Imam kemudian aktif di Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung. Yaitu di Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Kepincut Kiprah Suami di Muhammadiyah
Kiprah suaminya yang aktif di Muhammadiyah menarik perhatian Siri Alfiyah untuk berkecimpung di Aisyiyah. “Mengawali perkenalan dengan persyarikatan saya nginthil Pak Imam ngaji ke PCM-PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah),” kenangnya.
Sebelum menjabat Ketua PDA Tuluangagung (2010-2015 dan 2015-2020), Bu Al menjadi Sekretaris PDA Tuluangagung (1995-2000) dan Wakil Ketua dan Majelis Dikdasmen (2000-2005 dan 2005-2020).
Pada saat menjadi Sekretaris PDA, Aisyiyah Tulungagung hanya mempunyai empat Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA). Kemudian pada saat dia menjadi menjabat Ketua PDA di periode pertama berkembang jadi delapan PCA.
“Saat ini Tulungagung sudah mempunyai 14 PCA. Alhamdulillah, cabang terus berkembang dan terakhir yang sudah di-SK yaitu Kecamatan Sendang,” ucapnya.
Semua keberhasilan itu menurut Bu Al, karena selama memimpin PDA Tulungagung dia lebih mengedepankan kebersamaan atau kolektif kolegial. “Jika ada salah satu majelis tidak bergerak, maka personil majelis lainnya akan membantu, bahkan ‘mengeroyoknya’,” ujarnya,
NA Ladang Stock Kader
Bu Al memiliki harapan Aisyiyah Tulungagung lebih bermanfaat untuk kemajuan umat Islam. Di antaranya dengan bertambahnya amal usaha Aisyiyah, terutama bidang pendidikan. “Semoga kita bisa membangun Aisyiyah Boarding School, amien,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, adalah menjadikan panti asuhan yang ada menjadi asrama, sehingga tidak hanya anak yatim dan dhuafa. “Harapan kami anak kader dari desa bisa tinggal di asrama untuk sekolah di kota karena akan susah mengantur anak dan biaya kos juga mahal,” ujarnya.
Banyaknya personil PDA yang berusia lanjut sempat membuat Bu Al khawatir akan keberlangsungan organisasi. Namun, kekawatiran itu sudah mulai sirna, karena akhir-akhir ini Nasyiatul Aisyiyah (NA) sebagai ladang stock kadernya Aisyiyah sudah mulai bergerak lagi.
Setelah usai masa tugas di Ketua PDA, dia berharap masih bisa mengaplikasikan ilmunya melalui Aisyiyah walau hanya tingkat ranting. “Sesuai dengan syair Mars Aisyiyah, “Di telapak kakimu terbentang syurga, di tanganmulah nasib bangsa,” tandasnya. (*)
Penulis Hendra Pornama. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.