PWMU.CO– Koes Bersaudara, grup band yang baru memulai karier di blantika musik pop, ditangkap oleh rezim Orde Lama pada 29 Juni 1965.
Personelnya Tonny, Nomo, Yok, dan Yon Koeswoyo dijebloskan ke penjara Glodok Jakarta. Tuduhannya sebagai antek Amerika yang menyanyikan lagu ngak-ngik-ngok penyebar budaya Barat.
Penangkapan ini tak lepas dari memanasnya situasi politik yang digerakkan Presiden Sukarno, sang Pemimpin Besar Revolusi. Pada tahun itu dia ingin menghajar Nekolim, Neo Kolonialisme dan Imperialisme yang disebarkan Amerika dan Inggris.
Sukarno juga punya operasi Ganyang Malaysia untuk menentang pembentukan Federasi Negara Malaya yang dianggap menancapkan kolonialisme dan imperialisme serta pembangunan pangkalan militer Inggris di Asia Tenggara yang mengancam Indonesia.
Tak hanya musik Barat yang dibenci Sukarno, film Amerika pun menjadi sasaran. Di tahun 1964, Sukarno melarang impor film-film Amerika yang dituding merusak moral dan semangat revolusi Indonesia.
Seiring dengan kampanye anti film Barat ini terbentuk kelompok demonstran dari organisasi Pemuda Rakyat, onderbouw PKI, menyuarakan ini di jalanan.
Intelijen Sovyet dan Ceko memanfaatkan situasi ini dengan menyusun Operasi Palmer. Nama ini merujuk kepada William Palmer, importer film Amerika yang dituduh sebagai agen CIA. Pergaulannya yang luas di kalangan pejabat, politikus, dianggap untuk memata-matai. Rumahnya di Bogor digeledah oleh massa demonstran dan ditemukan dokumen Gilchrist.
Dokumen berupa surat telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta, Andrew Gilchrist, menyebutkan sebuah rencana setelah berbicara dengan utusan pemerintah Amerika dan teman dari tentara Indonesia.
Tak ayal temuan itu makin membenarkan tuduhan Bill Palmer adalah agen CIA yang mempunyai misi untuk melemahkan pemerintah Sukarno yang di tahun itu terlalu dekat ke Beijing lewat perantara PKI.
Itulah sebagian situasi yang menggambarkan panasnya politik Indonesia tahun 1965.
Operasi Intelijen Ganyang Malaysia
Pada acara Kick Andy di MetroTV Kamis 11 Desember 2008 dan wawancara video Shindu’s Scoop terungkap grup band Koes Bersaudara dimanfaatkan pemerintah dalam permainan intelijen.
Dalam wawancara itu Yok Koeswoyo menjelaskan, penangkapan itu bagian dari rencana misi Konfrontrasi Malaysia. Sekenarionya Koes Bersaudara ditangkap kemudian dilepas diam-diam lalu melarikan diri ke Malaysia. Saat di negeri itu grup band ini menjalankan misi Bung Karno menarik simpati warga setempat untuk Indonesia.
”Zaman dulu ada KOTI (Komando Operasi Tertinggi). Kami direkrut, komandannya Kolonel Koesno dari Angkatan Laut. Dibikin seolah-olah pemerintah yang ada tidak senang sama kami, lalu kami ditangkap. Dalam rangka ditangkap inilah kami nanti secara diam-diam keluar dan eksodus ke Malaysia. Di sana kami dipakai sebagai counter intelligence. Namun, pas keluar dari penjara pada tanggal 29 September, meletus G30S,” kata Yok.
Misi kontra intelijen Koes Bersaudara dalam Konfrontrasi Malaysia urung terlaksana karena keburu meletusnya G30S/PKI bersamaan dengan waktu mereka dilepas setelah mendekam di penjara tiga bulan.
Palmer Operation
Palmer Operation belakangan terkuak merupakan permainan intelijen Cekoslowakia dan Sovyet tahun 1964. Tujuannya menciptakan provokasi anti Amerika di Indonesia sebagai musuh besar Sovyet dan sekutunya.
Permainan intelijen ini dibeberkan dalam buku The Deception Game yang diungkap oleh intel pembelot dari Cekoslowakia Ladislav Bittman.
Menurut Bittman, Bill Palmer dipilih menjadi korban permainan intelijen karena memenuhi syarat. Sebenarnya tidak mempunyai bukti nyata dan meyakinkan, Palmer itu agen CIA.
”Kami hanya menyangka saja. Pergaulannya luas dengan kalangan politik tertinggi di Indonesia, demikian pula dengan kelompok masyarakat, serta sumber uangnya tidak pernah keringsekaligus sebagai importer film Amerika telah menakdirkan dia menjadi lambang penjelmaan pengaruh Amerika di Indonesia, simbol dari segala kejahatan Barat,” kata Bittman.
Kerja intelijen ini sukses karena pasokan informasi dan dokumen yang telah direkayasa dipercayai pemerintah dan rakyat. Akibatnya muncul kebencian terhadap Amerika. Hubungan diplomatik Indonesia-Amerika pun memburuk.
Intel Sovyet dan Ceko sendiri terperanjat melihat provokasi itu berkembang luar biasa. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dekat dengan Peking memanfaatkan situasi itu untuk berkuasa. Mereka punya rencana sendiri hingga terjadi peristiwa 30 September 1965. Usaha ingin menyingkirkan tentara dan menguasai pemerintah yang gagal.
Dari mana informasi intelijen masuk ke Sukarno? Sejumlah dokumen rekayasa itu masuk lewat Duta Besar Indonesia di Ceko Armunanto yang berhubungan dengan intel Mayor Louda. Duta besar ini kepercayaan Menteri Luar Negeri Subandrio yang merangkap Kepala Badan Pusat Intelijen.
Subandrio membiarkan hubungan itu untuk mendapatkan bahan informasi penting. Agen intel Ceko Mayor Louda menggunakan keakrabannya dengan Duta Besar untuk penyaluran informasi palsu dalam permainan ini. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto