Bela Sungkawa dari Santri Kilat oleh Ali Murtadlo, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Izinkan saya ikut bela sungkawa atas wafatnya Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi MA, Rabu kemarin. Seperti bela sungkawa alumni, santri, dan umat lainnya. Saya mungkin santri paling kilat di Gontor. Hanya kurang dari sebulan. Bersama adik saya tatkala break liburan Ramadan saat masih kulih di Unair sekitar 38 tahun lalu. Ya, selama Ramadan itulah kami nyantri mukim di Gontor.
Meski superkilat, saya memperoleh kesan sangat mendalam bagaimana nyantri di Pondok Modern Gontor yang sangat mashur ini. Saya juga tidur bersama santri lainnya. Di sebuah ruangan yang cukup luas. Sekitar 6 kali 10 meter. Dulu, tidur di tikar. Sekarang tidak tahu. Pukul dua dinihari dibangunkan suara terompet seperti di Mako Brimob Nginden, 500 meter dari Taman Intan, tempat tinggal saya.
Lalu tahajud bersama di masjid. Setelah itu sahur. Antre dengan tertib untuk mendapatkan nasi, lauk, dan sayur. Setelah itu kembali ke masjid baca Quran sambil menunggu Subuh. Usai azan Subuh, pujian. Yang selalu saya ingat, pujiannya sering ini. Ilahi lastu lil firdausi ahlan/wa laa aqwa alannaaril jahimi/ fahabli taubatan waghfir dzunubi/fa innaka ghofiru dzanbil azhimi/dzunubi mitslu a’daadir rimaali/fahabli taubatan ya dzaljalali/wa umri naqish fi kulli yaumi/wa danbi zaidun kaifahtimali…
Pujian karya Abu Nawas ini artinya memang bagus sekali. Artinya, wahai Tuhanku, aku bukanlah ahli surga/tapi aku tidak kuat dalam neraka jahim/maka berilah aku taubat dan ampunilah dosaku/sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar/dosaku ibarat bilangan pasir/maka berilah aku taubat ya Pemilik Keagungan/ dan umurku tiap hari berkurang/tapi dosaku selalu bertambah bagaimana aku menanggungnya…
Lalu ada kuliah Subuh. Kadang dari ustad dan kadang dari santri senior. Turun dari masjid, ada yang olahraga, ada yang cuci pakaian. Lalu siap-siap pelajaran pagi. Masuk kelas, saya terkesan dengan tulisan: Gontor tidak kemana-mana, tapi ada di mana-mana.
Prinsip-prinsip Gontor ini dicanangkan oleh tiga pendirinya yang dikenal dengan sebutan Trimurti: KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, KH Imam Zarkasyi.
Panca Jiwa Gontor
Almarhum Kiai Syukri kemudian seperti ditugasi untuk menjelentrehkan visi-misi para pendiri, seperti Panca Jiwa Gontor. Yakni
1.Ikhlas. ”Bukan ikhlas pasif. Tapi, ikhas aktif. Jadi, santri Gontor tidak cukup hanya sembahyang dan puasa saja. Tapi juga harus berusaha. Karena itulah santri Gontor paling banyak yang berwiraswasta,” kata Kiai Syukri yang alumnus Al Azhar Mesir ini. Salah satu contohnya, kakak sepupu saya, KH Burhanuddin, yang berhasil membesarkan Pondok Pakde Bakri, ayah Mas Burhan, PP Al Fattah Kikil Pacitan yang kini punya pendidikan mulai SD hingga perguruan tinggi.
2. Sederhana. ”Kalau saya ke Jakarta naik pesawat. Atau saya punya rumah ini atau mobil, bukan berarti saya mewah. Tetap sederhana. Karena tidak berlebihan. Fungsional saja,” kata putra KH Imam Zarkasyi ini.
3. Berdikari. ”Baik pondoknya maupun santrinya harus bisa berdikari. Semoga ini bukan riya’ atau pamer. Saya dari pondok tidak digaji. Tapi dari hasil bertani dan berdagang, toko,” kata Kiai Syukri.
4. Ukhuwah Islamiyah. ”Gontor itu 76 persen, santrinya dari NU. Tapi di sini kami campur. Jadi Gontor bisa membuat Din Syamsuddin yang dulu NU, bisa menjadi Ketua Umum Muhammadiyah,” kata Kiai Syukri.
5. Jiwa Bebas. ”Artinya yang positif. Santri bebas mau apa saja. Mau jadi orang besar di Jakarta boleh, mau jadi orang besar di langgar kecil dan kampung kecil juga boleh. Di Gontor, tetap disebut orang besar. Karena bisa bermanfaat untuk umat,” katanya.
Di bawah kepemimpinan generasi kedua. Gontor memang berkembang pesat. Unit bisnisnya bisa menghasilkan miliran rupiah untuk menggaji para ustadz. Pondoknya pun terus berkembang Gontor 1 hingga Gontor 17.
Belum lagi alumninya luar biasa. Wakil Menlu Dr Abdurrahman Mohammad Fachrir misalnya, Nurcholis Madjid, Prof Roem Rowi, mantan wakil ketua KPK Adnan Pandu Radja misalnya. Dan masih ribuan lagi.
Terima kasih Gontor, terima kasih KH Abdullah Syukri Zarkasyi. Gontor akan terus menghasilkan generasi hebat untuk negeri. Salam!
Editor Sugeng Purwanto