Generasi Cuek dan Semau Gue, kolom ditulis oleh Ichwan Arif guru SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik.
PWMU.CO – Lahirnya sikap acuh-tak acuh, cuek, memikirkan diri sendiri, semau gue, mementingkan kesenangan diri, tidak mau mendengar pendapat orang lain, serta tidak sensitif terhadap perasaan sesama (empati) petanda kita belum bisa menyelesaikan dengan diri sendiri.
Sob, perilaku individualis yang sering menjangkiti anak muda zaman now ini memandang orang lain dengan sudut pandang dirinya. Dia tidak memosisikan dirinya dari sudut pandang orang lain. Yang ada hanyalah aku dan aku. Memosisikan orang lain di urutan kesekian.
Diri yang belum mampu menyelesaikan urusan diri sendiri, maka secara tidak langsung dia sedang menabur sikap apatis. Sikap di mana acuh tak acuh, tidak peduli, maupun masa bodoh tidur nyenyak dalam diri. Secara tidak sadar dia masih ‘sibuk’ mengurusi diri sendiri.
Sikap kedua yang bisa tumbuh adalah skeptis, sikap curiga dan tidak mudah percaya. Orang yang mengalami skeptis begitu tidak percaya kepada orang di sekitarnya. Ia merasa bisa mengerjakan semua sendiri. Merasa harus mahir dalam semua subjek dan selalu meragukan hasil pekerjaan orang lain.
Sikap seperti ini dapat sangat membahayakan karir ke depan. Di mana kita akan selalu menghadapi dengan kebutuhan berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Menciptakan kerjasama yang baik, tidak hanya satu orang yang dominan, namun hasil keseluruhan tim. Skeptis bisa membunuh proses pencapaian kesuksesan tersebut.
Personal Greatness
Kedewasaan dalam berpikir dan bertindak menandakan orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Pola pikir (mindset) ini yang bisa menjadikan perilaku, pandangan, sikap, dan masa depan seseorang.
Stephen R Covey penulis Amerika Serikat dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People mengatakan kedewasaan seseorang berkembang pada satu kontinum tertentu. Dia menamakan teorinya sebagai maturity continuum.
Dia mengatakan kedewasaan ditandai dengan pembawaan diri dari ketergantungan (dependence) menuju watak kemandirian (independence), berlanjut menuju sikap kesalingbergantungan (interdependence), dan puncaknya adalah personal greatness.
Personal greatness merupakan karakter diri yang potensi pikirannya, tubuhnya, emosinya, dan spiritual, sudah teraktualisasi dalam kehidupan. Rasa empati sudah tertanam. Kebutuhan individunya sudah selesai. Bersosial, berinteraksi menjadi pilihan utama di lingkungannya.
Diri sudah menjadi individu yang tingkatkan sudah naik. Cuek dengan situasi sudah berubah pada tingkat empati. Ada teman, saudara yang membutuhkan bantuan, dia sudah memiliki inisiatif untuk menolong dan memberikan solusi.
Keluar dari Zona Diri
Personal greatness dalam istilah agama sering disebut dengan insan kamil (manusia paripurna). Diri yang mampu mengoptimalkan pikiran dan karakter diri di lingkungannya. Dia memiliki sikap optimis berpikir positif, mampu memotivasi diri menjadi pribadi yang memiliki visi dunia tapi juga akhirat.
Semangat untuk bisa menyelesaikan masalah diri adalah semangat untuk bisa keluar dari zona diri. Dia sudah mulai masuk pada zona sosial. Ketika ada guru yang masih kendala dalam bervirtual dalam Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), personal greatness tersentuh. Dia menawarkan diri untuk membantu dan menolong. Pintu inilah adalah awal untuk bisa masuk zona sosial.
Ada saudara yang kekuarangan secara finansial, dia ikut berdonasi untuk membantu. Ada teman memiliki masalah, dia orang pertama yang akan memberikan solusi untuk membantu keluar dari lingkaran persoalan tersebut.
Pribadi Optimis
Ini bergantung pada kemauan. Ketika tetap dan masih berada di zona diri, cuek dengan sekeliling, acuh pada orang lain, egois yang masing tinggi, maka zona sosial sulit untuk dimasuki. Mereka nyaman dengan dirinya sendiri walaupun bertumbuh diri akan kerdil.
Pikiran sendiri dia adalah media yang bisa memenjarakan pembawaan diri. Orang lain belum dianggap. Anggapannya adalah dia adalah yang paling super. Tidak ada yang mampu menandingi.
Yakinlah, orang yang mampu sukses bukan berada di zona diri. Sukses tidak melekat pada urusan diri. Sukses hanya miliki pribadi yang optimis. Miliki pribadi yang sudah selesai dengan diri sendiri. Tahapan berikutnya, dia sudah memikirkan lingkungan, kerja sama, saling menolong. Bertumbuh bersama akan menguatkan diri, ini prinsip yang menempati peringkat pertama.
Sudahkah Selesai dengan Urusan Sendiri? Motivasi inilah yang mampu mengangkat menjadi diri untuk keluar dari zona diri untuk meraih personal greatness. Selamat mencoba! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.