Ustadz Nurhadi, Pengajar Ikhlas Dosis Tinggi Itu Berpulang, obituari ditulis oleh Bahrus Surur-Iyunk, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Pamekasan.
PWMU.CO – Lima hari yang lalu saya ingin menulis tentang sosok guru yang pernah menemani saya belajar selama tujuh tahun di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan. Baru selesai menulis draft-nya, beliau sudah dipanggil oleh Allah. Allahu yarhamhu.
Rabu (23/9/2020) malam itu, saat shalat Isya’ tiba, masjid Jami’ At-Taqwa yang cukup luas dan besar itu dipenuhi sesak jamaah laki-laki dan perempuan. Tidak seperti hari-hari biasa, memang. Rupanya, masyarakat Paciran yang sangat hormat kepada gurunya itu ingin menyalatkan, mendoakan, dan melepas sang guru, Ustadz Nurhadi, ke hadirat-Nya. Subhanallah.
Mungkin ada yang bertanya, siapa sesungguhnya almarhum? Apa yang ia lakukan selama hidupnya, sehingga bisa menggerakkan banyak orang untuk ikut mendoakan kepergiannya?
Saya yakin orang akan mengenalnya sebagai orang yang biasa-biasa saja. Beliau adalah seorang guru Bahasa Arab di MTs, Madrasah Aliyah Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan. Ia mengabdikan diri sejak masih muda. Beliau terkenal dengan tulisan khat dan kaligrafinya. Penerbit Bina Ilmu tidak mau tulisan Arab dalam penerbitan bukunya, kecuali tulisan tangan Ustadz Nurhadi.
Pada tahun 1984, ketika Pesantren Pondok Modern Muhammadiyah Paciran baru didirikan, beliau sudah mengajar, mendidik, dan mendampingi kami siang malam. Saya yang menjadi santri pertama kala itu tentu sangat merasakan semangatnya. Dedikasi tanpa lelah Ustadz Nurhadi ditumpah-ruahkan dalam menemani kami belajar.
Tidak jarang beliau tidak pulang hingga larut malam, karena belum selesai mengevaluasi kami dalam membaca kitab Akhlak Lil-Banin yang digundulkan itu. Konon, beliau juga sengaja menunda pernikahannya, karena beliau ingin lebih lama menemani belajar para santri di pondok.
Ustadz Nurhadi, selain mengajar Bahasa Arab dengan segala cabang ilmunya, juga menguatkan kami dalam keteguhan tauhid. Apalagi dalam hal takhayul, bid’ah dan churafat (TBC). Bagi saya, beliau bukan hanya kokoh dan tegas, tetapi juga keras. Tidak pandang bulu apakah hal itu akan membahayakan dirinya atau tidak.
Bahkan, saat diskusi bersama santri tentang keluarga berencana, beliau tidak sependapat sama sekali. Dan itu dibuktikan dengan kehidupan keluarganya. Konsisten dengan pendapatnya dan istikamah dalam menjalankannya.
Ikhlas Dosis Tinggi
Pendidikan tauhid yang tidak pernah saya lupakan dari beliau adalah bekal ikhlas dosis tinggi. Hal itu dia sampaikan kepada santri-santrinya tanpa lelah. Saat itu, selapas lulus madrasah aliyah, di antara kami banyak yang menjadi dai, mubaligh, dan guru ke berbagai pelosok di negeri ini.
Dan, Alhamdulillah, banyak di antara kakak kelas kami yang berhasil menjadi dai di daerah tugas mereka masing-masing.
“Jika kalian hendak mengajar, berdakwah, dan menymapikan ilmu kepada seseorang, maka yang harus disiapkan adalah hati kalian. Hatinya harus ikhlas karena Allah. Jangan terbersit sedikitpun karena ingin mendapatkan sesuatu dari cuilan dunia ini. Sampaikan dan biacaralah dengan hati ikhlas, agar bisa diterima dengan hati pula.”
Pesan Ustadz Nuthadi ini tidak hanya disampaikan sekali dua kali, tetapi disampaikan terus-menerus. Terutama kepada kami yang sudah mulai ditugaskan untuk mengajari adik-adik kelasnya.
Saya bisa merasakan nuansa keikhlasannya ketika beliau mengajari dan mendampingi kami belajar tanpa lelah. Sehari semalam beliau ada di pondok. Dengan senyuman pula beliau menemani kami. Semua santri seringkali curhat kepada beliau tentang apa saja.
Mungkin karena keikhlasannya itu pula ia kemudian tidak memperhatikan keadaan dirinya. Kecintaannya pada pondok beliau tuangkan dalam lagu Hymne Pondok Modern yang Insyaallah semua santri menghafalnya, Ya Ma’hadi ya Ma’hadi…
Jual Ayam Sembelih Sendiri
Setelah menikah—agar tidak mempengaruhi keikhlasannya dalam mengajar—beliau bersama istrinya berdagang daging ayam dengan menyembelih sendiri. Bagi saya dan mungkin bagi banyak orang, hanya sembelihan ayam beliau yang paling terpercaya kebersihan dan kehalalannya. Mengingat keteguhan tauhidnya.
Keharuan terjadi lagi ketika beliau terbaring di rumah sakit. Beliau sampaikan kepada putranya bahwa dia masih ingin mengajar lagi. Namun, Allah menganggap cukup atas apa yang telah dilakukannya selama ini.
Selamat menempuh perjalanan panjang menuju negeri akhirat, wahai Guru! Amal baikmu akan menemani perjalanan panjangmu dengan kebahagiaan. Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Amin! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.