H Mochamad Ali Jelang Wafat Masih Menulis Sejarah Muhammadiyah ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Tidak semua mubaligh Muhammadiyah mempunyai ketrampilan ganda: Pandai berpidato sekaligus menulis.
Haji Mochammad Ali, yang lebih dikenal dengan nama Pak Ali, adalah salah satunya. Dia memiliki dua ketrampilan ini. Sebagai orator dan penulis.
Hijrah dari Kampung Halaman
Mochammad Ali lahir di Desa Laren, Kecamatan laren, Kabupaten Lamongan, 27 Oktober 1943. Anak dari Seniman ini dikenal sebagai aktivis sejak muda. Kecintaan pada ilmu mengantarkan dia menjadi mubaligh dan guru.
Pada tahun 1966 Pak Ali hijrah ke desa Tebluru, Kecamatan Solokuro—saat itu masih ikut Kecamatan Paciran. Dia diangkat menjadi pegawai negeri, sebagai guru SDN Tebluru.
Karirnya cukup moncer. Setelah cukup lama menjadi guru kemudian diangkat menjadi kepala sekolah. Karir puncaknya sebagai Pengawas TK/SD di Kecamatan Solokuro sampai pensiun tahun 2003.
Mubaligh yang Komunikatif
Pak Ali dikenal sebagai mubaligh yang tegas dan pandai memotivasi umat. Di kalangan anak muda dia adalah sumber inspirasi. Persoalan dakwah Muhammadiyah yang ruwet dapat diurai olehnya dengan gaya komunikasi yang ‘nyambung‘
Dia memang dikenal sebagai mubaligh yang komunikatif. Bahkan dengan lintas ormas pun dia bisa diterima. Di jajaran pemerintahan desa dan kecamatan keberadaan Pal Ali sangat diperhitungkan, bahkan sampai di tingkat kabupaten Lamongan.
Aktif di Pandu HW
Pada tahun 1960 Kepanduan HW membubarkan diri. akibat kebijakan “rasionalisasi’ yang dilakukan pemerintah era Presiden Soekarno. Seluruh organisasi kepanduan harus melebur ke dalam Pramuka.
Dengan demikian, perjalanan sejarah pandu Hizbul Wathan menjadi terhenti. Sejak itu Pak Ali aktif di kegiatan Pramuka. Semua ketrampilan dan ilmu kepanduan HW ditransfer dalam wadah kepanduan yang baru itu. Berkat ilmu di HW ini, kemonceran Pak Ali dikenal sampai di tingkat kabupaten.
Pada tahun 2020 Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan lagi. Dan menjadi organisasi otonom melalui SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420 (18 November 1999) dan dipertegas dengan SK Nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 (2 Februari 2003).
Pak Ali termasuk salah satu pelopor kebangkitan HW di Solokuro dan sekaligus menjabat sebagai ketua pertama. Di sampingdia ditunjuk sebagai salah satu pengurus Kwartir Daerah HW Lamongan Bidang Diklat.
Sejak masa Pak Ali sudah aktif berkegiatan di Kepanduan Hizbul Wathan (HW). Di situ dia dikenal pandai menyanyi dan menggubah lagu-lagu perjuangan.
Pada tahun 2017—saat diselenggarakan perkemahan Ceria Pandu Athfal se-Kabupaten Lamongan di Tebluru–dia menciptakan lagu Hizbul Wathan lengkap teks dan not nya. Lagu ciptaannya tersebut diserahkan ke Kwarda HW Lamongan untuk disosialisasikan. Dia juga minta untuk diteruskan ke Kwartir Wilayah Jawa Timur dan Kwartir Pusat Hizbul Wathan.
Menggerakkan Muhammadiyah
Mochammad Ali adalah salah satu penggerak Muhammadiyah di Solokuro. Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) ini merupakan pengembangan PCM Paciran seiring dengan pemekaran Kecamatan Paciran pada tahun 1992.
PCM Solokuro secara resmi memisahkan dari PCM Paciran pada tahun 1996. Melalui Musycab pertama ini, Pak Ali mendapat amanat sebagai wakil ketua. Sedangkan yang menjadi Ketua PCM Solokuro adalah Mochammad Sun’an Bisri.
Pada kepemimpinan periode kedua, Mochammad Sun’an Bisri terpilih lagi sebagai Ketua PCM Solokuro. Tapi di tengah periode, dia dipanggil Allah SWT. Sebagai penggantinya, dalam musyawarah pimpinan ditunjuklah Pak Ali sebagai Ketua PCM.
Menulis Buku Sejarah
Kemauan Pak Ali untuk menulis buku sejarah Muhammadiyah sangat kuat. Sejak pensiun dia sudah mulai menulis soal itu dan lebih intensif pada tahun 2020. Bahkan, meskipun dalam keadaan sakit, dia masih memaksakan diri untuk tetap menulis.
Tulisan Pak Ali di kertas folio bergaris sangat rapi. Hampir tidak ada coretan. Bahasanya runtut. Pada 5 September 2020, lembaran-lembaran itu diserahkan saya. Sejarah yang ditulis adalah tentang perjuangannya mendirikan Muhammadiyah setempat. Bagaimana dia harus melawan sisa-sisa orang PKI yang mengganggu aktivitas dakwah Muhammadiyah.
Pak Ali juga mencatat, bagaimana beratnya mendirikan amal usaha Muhammadiyah (AUM) setempat. Tapi dia terus meyakinkan masyarakat untuk pendirian AUM. Tak luput dalam catatan Pak Ali adalah tanah wakaf Muhammadiyah yang dibangun di atasnya masjid desa.
Anak dan Menantunya Aktivis
Mochammad Ali yang menikah dengan Mudrikah pada 26 Oktober 1967 dikaruniai lima anak. Yakni, Munasyiroh Hidayatil Ummah, Nur Sef Aqwan, Cut Enia Urvi, Saud El Hujjaj, dan Fukar Alwathoni.
Pak Ali disamping menempa dan membina umat, tidak lupa membina putra-putrinya untuk menjadi aktivis persyarikatan. Putra-putrinya dikirim ke pesantren dan wajib aktif di organisasi otonom Muhammadiyah.
Salah satu putranya, Saud el Hujjaj adalah mantan Ketua Bidang Perkaderan Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) periode t 2000-2004
Menantu pertamanya, H Muslih, adalah Sekretaris PCM Solokuro periode awal. Sedangkan Himmatul Hasanah, istri Saud el Hujjaj, adalah mantan ketua irmawati Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) periode 1996-2000.
Haji Mochammad Ali dikaruniai umur panjang. Shalat lima waktu dilaksanakan secara berjamaah di mushala samping rumahnya. Di situ dia membina pengajian untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Setiap hari, Mochammad Ali selalu meng-update informasi tentang gerakan persyarikatan. Secara rutin dia masih berlangganan majalah Suara Muhammadiyah.
H Mochamad Ali wafat pada usia 77 tahun, tepatnya pada tanggal 24 September 2020. Semoga jejak langkah perjuangannya bisa menginspirasi generasi penerusnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.