Jaga Iman dan Imun di Usia 84, Inspirasi Mbah Guru Ma’sum, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Namanya Haji Abu Ma’sum. Orang-orang di sekitarnya memanggilnya: Mbah Guru Ma’sum (84 tahun). Dipanggil demikan karena dia guru orang sekampung dan sekitarnya.
Abu Ma’sum dilahirkan di Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, 11 Oktober 1936. Anak pasangan Abdurrohim dan Semani ini satu-satunya laki-laki dari tiga bersaudara.
Sejak remaja dia sudah aktif berorganisasi. Mula-mula yang ditekuni adalah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW). Pernah menjadi Ketua HW Payaman tahun 1952-1958.
Dia juga aktif di Pemuda Muhammadiyah. Jabatannya: Ketua Pimpinan Ranting Pemuda Muhammadiyah Payaman tahun 1958-1966. Setelah itu akti di Muhammadiyah. Menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Payaman tahun 2000-2005 dan Bendahara Pimpinan Cabang Muhammadyah (PCM) Solokuro tahun 2000-2005.
Mbah Guru Ma’sum—di samping dan Mbah S. Nuryadi—adalah perintis berkembangnya Muhammadiyah di Solokuro. Keduanya merupakan santri KH Amin dari Tunggul. Sedang KH Amin adalah santri KH Amar Fakih dari Maskumambang.
Sementara KH Amar Faqih dan KH Amin merupakan sosok pembawa paham Muhammadiyah di Lamongan selain KH Sakdulah dari Blimbing.
Guru Tulen
Haji Abu Ma’sum menikah dengan Rokayah. Pasangan ini dikarunia lima anak. Yaitu Zen Fikri, Husnul Yaqin, Astutik, Ulfah, Sunarwati, dan Nahrul Yamin.
Pengabdiannya sebagai guru—yaang membuatnya dipanggial Mbah Guru Ma’sum—adalah mengajar di MI Muhammadiyah Payaman (1955-1958), di SD Negeri Payaman (1966-1972), dan sebagai Kepala SD Negeri Payaman (1972-1997).
Selain mengajar di sekolah, Mbah Guru Ma’sum juga “mengajar” warga. Dia adalah mubaligh di kampungnya. Aktif menjadi khatib shalat Jumat dan pengasuh pengajian rutin di Desa Payaman.
Di sela kesibukannya itu, Mbah Guru Ma’sum masih rutin pergi ke ladang. Sekadar menengok dan berkeliling ladang. Atau mencabut rumput. Sekali-kali memanen mangganya.
Jaga Iman dan Ilmu
Ibadah Mbah Guru Ma’sum bikin iri kita. Dia biasanya bangun lebih awal untuk melakukan shalat malam. Serelah itu shalah Subuh berjamaah di masjid.
Bukan hanya Subuh, shalat wajib lainnya juga dilaksanakan berjamaah secara rutin di Masjid al-Jihad Muhammadiyah Payaman. Mbah Guru Ma’sum tidak lupa membaca al-Quran setiap selesai melaksanakan shalat. Dilanjutkan membaca materi keagamaan, baik melalui buku atau internet.
Hebatnya, Mbah Guru masih rutin membaca maalah tertua di Indonesia, Suara Muhammadiyah. Dia juga rajin membaca majalah Matan yang diterbitkan Pimpinan Wilayah Muhammadyah Jatim.
Menurut dia, semua itu untuk mengetahui perkembangan persyarikatan. Karena itu dia tidak segan segan untuk bertanya. Baginya, setiap orang adalah guru terbaik bagi dirinya.
Tak hanya itu, dia juga aktif menyimak siaran TVMu—televisi Muhammadiyah—dan TV lain yang menyuguhkan kajian keagamaan. Beginilah cara Mbah Guru menjaga iman dan ilmu.
Jaga Imun
Apa rahasia Mbah Guru Ma’sum tetap sehat di usia 84 tahun ini? Salah satunya karena dia suka berjalan kaki. Jarak 0,5 km rumah-masjid dia tempuh dengan berjalan kaki. Kadang bersepeda onthel. Kalau benar-benar capek baru naik motor.
Kebiasaan jalan kaki juga dilakukan ketika bersilaturahmi ke tetangga atau kerabat di pagi hari saat matahari lagi hangat-hangatnya.
Ternyata kebiasaan kalan kaki itu sudah dilakukan sejak aktif di HW. Mbah Guru Ma’sum suka berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Misalnya Payaman-Paciran yang berjarak 6 km sudah biasa dia tempuh dengan jalan kaki PP (pergi pulang). Saat itu sekitar tahun 1953 di mana HW Lamongan masih bergabung dengan Gresik.
Selain menjaga fisik dan pola makan, Mbah Guru Ma’sum juga sealu menjaga rohaninya: Dia selalu berfikir positif. Menjauhkan diri dari sikap stres.
Juga banyak membaca dan berdiskusi. Dan tentu, rajin beribadah. Terpenting lagi. Mbah Guru Ma’sum selalu menjaga kemandirian hidup sebagai seorang pensiunan guru.
Karena itu jangan heran jika Mbah Guru Ma’sum dikaruniai Allah ingatan yang sangat kuat. Peristiwa penting puluhan tahun lalu masih dalam ingatannya. Misalnya sejarah perjalanan HW, dinamika Masyumi, perintisan dan perkembangan Muhammadiyah. Semuanya dia sampaikan secara runut dan terinci.
Semoga Mbah Guru Ma’sum sehat selalum, njih. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.