PWMU.CO – Nila setitik merusak susu sebelanga. Peribahasa ini sangat pas kita pegang teguh. Termasuk di era sosial media (sosmed) begini. Era sosial memudahkan kebaikan dan keburukan tersebar secepat kilat. Maka tidak memahami kalimat bijak tadi, bisa-bisa kita terperosok ke dalam kesalahan fatal. Tangis kemudian, tiada guna.
Karier dan nama baik kita rintis dengan peluh keringat, bahkan darah. Sedari muda. Kesuksesan kita bangun dengan susah payah. Waktu, tenaga, dan biaya kita relakan. Dalam ranah apa saja, kiranya demikianlah perjalanan meniti karier, meraih sukses. Tiada proses instan, kecuali hasil semu belaka.
(Baca: Memanfaatkan Sosmed dengan Cerdas dan Bijaksana)
Semua yang abadi dan hakiki pasti melewati proses panjang dan lama. Dan, ini harus kita ingat. Sehingga, ketika segalanya sudah di genggaman, kita merasa sangat eman untuk menghancurkannya begitu saja. Apalagi dengan tindakan-tindakan yang sepele dan sia-sia, namun sangat ampuh meluruhkan segala yang kita punya. Contohnya sudah berserakan di aneka media.
Politisi ternama masuk penjara hanya gara-gara wanita. Karier yang sekian tahun dia bina hancur seketika. Artis terkenal seketika ditinggalkan penggemarnya gara-gara tertangkap basah terlibat kasus narkoba. Belum lagi ustadz-ustadz media, guru-guru spiritual, yang dijadikan bahan ejekan dan cemoohan karena berurusan dengan yang berwajib akibat masalah penipuan disertai perzinaan. Kasus-kasus demikian adalah contoh nila setitik merusak susu sebelanga. Masih banyak lagi kalau kita masuh mendaftar.
(Baga juga: Mewaspadai Kehadiran Para Pendengki)
Hanya, bagi manusia cerdas, yang penting bukanlah menginventarisasi keburukan orang lain dan lingkungan sekitar. Namun, lebih bermanfaat dari itu adalah belajar dari segala yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, dirasa oleh kulit, dan dikecap oleh lidah. Ringkas kata, manusia cerdas selalu mendayagunakan panca indra untuk mencerap hikmah.
Manusia cerdas ada di mana saja, sebagaimana manusia nista juga berserakan di segala ruang. Namun, ayo kita yakini bahwa manusia baik dan cerdas selalu lebih banyak ketimbang manusia buruk dan bodoh. Senantiasa kita camkan bahwa jalan berbuat baik pasti lebih luas daripada jalan berbuat buruk. Begitulah pola pikir kita sebagai manusia beriman nan pembelajar seharusnya.
(Baca juga: Jihad Digital untuk Menebar Kebaikan di Dunia Maya)
Melalui catatan sederhana ini, marilah kita semua menjadi manusia yang mau dan mampu belajar dari apa saja dan siapa saja. Tidak mudah kita membangun hidup hingga meraih segala. Namun, butuh setitik kesalahan untuk meleburkan semuanya. Dari itu, yuk kita selalu memfungsikan indra kita untuk mencerap kebaikan dan hikmah. Kemudian, sekuat daya kita jaga dengan penuh kehati-hatian ucap, sikap, bahkan pendapat kita agar tidak terjerumus menjadi: nila setitik merusak susu sebelanga. (*)
Catatan M Husnaini, penulis buku-buku inspiratif