PWMU.CO – Indonesia mengalami kerusakan berpangkat, dari disorientasi kehidupan nasional, kediktatoran konstitusional, dan arogansi kekuasaan.
Demikian yang disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tahun 2005-2015 Prof Din Syamsuddin dalam Launching dan Bedah Buku Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Sabtu (21/11/20).
Pada kegiatan yang digelar secara virtual dalam rangka Milad ke-108 Muhammadiyah tersebut, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyebut Indonesia mengalami kerusakan berpangkat atau multilevel damage.
Tiga Kerusakan
Kerusakan pertama, kata Din Syamsuddin, adalah adanya deviasi, distorsi, dan disorientasi kehidupan nasional dari nilai-nilai dasar. “Praktik kehidupan nasional kita tidak mengacu di sana. Baik kehidupan politik, sistem politik, sistem pemilu, dan pilpres kita jika dikaitkan dengan sila keempat Pancasila masih jauh panggang dari api,” ujarnya.
Kerusakan tingkat kedua, kata dia, hasil dari sistem rusak adalah hasil yang rusak. “Hasil dari nilai yang rusak dan tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar tadi ada penyimpangan dan penyelewengan. Yaitu membangun kediktatoran konstitusional, constitusional dictatorship,” paparnya.
Kediktatoran konstitusional, menurut Din adalah disahkannya berbagai undang-undang kontroversial. “Seperti UU Covid-19, itu mengambil fungsi utama DPR yakni budgeting anggaran. Padahal, salah satu prinsip demokrasi itu adalah hak rakyat untuk budget. Untuk menunjukkan berapa pendapatan dan berapa pengeluaran,” terang Din.
Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu
Din juga menyampaikan kerusakan tingkat ketiga adalah arogansi kekuasaan. Yakni ketika peran civil society tidak didengar. “Ketika PP Muhammadiyah, PBNU, Komnas HAM mengusulkan agar pilkada ditunda, termasuk juga UU Omnibus Law. Namun anjing menggonggong kafilah tetap berlalu,” tutur Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Dea Malela (YPKDM) itu.
Bagi Din, hal tersebut merupakan kerusakan struktural yang agung. Kemungkaran yang sangat-sangat serius, yang berada pada tataran kehidupan struktural bersama. “Maka amar makruf nahi mungkar-nya harus keras. Padahal sudah keraspun masih seperti itu. Karena ayat yang diajarkan KH Ahmad Dahlan saat pertama kali mendirikan persyarikatan adalah Ali Imran ayat 110, yakni Kuntum khairu ummatin ukhrijat linnaas ta’muruuna bil ma’ruf wa tanhauna anil munkar,” ungkap dia.
Din lalu berpesan pada warga persyarikatan untuk mengencangkan amar makruf nahi mungkar. “Jadi mohon pada warga Muhammadiyah, agar pada milad ke-108 ini, baik skala nasional dan global, ada kerusakan akumulatif, yang dikarenakan sistem dunia yang rusak. Indonesia juga mengalami hal tersebut, namun banyak yang tidak menyadari dan merasa baik-baik saja. Maka untuk milad Muhammadiyah ke-108 untuk mengencangkan amar makruf nahi mungkar,” pesan Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Labu, Jakarta Selatan itu. (*)
Penulis Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.