Partai Ummat Gelombang Umat kolom oleh Ali Murtadho M.S., Loyalis Amien Rais. Menjawab tulisan Ainur Rafiq Sophiaan yang dimuat PWMU.CO, Jumat (2/10/2020).
PWMU.CO – Mencermati tulisan dengan judul Daya Magnet Amien Rais dan Nasib Partai Ummat, ada beberapa catatan untuk menjawab pandangan yang cenderung tendensius itu.
Pertama, dari pilihan kata pada judul bisa dicerna bahwa si penulis cenderung menyoal figuritas seorang Amien Rais. Terbukti ada pernyataan yang serampangan pada kutipan, “Tak perlu mengulas mukaddimah partai yang isinya normatif, sebab pemilih tidak peduli”.
Pertanyaannya adalah, bagaimana akan menilai secara objektif jika pada saat bersamaan terjadi pemiskinan paradigmatik dan filosofis pada diri penulis?
Reaksi tulisan tersebut terlihat dari tanggapan netizen sekitar 95 persen mengecam tulisan tersebut, dan hanya tersisa sekitar 3 persen saja yang ikut mendiskreditkan sosok Amien Rais dan Partai Ummat.
Kedua, penulis memprediksi pengikut Partai Ummat adalah loyalis Amien Rais yang lebih mempertimbangkan fanatisme dan patronase.
Di sinilah terjadi kegamangan si penulis seakan menolak faktor “sunnatullah” dalam politik Indonesia yang juga biasa terjadi juga pada figur-figur lain selain Amien Rais.
Ainur menyebut bahwa pilihan politik masyarakat Indonesia cenderung tersekat-sekat atau terkelompok-kelompok. Seharusnya ditambahkan juga yaitu “cenderung dinamis” dan kompetitif. Siapapun punya kesempatan dan peluang yang sama karena adanya jaminan kebebasan bersyarikat dan berpendapat sebagaimana amanat pasal 28, 28E UUD 45.
Ketiga, fenomena “politik berbiaya tinggi” yang dikutip Ainur seolah mau mengingatkan bahwa partai baru tidak akan jalan tanpa biaya tinggi. Hal ini seolah menafikan kemampuan dan pengalaman Amien Rais sebagai tokoh reformasi yang sudah kenyang asam garam politik Indonesia dan paham betul “jerohan” politik Indonesia.
Dimafhumi bahwa partai politik memerlukan biaya. Tapi kalau berpikir bahwa partai politik tidak akan jalan tanpa modal maka logikanya menjadi kabur.
Jaringan Keumatan Amien Rais
Jaringan politik keumatan yang dibangun Amien Rais selama dua puluh tahun terakhir sejak reformasi 1998, dan aktivitas sosial dan intelektual Amien Rais selama tiga dasawarsa era Orde Baru adalah modal sosial yang tidak ternilai harganya.
Ibarat sebuah perusahaan baru Partai Ummat mungkin belum mempunyai modal finansial yang sangat besar. Tapi, good will dan modal jaringan (network equity) yang dimiliki Amien Rais menjadi modal yang berpotensi sangat besar.
Fenomena itu bisa diamati secara sederhana dari
acara-acara kajian yang diadakan Universitas Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah di berbagai tempat yang menghadirkan Amien Rais sebagai pembicara selalu menarik audiens virtual yang rata-rata seribu jamaah atau lebih.
Kajian Ahad Pagi secara virtual 4 Oktober diadakan oleh Universitas Gorontalo bersama PWM dihadiri sekitar 700 peserta. Fakta-fakta kegigihan Amien Rais berkeliling Nusantara untuk melakukan konsolidasi menjadi modal sosial dan politik yang sangat berharga.
Fenomena ini mengingatkan pada ghirah serupa yang ditunjukkan ummat menjelang masa-masa reformasi.
Sebagimana diungkapkan Amien Rais dalam Risalah Kebangsaan; Pilihan untuk Pak Jokowi Mundur atau Terus ada 12 poin problem utama pemerintahan Jokowi. Mulai dari bangkitnya komunisme, banjirnya modal China, ekonomi memburuk, dan penanganan pandemi Covid 19 yang amburadul. Semuanya menjadi gelombang kekecewaan umat kepada pemerintahan Jokowi.
Gelombang kekecewaan umat itu dihayati oleh Amien Rais yang kemudian memformulasikan pembentukan Partai Ummat.
Dalam firman Allah swt di Surat al-Isra’ ayat 81, “Katakanlah, telah datang kebenaran dan hancurlah kebatilan, sesungguhnya kebatilan akan hancur”.
Gelombang umat akan menggerus kekuasaan yang batil. Nashrun minallah wa fathun qarib. (*)