PWMU.CO– Muslim Pro, aplikasi muslim populer yang menyediakan layanan waktu shalat dan al-Quran dicurigai menjual data. Karena itu Anda pengguna aplikasi ini harap berhati-hati dan waspada sebab ada dugaan data pemakainya yang mencapai 98 juta dijual kepada militer Amerika Serikat.
Penyelidikan media online Motherboard yang dimuat vice.com mengungkapkan, militer Amerika Serikat telah mendapatkan data lokasi dari para pengguna sejumlah aplikasi, termasuk Muslim Pro.
Data lokasi adalah satu dari data pribadi yang dibeli oleh Komando Operasi Khusus Militer Amerika Serikat dari aplikasi ponsel di seluruh dunia. Militer AS telah menggunakan data lokasi lain untuk menargetkan serangan drone.
Aplikasi ponsel Muslim Pro ini menyediakan jadwal waktu shalat, kiblat, doa, adzan, al-Quran, dan fasilitas lainnya. Pemilik aplikasi ini adalah seorang Prancis Erwan Mace telah mendapatkan keuntungan besar dari bisnis ini.
Muslim Pro juga masuk daftar seruan pemboikotan produk Prancis oleh umat muslim ketika Presiden Emmanuel Macron menghina Islam. Seruan boikot aplikasi ini sudah menyebar ke media sosial.
Penyelidikan Motherboard menyoroti jual beli data lokasi yang dipakai Amerika Serikat melancarkan serangan ke negara-negara berpenduduk muslim, seperti Pakistan, Afghanistan, Irak dan negara-negara lain di kawasan Timur Tengah dengan alasan membasmi kelompok teroris. Serangan-serangan ini menyebabkan ratusan ribu warga sipil tewas.
Militer AS pun telah mengonfirmasi laporan soal pembelian data lokasi tersebut. ”Akses kita ke perangkat lunak digunakan untuk mendukung persyaratan misi Pasukan Operasi Khusus di luar negeri. Kami secara ketat mematuhi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan untuk melindungi privasi, kebebasan sipil, hak konstitusional, dan hukum warga negara Amerika Serikat,” kata Tim Hawkins, juru bicara Komando Operasi Khusus Militer AS seperti dilaporkan abc.news.
Perusahaan data X-Mode terlibat jual beli data pemilik ponsel ini. Perusahaan ini mengambl data dengan melacak 25 juta ponsel dan perangkat lainnya di Amerika Serikat setiap bulannya, serta 40 juta lainnya di kawasan Eropa, Amerika Latin, dan kawasan Asia Pasifik.
X-Mode kemudian menjualnya kepada kontraktor yang membutuhkannya, salah satunya adalah militer Amerika Serikat.
Muslim Pro Membantah
Perusahaan aplikasi Muslim Pro menyebut laporan penyelidikan tersebut keliru dan tidak benar. Perusahaan ini mengatakan telah menyelidiki secara internal kebijakan pengelolaan data untuk memastikan data pengguna aplikasinya aman.
”Kami telah memutuskan untuk menghentikan hubungan kami dengan semua partner data, termasuk X-Mode, yang akan segera diberlakukan,” kata pihak berwenang Muslim Pro. ”Kami mohon maaf kepada semua pengguna kami atas kekhawatiran akibat laporan ini dan kami mengonfirmasikan data Anda aman bersama kami.”
Muslim Pro menyatakan, pihaknya telah terbuka dan transparan soal data personal yang tersimpan. ”Setiap fitur dari aplikasi Muslim Pro tersedia tanpa mendaftar atau masuk. Ini berkontribusi pada anonimitas data yang kami kumpulkan dan kami proses.”
Sejumlah pengguna aplikasi Muslim Pro merespon seruan boikot produk Prancis ini. Di jejaring sosial seperti Twitter, mereka terang-terangan menyatakan telah menghapus aplikasi Muslim Pro karena kekhawatiran soal data pribadi yang disalahgunakan.
Lewat hashtag #MuslimPro mereka mengunggah foto screenshot yang menunjukkan penghapusan aplikasi dari ponsel mereka.
Di Play Store milik Android dan App Store dari Apple, sejumlah orang juga menulis review yang buruk dan memperingatkan orang lain untuk tidak mengunggah aplikasi Muslim Pro.
Dua Perusahaan Penjual Data
Motherboard melaporkan selain Muslim Pro, aplikasi lain yang menjualbelikan data adalah aplikasi kencan Muslim dan aplikasi Craigslist, aplikasi untuk mengikuti iklim.
Militer AS mendapatkan data lokasi pemakai ponsel dari perusahaan Babel Street, yang menciptakan produk bernama Locate XUS Special Operations Command (USSOCOM), sebuah cabang militer yang ditugaskan untuk melawan terorisme, kontra pemberontakan, dan pengintaian khusus, membeli akses ke Locate X untuk membantu operasi pasukan khusus di luar negeri.
Perusahaan lainnya bernama X-Mode, yang memperoleh data lokasi langsung dari aplikasi, lalu menjual data yang dimiliki kepada perusahaan yang membutuhkan. X-Mode menjual data dari Muslim Mingle, aplikasi kencan yang telah diunduh lebih dari 100.000 kali.
Erwan Mace, kelahiran Prancis yang pindah ke Singapura saat usia 14 tahun. Dia mendirikan perusahaan internet dan teknologi seluler Bitsmedia. Dia juga konsultan teknis di Akamai Paris, CTO di Vivendi Mile Entertainment Paris, Developer Relation untuk Google Asia Tenggara, dan lainnya.
Mendirikan aplikasi Muslim Pro pada April 2008 yang cepat menjadi aplikasi populer di kalangan muslim hingga 2010, pertumbuhan aplikasi ini menguntungkan.
Dia survei kecil-kecilan, bertanya kebutuhan apa yang belum terpenuhi di segmen muslim. Saat bulan Ramadan, Mace mendata data teman-teman muslimnya menanyakan kapan tepatnya jam mulai berbuka dan mulai berpuasa. Mace merancang aplikasi yang memudahkan muslim melihat jadwal berbuka dan sahur. Dari sini kemudian berkembang pada penunjuk waktu shalat, kiblat, doa, dan al-Quran.
Pengunduh terbanyak aplikasinya dari negara-negara Barat seperti Amerika, Inggris dan Prancis yang memiliki komunitas muslim besar. Beberapa tahun kemudian Bitsmedia hadir di Android. Setelah itu, Muslim Pro bermunculan di Indonesia, Malaysia, dan India. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto