Usia Makin Tua, Begini Wajah Muhammadiyah oleh Aji Damanuri, dosen IAIN Ponorogo dan Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Tulungagung.
PWMU.CO–Milad Muhammadiyah telah melewati usia satu abad. Tepatnya 108 tahun pada 18 November 2020. Apakah berarti Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan memasuki usia makin tua renta yang tidak energik lagi?
Tentu usia peradaban tidak bisa diukur dengan usia manusia. Sebab peradaban adalah proses yang bergulir bersama zaman. Ada yang seabad, dua abad, bahkan millenium. Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan.
Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Begitu pun persyarikatan ini. Makin tua usianya bisa jadi makin perkasa mampu membangun peradaban yang mencerahkan dunia.
Antropolog Oswald Spengler menjelaskan, budaya dan peradaban berisi kemajuan dan kemunduran yang berulang kali. Peradaban manusia dapat diumpamakan turun naiknya gelombang lautan. Peradaban juga diibaratkan kehidupan organ manusia yang menempuh tahapan dari kelahiran, kanak-kanak, dewasa, tua dan kematian. Siklus hidup manusia sendiri bagian dari sebuah peradaban.
Lalu bagaimana posisi Muhammadiyah sebagai bagian dari peradaban? Apakah Muhammadiyah sudah memasuki masa tua yang sudah tidak energik lagi dan menuju pada kematiannya? Ataukah dia masih saja anak-anak yang masih nakal dan mudah marah oleh keadaan? Ataukah dewasa dengan gagasan-gagasan segar yang mencerahkan dunia?
Bagi penulis, Muhammadiyah pada usia 108 tahun ini secara umum telah memasuki fase kedewasaannya. Kedewasaan Muhammadiyah terlihat dalam menyikapi problem umat baik lokal maupun global.
Sikapnya terukur dan berpikir komprehensif. Artinya selalu responsif non reaktif. Tidak reaksioner terhadap isu-isu yang menjadi perhatian dunia. Muhammadiyah selalu berpikir solutif bagi kemaslahatan umat. Untuk apa mendeklarasikan sikap reaktif jika tidak memberikan solusi, hanya menjadi pelampiasan kemarahan belaka. Namun sikap Muhammadiyah yang demikian sering dianggap oportunis dan terkesan kurang tegas.
Sikap Strategis yang Teruji
Respon Muhammadiyah terhadap UU Omnibuslaw, kartun Rasulullah di Prancis, kedekatan dengan pemerintahan, konsistensi penerapan protokol kesehatan masa pandemi dan lainnya banyak mendapat tanggapan negatif di dunia maya.
Tetapi justru di sinilah sebenarnya bukti kedewasaan berpikir dan bersikap, strategis tapi solutif. Bukan hanya masa kini, pada masa penjajahan Muhammadiyah bersikap strategis. Meski mengetahui Belanda adalah penjajah kafir dan zalim, namun tetap mendaftarkan legalitas organisasi pada pemerintahan kolonial.
Sikap ini banyak dicemooh sebagai sikap oportunis karena akomodatif terhadap penjajah. Namun ternyata itu bagian dari strategi Muhammadiyah memperjuangkan kemerdekaan. Dengan cara tersebut Muhammadiyah mampu menyiapkan kader-kader terbaik rakyat agar tercerahkan secara ekonomi dan pendidikan. Terbukti ampuh mengantarkan Indonesia pada kemerdekaannya.
Begitu juga sikap Muhammadiyah dalam isu-isu politik dunia, realitas hadirnya diaspora muslim ke negara-negara Barat, baik Amerika maupun Eropa, harus disikapi secara strategis, masif dan terukur dengan serangkaian program yang berperspektif masa depan.
Sikap reaksioner, apa lagi radikal hanya akan merugikan desain besar Tuhan mengislamkan Barat. Setiap darah Muhammadiyah tentu mendidih melihat nabinya dihina. Namun mengumbar umpatan bukan ciri kedewasaan peradaban.
