Berani (Terjuni Politik) Kotor Itu Baik, kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, 10 Nopember 2020 Prof Amien Rais memperkenalkan logo Partai Ummat.
Berlatar warna hitam, gambar bintang di dalam perisai dengan warna kuning emas mengingatkan pada lambang sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lambang tersebut mengingatkan pula pada Partai Persatuan Pembangunan pada pemilu 1987 sampai 1997 sejak diberlakukan azas tunggal dan dilarang menggunakan lambang kakbah sebagaimana pada pemilu 1977 dan 1982.
Didirikan oleh tokoh Islam sekaligus tokoh Muhammadiyah Prof Amien Rais, Partai Ummat diperkiraan menjadi wasilah politik warga persyarikatan.
Muhammadiyah dan Politik
Sementara itu persyarikatan Muhammadiyah tetap berkhitmad dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial tanpa berafiliasi pada partai politik manapun. Tetapi Persyarikatan Muhammadiyah sesungguhnya tidak seratus persen “steril” dari tarikan atau klaim partai politik.
Pada era Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah sempat membantu SI ketika dirongrong oleh SI Merah di Semarang, sempalan SI (Putih) yang berpusat di Surabaya.
HOS Tjokroaminoto bahkan hijrah ke Yogyakarta sampai akhir hayatnya untuk “berlindung” pada warga Muhammadiyah dari gangguan SI Merah Semaun dan kawan-kawan.
Pada masa Revolusi 1945, Muhammadiyah bersama SI dan NU mendirikan Majelis Syuro Muslimin Indonesia sampai pemilu 1955.
Memasuki era Orde Baru, Muhammadiyah ikut mendirikan Golongan Karya dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi).
Hingga fusi Parmusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), aspirasi politik warga Muhammadiyah selama Orde Baru terbagi ke Golkar dan PPP.
Memasuki era Reformasi 1998 dan era multipartai 1999 hingga hari ini aspirasi warga Muhammadiyah terbagi ke banyak partai politik termasuk PAN yang didirikan tokoh Muhammadiyah Amien Rais.
Berjuang di Ranah Kotor
Politik bagi sebagian masyarakat dianggap kotor bahkan sumber masalah, termasuk ketika Partai Ummat hadir sebagai alternatif baru pada pemilu yang akan datang.
Politik memang kotor, mengambil analogi dapur tempat memasak aneka makanan untuk disajikan. Beragam bahan mentah yang kotor dikupas dan yang bau diolah untuk dijadikan masakan.
Demikian juga para pekerja dapur, sudah pasti kotor terkena tumpahan bahan makanan, minyak bahkan kadang teriris pisau demi menyajikan yang terbaik untuk pengkonsumsi makanan.
Para politisi bisa diibaratkan para pekerja dapur yang rela kotor dan rela menghadapi risiko pekerjaan dapur lainnya. Semua pekerja dapur termasuk politisi pasti kotor, tetapi bukan buruk.
Pekerja dapur yang kotor dan buruk adalah yang mencampurkan bahan beracun atau bahan haram ke dalam masakan yang hendak dikonsumsi. Bahan beracun mengancam nyawa, sedangkan bahan haram merusak keimanan seorang Muslim.
Mencetak para politisi Muslim yang baik ibarat mencetak para juru masak yang berani kotor di dapur demi menjamin kualitas makanan yang halal dan thayib.
“Berani kotor itu baik,” demikian bunyi iklan salah satu produk deterjen pakaian agar orangtua tidak mudah melarang anaknya bermain di tempat kotor. Seperti di sungai, sawah, lapangan becek, dan sebagainya sebagai bagian dari belajar membentuk kecerdasan natural.
Dalam bidang politik, orang-orang Muslim yang baik jangan buru-buru dicap kotor jika terjun di dalam dunia politik. “Berani kotor itu baik” bisa ditiru agar orang-orang Muslim yang baik tidak takut terjun dalam dunia politik.
Silakan main lumpur asal jangan makan lumpur. Silakan di dapur asal jangan minum minyak atau memasukkan bahan beracun ke dalam makanan.
Politik sebagaimana dapur, membutuhkan orang-orang baik yang berani “kotor” demi menyajikan makanan yang halal dan thayib untuk konsumsi peradaban menjadi lebih baik.
Persyarikatan Muhammadiyah perlu konsisten pada khitah dakwah, sosial, dan pendidikan. Bukan berpolitik praktis. Tetapi barangkali bisa berposisi sebagai penyedia pembersih kelas wahid agar orang-orang “kotor” karena main lumpur atau main di dapur politik bisa segera kembali bersih.
Barani kotor itu baik. Politik itu kotor. Tapi jangan takut kotor jika tujuannya baik. ada deterjen Muhammadiyah yang bisa membersihkan noda-noda yang menempel, asalkan bukan noda yang “tebal” dan “bandel”. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post