Antara Ridha Allah dan Ridha Manusia ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian Antara Ridha Allah dan Ridha manusia ini berangkat dari hadits riwayat Ibnu Hibban dan Tirmidzi.
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ ، رَضِيَ الله عَنْهُ ، وَأَرْضَى النَّاسَ عَنْهُ ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ ، سَخَطَ اللَّهُ عَلَيْهِ ، وَأَسْخَطَ عليه الناس ) رواه ابن حبان
Dari Aisyah, Ia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ “Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhainya dan Allah akan membuat manusia yang meridhainya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”
Ridha Allah
Ridha atau dalam bahasa sehari-hari disebut rela atau kerelaan. Yaitu merupakan sikap yang melegakan dan membahagiakan bagi kedua belah pihak atau lebih. Sebagai contoh jika seorang pemimpin yang rela terhadap kinerja anak buahnya akan menghasilakn kerelaan pula bagi anak buahnya tersebut. Maka sikap kerelaan akan berdampak positif bagi kedua belah pihak.
Bagi seorang hamba yang dalam perilakunya lebih mengutamakan keridhaan Tuhannya dari pada ridha manusia—bahkan ada risiko dibenci oleh manusia yang lain sekalipun dan tetap mempertahankan sikapnya—maka pada saatnya orang lain akan meridhainya pula.
Sikap demikian menunjukkan adanya keimanan yang kuat dalam jiwa seorang hamba terhadap tuhannya. Sehingga tidak mudah tergoda oleh sekedar rayuan duniawi yang sifatnya sangat sementara.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡرِي نَفۡسَهُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (al-Baqarah 207)
Bagi seorang hamba yang konsisten dalam rangka selalu mencari ridha Allah maka ialah sebaik-baik makhluk.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (al-Bayyinah 7-8).
Sebagai seorang pemimpin dalam rangka menjaga sikapnya itu adalah tetap berbuat adil kepada dirinya dan rakyatnya. Ada sikap kehati-hatian dalam menjaga amanah Allah demi kesejahteraan rakyatnya, dan bukan hanya demi kesejahteraan dirinya semata.
Selalu berpegang teguh dengan nilai kebenaran dan selalu berpihak pada mereka yang terus konsisten dalam kebenaran amar makruf nahi mungkar.
Kebenaran bagi mereka tidak diukur dari prespektif berpikirnya sendiri semata yang seringkali lemah dan terbatas, akan tetap selalu mengedepankan musyawarah dalam rangka menjaga konsistensinya terhadap nilai keadilan dan kebenaran, yaitu berdasarkan al Quran dan sunnah Rasulullah SAW.
Murka Allah
Dalam hadits di atas, Rasulullah mengisyaratkan bahwa ada orang yang dalam hidupnya hanya mencari ridha manusia walaupun Allah tidak ridha. Maka pada saatnya orang juga akan tidak menyukainya. Mentalitas orang demikian selalu menjunjung tinggi apa yang menjadi pendapat tuannya. Hal ini digambarkan oleh Allah terhadap sosok Haman yang merupakan menteri segala urusan di zaman Firaun berkuasa.
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرِى فَأَوْقِدْ لِى يَٰهَٰمَٰنُ عَلَى ٱلطِّينِ فَٱجْعَل لِّى صَرْحًا لَّعَلِّىٓ أَطَّلِعُ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّى لَأَظُنُّهُۥ مِنَ ٱلْكَٰذِبِينَ
Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.”
Begitulah Haman, ia mengikuti saja apa kata tuannya sekalipun apa yang diperintahkan atau yang dikatakan tuannya itu bertentangan dengan kebenaran, ia ikuti demi mencari ridla tuannya itu.
Akibat melampui batas Allah murka pada seorang hamba
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَىٰ. وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ
Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada kamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya dia binasa. Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar. (Thaha 81-82)
Allah Ridha, Hamba Ridha
Nafsu muthmainnah atau jiwa yang tenang adalah isyarat al-Quran bagi seorang mukmin yang benar. Kehidupannya tidak disertai keraguan sedikit pun kepada Allah. Selalu berpandangan positif akan kehidupannya. Berpikiran positif kepada Allah juga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dengan benar.
Semoga kita termasuk hamba Allah yang senantiasa memiliki jiwa yang tenang atau nafsu muthmainnah ini.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 27-30) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 11 Tahun ke-XXV, 27 November 2020/11 Rabiul Akhir 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.