Kedudukan Anak Angkat dalam Islam adalah tema yang disampaikan Prof Dr Alimatul Qibtiyah MA dalam Kajian Tarjih Muhammadiyah yang diselenggarakan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML) melalui Zoom Clouds Meetings, Rabu (28/10/20).
PWMU.CO – Alimatul Qibtiyah menjelaskan, di masyarakat ada dua “jenis” anak angkat. Pertama seseorang mengangkat anak orang lain seperti anaknya sendiri tanpa memberi status sebagai anak dari orangtua anak.
Kedua seseorang mengangkat anak orang lain untuk diasuh dengan melekatkan nasab anak tersebut kepada orangtua angkat. Anak angkat ini dimasukkan ke dalam kartu keluarga yang berdampak pada hak-hak keperdataan. Seperti saling mewarisi, menjadi wali nikah jika anak yang diangkat tersebut perempuan.
Alimatul Qibtiyah menjelaskan pengangkatan anak yang dibenarkan dalam Islam adalah sebagaimana dalam praktik pertama. “Yaitu tidak melekatkan nasab kepada anak angkat. Dengan demikian status anak angkat tidak memengaruhi keharaman nikah dengan orangtua dan keluarga orangtuanya dan hak-hak lainnya sebagaimana anak kandung,” ujarnya.
Sedangkan anak angkat yang diasuh sejak bayi dan mendapatkan asupan susu dari ibu angkatnya maka berlaku padanya status anak dan ibu susuan. Syaratnya, jika telah memenuhi standar yang ditentukan dalam hadis yaitu minimal mendapatkan susuan sebanyak lima kali susuan dari ibu angkatnya.
Alimatul Qibtiyah lalu menyitir al-Quran Surat al-Ahzab Ayat 4, “Dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatnya sebagai anak kandungmu sendiri.”
Dia menegaskan, anak angkat bukanlah anak sendiri dan status nasabnya tetap melekat pada ayah dan ibu kandungnya. “Dengan demikian pengasuhan dan pengangkatan anak tidak boleh dilakukan dengan mengubah status nasab anak angkat kepada orangtua angkatnya,” tegasnya.
Hak Anak Angkat
Lulusan program doktoral Western Sydney University, Australia itu menjelaskan, hak anak angkat tidak menjadi ahli waris. “Tetapi dapat menerima bagian harta orangtua angkat sebagai harta wasiat wajibah,” ujarnya.
Apa wasiat wajibah? Menurutnya, dalam pengertian hukum Islam adalah wasiat yang diwajibkan, sekalipun pihak orangtua angkat tidak berwasiat agar anak angkat diberi sebagian harta peninggalan. “Jika terjadi sengketa, maka hakim dapat memberikan kepada anak angkat sebagian dari harta peninggalan bapak angkatnya, sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan,” jelasnya.
Dia menyatakan itu berlandaskan pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 Ayat 2, “Bahwa terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah. Selain itu hak anak angkat pada dasarnya anak memiliki hak untuk dipelihara, dirawat, dan dibesarkan oleh orangtuanya sendiri.”
Dia melanjutkan, pada Pasal 14 juga disebutkan, “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak.”
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu juga menyebutkan Pasal 7 Ayat 1 dan 2 bawa setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, maka anak tersebut berhak diasuh sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban Anak Angkat
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, kewajiban anak angkat tidak ada perbedaan dengan anak kandung. “Kewajiban antara anak angkat dengan anak kandung yaitu tetap mendoakan, memberikan bakti, perlindungan, dan memastikan kesejahteraan orangtua baik orangtua angkat dan orangtua kandung serta mempunyai kewajiban merawat diri sendiri dan senantiasa meningkatkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan,” terangnya.
“Jadi anak angkat dan anak kandung pada dasarnya sama-sama anak yang berhak mendapat kasih sayang dane kesejahteraan. Selain juga sama-sama mempunyai kewajiban untuk mendoakan, berbakti dan memastikan kesejahteraan orangtua baik angkat ataupun kandung,” tandas Alimatul Qibtiyah. (*)
Penulis Slamet Hariadi. Editor Mohammad Nurfatoni.