PWMU.CO– Gaya Pak AR Fachruddin kalau ada orang bertanya masalah fiqih, jawabannya pasti balik bertanya yang membuat orang berpikir dan harus memutuskan sendiri.
Suatu ketika Pak AR Fachruddin ada yang menanyakan hukum jilatan anjing pada pakaian. Pak AR balik menanyakan kepada orang itu mau jawaban dari madzhab mana?
”Jika Anda pengikut madzhab Syafi’i maka jawabannya, itu termasuk najis mughaladhoh. Najis besar. Pakaian bekas jilatan anjing menurut kitab klasik harus dicuci tujuh kali dan salah satunya memakai tanah.”
Tapi kalau Anda bermadzhab Maliki, sambungnya, bekas jilatan anjing tidak najis termasuk air liurnya. Anda bisa memakai pakaian yang dijilat anjing untuk shalat. ”Mana pilihan Anda?” katanya.
Waktu ada acara dangdutan di sekatenan Yogya tahun 1980-an, umat muslim ribut karena penyanyi perempuannya seksi. Orang-orang pun bertanya kepada Pak AR. Jawaban Pak AR, meminta umat menahan diri.
”Bila kita ndak suka orkes dangdut di sekaten, buatlah acara tandingan yang lebih menarik tapi islami. Agar masyarakat ndak mau nonton dangdut lagi. Sekatenan sudah jadi pesta budaya. Bukan pesta umat Islam semata,” kata Pak AR.
Di lain waktu ada orang bertanya kepada Pak AR tentang halal tidaknya makan daging bekicot dan cacing. ”Untuk apa Ananda makan bekicot dan cacing? Bekicot itu makanan bebek. Cacing makanan ikan. Lebih baik Ananda makan daging bebek dan ikan,” ujarnya.
”Bekicot untuk memelihara bebek, cacing untuk memelihara ikan. Enak to?” serunya. ”Lagi pula kalau Anda makan bekicot dan cacing, nanti bebek dan ikannya marah. Mereka ndak keduman,” sambungnya.
Menyaingi Misi Kristen
Suatu ketika Pak AR menerima pengaduan dari masyarakat Muntilan yang memprotes munculnya sekolah Kristen. Anak-anak muslim bersekolah di sana sehingga dikhawatirkan terjadi pemurtadan.
Apa kata Pak AR? ”Ya sudah, mari kita bangun sekolah Islam sejenis dengan kualitas yang lebih baik dari sekolah Kristen itu. Lalu kita minta orangtua yang beragama Islam menyekolahkan anaknya di sana. Kalau sekolah tersebut kualitasnya lebih baik, anak-anak Islam pasti lebih tertarik ke kita,” tuturnya.
Benar juga. Setelah umat membangun sekolah Islam dengan kualitas lebih baik tak jauh dari sekolah Kristen itu, beberapa tahun kemudian sekolah itu tak laku. Tutup dengan sendirinya.
Kisah lainnya, Pak AR dapat keluhan dari aktivis muslim, di satu kampung Yogya ada pastur membuka padepokan dan taman belajar untuk anak-anak. Pastur tersebut menyuguhkan permainan dan mengajarkan nyanyian sehingga anak-anak betah.
Pak AR langsung mengajak para aktivis mendirikan padepokan yang sama. Aktivis Islam yang pintar melukis harus mengajari melukis kepada anak-anak. Yang mampu nembang mengajari nyanyian. Yang pandai matematika mengajari berhitung.
Pak AR ikut menciptakan lagu dengan memodifikasi lagu anak-anak yang sudah populer dengan syair-syair Islami. Beberapa hari kemudian, ternyata anak-anak lebih suka ke padepokan Islam itu. Padepokan pastur jadi sepi. (*)
Kisah gaya Pak AR berdakwah ini diambil dari buku Syaefudin Simon berjudul Pak AR Sang Penyejuk.
Editor Sugeng Purwanto