Husnun Naim Kader Paripurna yang Teguh pada Prinsip. Ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Namanya tidak asing bagi angkatan muda Muhammadiyah (AMM) di Lamongan. Bahkan para pimpinan Muhammadiyah di erah 90-an pasti juga mengenalnya.
Husnun Naim adalah anak pertama dari empat bersaudara anak pasangan Martokan dan Malikah. Dia lahir di Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, 29 September 1969.
Sejak Remaja Sudah Jadi Mubaligh
Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Banjarwati, Husnun Naim melanjutkan ke Pondok Pasentren Karangasem Paciran.
Di sana dia aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hingga menjadi Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Cabang IPM Paciran periode 1988-1990. Bersamaan dengan itu sudah aktif berdakwah. Isinya cukup keras dan berani. .
Bila turba ke ranting, Husnun Naim membakar semangat anggota dan Pimpinan Ranting IPM agar bersemangat berdakwah. Dengan berapi-api dia mengajak para pelajar untuk beramar makruf nahi mungkar.
Hijrah Ke Wilayah Selatan
Karena berbeda prinsip dalam berdakwah di kalangan pelajar, Husnun Naim meninggalkan pesantren. Saat itu dia masih duduk di bangku madrasah Aliyah. Dia pindah ke salah satu pesantren yang ada di Kabupaten Gresik.
Pada tahun 1990-1992 Husnun Naim menjadi anggota Departemen Perkaderan Pimpinan Daerah IPM Lamongan. Tahun 1991, dia memutuskan hijrah ke Lopang, Kembangbahu, Lamongan selatan untuk berdakwah sambil ngurus IPM. Beberapa tempat disinggahi untuk berdakwah
Setelah berdakwah dan ngurus IPM selama setahun, Husnun Naim bertekad untuk menyelesaikan sekolahnya. Dia harus mengantongi ijazah SLTA.
Tapi, lagi-lagi karena berbeda prinsip dengan pengelola sekolah yang baru dia masuki itu, Husnun Naim memutuskan pindah sekolah lagi. Di sekolah inilah dia menuntaskan belajar sampai lulus.
Aktivis Paripurna
Husnun Naim adalah aktivis yang mandiri. Saat bersekolah dan kuliah dia sudah bekerja untuk menghidupi dirinya. Dia menekuni usaha percetakan dan konveksi. Jaringan dan ordernya sangat luas.
Selain mandiri, Husnun Naim dikenal sebagai prototipe kader paripurna. Karienya di IPM mencapai puncaknya sebagai Ketua Pimpinan Daerah IRM/IPM Lamongan periode 1992-1994.
Kemudian, sewaktu menjadi mahasiswa STIE KH Ahmad Dahlan, Husnun Naim didaulat menjadi Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Lamongan periode 1997-1999, menggantikan Ady Sucipto Jais dan Amar Syaifudin
Selepas dari IMM, Husnun Naim aktif di Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Lamongan sampai tahun 2010.
Husnun Naim yang dikenal sebagai konseptor dan menekuni bidang perkaderan ini akhirnya diberi amanat di Majelis Pendidikan Kader dan Pengembangan Sumberdaya Insani (MPK SDI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan sebagai sekretaris (2000-2005) dan ketua (2005-2010).
Inisiator dan Pengurus PAN
Di era reformasi, saat Prof Amien Rais mendirikan partai Amanat Nasional (PAN), Husnun Naim sudah menyiapkan aksi.
Dia bersama-sama beberapa orang bernisiatif membentuk komite pendirian PAN. Mereka adalah Mashuri, Adrian Firmansyah, Fathurrahim Syuhadi, Sabih Mukti, Abdul Muis, Subagio Rahmad, Amar Syaifudin, dan Ali Mahfud.
Husnun Naim aktif di PAN Kabupaten Lamongan sampai meninggal dunia. Jabatan di PAN yang pernah dia pegang adalah wakil sekretaris, wakil ketua, dan bendahara.
Mengelola Tabloid
Husnun Naim juga dkenal multitalenta. Dia ternyata mempunyai bakat menulis. Pada tahun 2002, bersama aktivis AMM Lamongan, dia mendirikan Yayasan Pitutur untuk menerbitkan tabloid Semar. Di tablot ini ada Mashuri, Fathurrahim Syuhadi, Ali Mahfud, Sutono, Sujarwo, Khoirul Anam, dan Niswatin.
Semar adalah tabloid yang kali pertama terbit di Lamongan saat itu. Sambutan publik sangat luar biasa. Isi berita selain masalah umum, ada juga kolom tentang dinamika dan perkembangan Persyarikatan.
Kuat Memegang Prinsip
Suami dari Sulhatul Aini yang dinkahi 6 April 1999 ini sangat teguh dan kuat dalam memegang prinsip. Dia rela melawan arus bila meyakini yang ia lakukan adalah benar. Kadang tidak melihat kawannya sendiri.
Ayah dari Rifda Aifa Syidad dan Labid Muwaffaq Wicaksana, bukanlah tipe laki laki yang tidak mudah putus asa dan mengeluh. Kadang seharian rela lapar karena tidak punya uang untuk membeli makanan.
Menjadi aktivis di persyarikatan kadang ditemui joke yang lucu-lucu. Salah satunya yang dilabelkan ke Husnun Naim.
Sejak menjadi aktivis IPM di Paciran sampai wafat, Husnun Naim dipanggil oleh teman teman dengan sebutan Kaji Naim. Banyak orang yang kecele dan ikut ikutan memanggil kaji padanya. Ceritanya, dia dipanggil Kaji Naim karena suka memberi nasihat teman-temannya layaknya orangtua yang suka memberi nasehat pada yang muda.
Panggilan itu ternyata bagian dari doa. Allah mengabulkan doa hamba-Nya. Walaupun belum sampai melaksanakan haji, tapi dia dan istrinya sudah pergi ke Tanah Suci, umrah tahun 2013.
Ternyata Allah Swt lebih menyayangi Husnun Naim untuk segera kembali kepada-Nya. Pada tanggal 30 September 2017 Husnun Naim wafat setelah dirawat selama 10 hari di Rumah Sakti Ibnu Sina Gresik
Semoga perjuangannya mampu menjadi teladan bagi kader persyarikatan ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.