Habib Rizieq Shihab dalam Perang Ideologi AS-China oleh Prof Dr Ahmad Jainuri, guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya.
PWMU.CO-Beberapa waktu yang lalu penulis memposting Perang Ideologi AS-China Berlanjut di Indonesia. Dalam tulisan itu ada lima hal indikasi terkait dengan perebutan pengaruh kedua negara besar tersebut sedang berlangsung di Indonesia. Memasuki babak baru, perang terus berlanjut.
Perang dipersiapkan untuk tidak akan berhadapan secara langsung antara kedua negara besar ini. Tetapi melalui perwakilan dan agen masing-masing di medan pertempuran. Model ini yang disebut proxy war. Kecuali Indonesia memberikan konsesi pengelolaan kepulauan Natuna kepada AS.
Isu ini mengemuka saat kunjungan Menteri luar negeri AS, Mike Pompeo, beberapa waktu lalu. Jika benar, maka kemungkinan besar AS akan juga membangun pangkalan militer di pulau paling jauh di nusantara ini. Meskipun, perjanjian yang tampak adalah pemanfaatan untuk pengembangan kawasan ekonomi.
Jika pembangunan basis militer ini benar, maka perang secara langsung antara AS dan Cina di medan Laut Cina Selatan (LCS) bisa terjadi.
Kehadiran Habib Rizieq Shihab (HRS) hari ini, Selasa, 10 November 2020, ke tanah air menguatkan alasan proxy war yang dipilih. Beberapa peristiwa menguatkan asumsi ini.
Pertama, perubahan sikap pemerintah terhadap HRS. Dari ”menyulitkan” ke ”memudahkan” atas rencana kepulangan HRS penting untuk diurai. Sampai 8 November 2020, sikap pemerintah Indonesia terkesan belum memberikan tanda kemulusan jalan kembalinya HRS ke Indonesia.
Hal ini terlihat dari statemen Menko Polhukam Mahfud MD dan Duta Besar Indonesia di Arab Saudi A Maftuh Abegebriel, yang menggambarkan HRS masih ada masalah terkait dengan kepulangannya.
Namun, semua masalah HRS ini terbantahkan sehari menjelang kepulangan HRS. Melalui Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan sudah tidak ada masalah dengan HRS. Padahal, sebelumnya, kata-kata yang keluar dari Menko ini bukan hanya ancaman terhadap HRS tetapi juga kepada para penjemput HRS di Indonesia.
Kedua, perubahan sikap pemerintah Indonesia terhadap HRS ini karena ada tekanan dari kekuatan negara besar yang bersaing memenangkan pengaruhnya di Indonesia.
Tekanan AS
Sumber ini bukan dari suara resmi pemerintah. Tetapi dari suara orang yang selama ini menjadi corong kepentingan penguasa dalam masalah-masalah yang biasa dilakukan oleh buzzers dan influencers.
DS menyebut perubahan ini karena tekanan AS. Tidak dijelaskan konsesi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia: ancaman atau bantuan. Persoalan HRS di Arab Saudi, yang selama ini ”bermasalah” menurut versi pemerintah Indonesia, namun tidak menurut pemerintah Arab Saudi.
Sikap pemerintah Arab Saudi terhadap HRS, menurut versi Arab Saudi adalah baik-baik saja. Hal ini dapat dimengerti bilamana melihat hubungan negara ini dengan AS. Apa yang tidak bisa dilakukan AS terhadap pemerintah Arab Saudi?
Ketiga, usaha AS dalam membendung pengaruh ideologi dari China mengharuskan Pompeo tempo hari secara khusus menemui GP Ansor. Pilihan ini dilakukan karena saat Gerakan 30 September 1965, elemen umat ini memiliki peran penting dalam memberantas komunisme di Indonesia.
Tetapi karena hasilnya unpredictable, maka pendekatan pada elemen lain dari komunitas muslim dilakukan. Dalam kaitan inilah HRS dan para pendukungnya menjadi solusi yang menjanjikan.
Untuk tujuan ini kemudahan bagi HRS untuk kembali ke tanah air seakan tanpa mendapat rintangan yang berarti. Demikian juga perubahan sikap yang sangat cepat dari pemerintah Indonesia menimbulkan tanda tanya besar. Berubah dari ekstrem kiri ke ekstrem kanan. Konsesi apa yang diperoleh HRS dan juga pemerintah Indonesia dari AS, mari kita tunggu kelanjutannya. (*)
Kota Lumpur, 10 November 2020
Editor Sugeng Purwanto