Muhammadiyah memilih melakukan internasionalisasi Islam moderat yang rahmatan lil alamin lewat jaringan internasional Muhammadiyah demi masa depan Islam di dunia. Proyek internasionalisasi Muhammadiyah dengan gagasan Islam wasatiyah yang modern mendapat sambutan yang menggembirakan baik di Timur maupun Barat.
Ciri Kedewasaan
Ciri lain kedewasaan Muhammadiyah adalah tahan banting terhadap kritik. Apa lagi yang disampaikan secara ilmiah berdasar pada data. Suatu hari saya kedatangan sesepuh Muhammadiyah Tulungagung Kiai Halim Abadi. Salah satu wejangan yang sangat saya ingat adalah: Jadi kader Muhammadiyah itu harus matang dan dewasa. Cirinya adalah memiliki karakter yang kuat.
Sedang kader karbitan itu kekanak-kanakan, biasanya sugetan alias gampang ngambek, mutungan (gampang putus asa), cengkiling (tega pada orang lain), cupet pikir (berpikir pendek).Alhamdulillah, Muhammadiyah dengan sistem kaderisasinya yang sistematis melahirkan jiwa-jiwa tangguh yang tahan terhadap kritik, baik internal maupun eksternal.
Dalam usianya ke-108 Muhammadiyah memiliki kematangan dan kedewasaan ideologis, tetap bertahan dari gempuran paham keagamaan yang menginfiltrasi secara masif sejak awal reformasi. Meskipun sempat sedikit mengguncang namun nyatanya tetap tegak berdiri memberi manfaat pada negeri.
Manhaj keagamaan Muhammadiyah yang berbasis pada al-Quran dan as-Sunnah terus mencerahkan gerak langkah organisasi. Bahkan dalam kerja-kerja cerdas Muhammadiyah lewat Lazismu, MDMC, Bulogmu dan lainnya, tampak bukan dewasa, tapi remaja yang lincah dan menarik perhatian.
Jika melihat beberapa personel dalam struktur organisasi mulai dari ranting sampai pimpinan pusat, Muhammadiyah tampak mulai menua. Roda organisasi dipegang oleh mayoritas orang tua yang sering kali gagap teknologi dan lamban. Sedang generasi di bawahnya kurang memiliki ghirah perjuangan. Inilah yang kadang membuat gerakan Muhammadiyah kalah menawan dengan gerakan-gerakan transnasional yang dikemas dengan perspektif marketing yang bagus.
Dunia Medsos
Ada juga dalam dunia maya (medsos) beberapa kader Muhammadiyah tampak kekanak-kanakan. Memberikan respon, tanggapan dan komentar terhadap apa saja yang diposting orang lain. Terkesan larut dan terbawa arus permainan media, masuk dalam debat kusir tiada hasil yang sering kali hanya memperuncing kutub kebencian antar ummat.
Sikap reaksioner ini tampak juga menjangkiti beberapa pengurus Muhammadiyah yang justru menurunkan marwah ketokohannya. Yang perlu dicatat, bahwa sikap dan perilaku para penggerak Muhammadiyah akan menentukan daur hidupnya dalam membangun peradaban.
Meskipun daur hidup peradaban ini hanya salah satu perspektif dalam khasanah ilmu sejarah namun penting untuk diresapi dan disadari supaya Muhammadiyah tidak segera terkubur dalam liang sejarah.
Secara organisatoris Muhammadiyah secara umum menunjukkan ciri-ciri kedewasaannya. Namun dalam riak-riak kasuistik tampak seperti anak-anak, remaja bahkan tua, tergantung pada sikap yang ditampilkan.
Capaian-capaian Muhammadiyah dalam membangun peradaban yang ditandai dengan kemajuan arsitektur, kualitas sumber daya manusia, keadaban komunikasi, keluhuran pekerti, kepekaan dan kepedulian sosial sebagai fitur peradaban harus terus dijaga supaya tidak masuk pada daur ambang kematian. (*)
Editor Sugeng Purwanto