PWMU.CO – Muhammadiyah bisa jadi lokomotif atasi dampak resesi. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Ahli MEK PP Muhammadiyah Soetrisno Bachir.
Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan Webinar Ekonomi Muhammadiyah dengan tema Resesi Ekonomi Meretas Jalan Keluar via Zoom, Senin (28/9/2020).
Alami Resesi Secara Definisi
Menurut Soetrisno Bachir dirinya akan memberikan pandangan sisi lain resesi dari sudut di luar masalah teknis ekonomi.
“Resesi yang sudah kita masuki ini, mungkin awal bulan Oktober karena sekarang sudah kuartal III. Kita mengalami resesi secara definisi. Walaupun kurang dari 0,1 namanya tetap resesi. Tetapi kalau plus 0,00 ya tidak resesi lagi. Bayangkan karena 0,00 saja artinya berbeda,” ujarnya.
Resesi itu, lanjutnya, menimbulkan psikologi pesimisme tapi kalau tidak resesi ada semangat optimisme. Mungkin bedanya 0,0 tetapi karena krisis kita bisa menjadi terbawa secara emosional sehingga kita bisa mengikuti definisi tadi.
“Aduh kalau resesi semuanya susah. Sehingga kita daya juangnya akan menurun. Ini jarang diungkap di media sosial. Itu bisa berakibat sangat besar dari antusiasme optimisme yang ada di masyarakat bisa mengakibatkan suatu hasil yang berbeda. Pesimisme memberikan hasil tapi berbeda,” ungkapnya.
“Gara-gara definisi resesi tadi mengakibatkan optimisme menjadi pesimisme. Itu sebetulnya yang tidak boleh masuk dalam perangkap definisi tadi. Itu sebagai bahan kita para elite dan para ekonom yang mengerti,” tambahnya.
Taubat Nasuha
Kebanyakan masyarakat, menurutnya, tidak tahu apa itu kontraksi minus 5,2 persen. Nanti kontraksinya minus 0,6 persen. Mereka tidak tahu tetapi mereka merasakan kalau sekarang bisnis susah. Sekarang semua pada takut di rumah saja. Semua mengalami kendala-kendala seperti itu.
“Kita organisasi Muhammadiyah, organisasi dakwah, maka kita harus melakukan komunikasi vertikal dengan Allah SWT. Itu kan tidak pernah dibahas padahal sejarah ketika Umar bin Khattab mengalami pandemi seperti ini. Para pemimpin dan tokohnya menjalankan hubungan vertikal. Hablumminnallah. Jadi melakukan taubat nasuha. Taubat nasional,” paparnya.
Dia menambahkan mungkin ini peringatan Allah. Maka sebagai umat Islam, utamanya Muhammadiyah, yang berpikir rasional biasanya tidak memikirkan ini. Yang dipikirkan bagaimana mengutak-atik urusan angka. Kita utak-atik angka makro tetapi sebagai organisasi Islam maka para pemimpinnya melakukan taubat nasuha.
“Kita mempunyai jaringan seluruh Indonesia maka bisa dengan melakukan satu kegiatan yang berdampak kepada bangsa dan masyarakat ini. Saya kalau taubat nasuha paling untuk diri saya sendiri. Mudah-mudahan diterima taubatnya dan diberi jalan keluar menghadapi situasi ini,” jelasnya.
Pelopor Kegiatan Kemanusiaan
Muhammadiyah, ujarnya, bisa melakukan yang lebih besar. Karena punya organisasi, jaringan dan sumber daya manusia (SDM). Sehingga taubat nasuha yang dilakukan Muhammadiyah bisa berupa mengajak masyarakat. Dengan Muhammadiyah sebagai lokomotif mengatasi persoalan bangsa ini.
“Dalam rangka taubat nasuha kita menyiapkan dapur-dapur umum. Tempatnya bisa di sekolah-sekolah kita. Kita menggalang suatu kegiatan bagaimana membantu orang yang cari makan susah dam meneruskan anaknya sekolah susah. Muhammadiyah bisa lakukan itu. Kita bisa menjadi pelopor kegiatan kemanusiaan masalah-masalah sosial,” urainya.
“Memberikan bantuan sosial yang sedang dialami dan akan dialami lagi. Kalau vaksin belum ketemu maka akan mengalami pandemi yang panjang,” imbuhnya.
Muhammadiyah, menurutnya, harus menjadi pelopor persatuan bangsa. Sekarang kalau dilihat di TV dan medsos, kesulitan ini menjadikan perpecahan. Baik perpecahan yang tidak digerakkan maupun perpecahan karena digerakkan.
“Bayangkan kondisi lagi sulit terus ada tanda-tanda perpecahan di bangsa ini. Khusunya kader-kader dan tokoh Muhammadiyah sendiri. Ketidakcocokan pandangan tokoh Muhammadiyah muncul sebagai tokoh vokal, padahal masyarakat masih kesulitan seperti ini. Ada demo. Ada deklarasi ditolak. Usir mengusir. Padahal temanya kita lagi mengatasi krisis,” sergahnya.
Fokus dan Bersatu
Muhammadiyah, lanjutnya, bisa mengambil peran. Mengatasi persoalan krisis ini tidak semata-mata masalah ekonomi dan vaksin saja. Tetapi masalah sosial yang timbul akibat resesi ini sekarang bermunculan.
“Bahkan kalau bicara politik sebelum pilpres, bahwa Prabowo sudah masuk kabinet pun tidak menyelesaikan persoalan. Ternyata gerakan anti pemerintah banyak muncul. Ini tugas Muhammadiyah bagaimana bisa menjembatani kelompok atau pandangan yang berbeda ini,” jelasnya.
Mestinya, sambungnya, kita harus fokus. Kalau kita fokus dan bersatu maka ini merupakan energi. Optimisme pesimisme bisa berakibat ke hal-hal yang berbeda.
“Kalau pesimisme maka yang muncul ekonomi dan kesejahteraan kita akan terpuruk. Kalau optimisme bisa mengatasi persoalan bahkan bisa bertumbuh positif,” pesannya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.