PWMU.CO – Jika Diukur Jumlah Anggota, Muhammadiyah Gagal. Hal itu dikatakan Prof Dr Abdul Munir Mulkhan SU, Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada webinar yang diselenggarakan Keluarga Besar Muhammadiyah Universitas Negeri Malang (KBM UM) via Zoom, Senin (23/11/2020)
Munir Mulkhan menuturkan, Muhammadiyah adalah organisasi sipil terbesar di sebuah negara dan Muhammadiyah sejatinya yang membangun infrastruktur Indonesia ini dengan membangun sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain.
“Jika keberhasilan Muhammadiyah hanya diukur dari banyaknya anggota tentu gagal. Karena hingga usia 108 tahun ini anggota Muhammadiyah yang terdaftar menurut penelitian saya di bulan Februari tahun 2020 belum ada dua juta yang berkartu anggota Muhammadiyah,” jelasnya.
Muhammadiyah Menggerakkan Amal Shalih
Wakil Sekretaris PP Muhammadiyah periode 2000-2005 ini mengatakan, indikator keberhasilan Muhammadiyah adalah ketika banyak orang yang mengikuti jejak Muhammadiyah.
Dia mengungkapkan, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki jasa besar dalam menggerakkan masyarakat Indonesia untuk bergotong royong melakukan amal sholih.
“Agak sulit ditemukan model organisasi yang melakukan iuran untuk membangun masjid, sekolah, panti asuhan, rumah sakit. Tapi itu dilakukan oleh Muhammadiyah sejak ia berdiri,” terangnya.
Anggota Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah sejak 1986 tersebut mengatakan, pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah tentu tidak luput dari bully-an dan caci maki. Namun seiring waktu banyak yang mengikuti.
“Dulu Muhammadiyah itu di-bully, dicaci maki, karena melakukan modernisasi, merasionalisasi. Saat orang shalat di lapangan, dihina. Masak tempat menggemabala kambing kok dibuat shalat,” katanya.
Muhammadiyah Dibully namun Diikuti
Tidak hanya berhenti di situ, ketika Muhammadiyah mulai mengajak masyarakat untuk mencerdaskan diri dengan membangun sekolah, bullyan dan caci maki pun selalu mengiringi.
“Karena dulu yang sekolah hanya meneer-meneer Belanda. Orang-orang Kristen dan Katolik. Sehingga Muhammadiyah dicaci maki karena dianggap melecehkan Islam,” ucapnya.
Dia mengatakan, di tahun 1917-an ada Program Guru Keliling. Bahkan para kiai Muhammadiyah turun ke lapangan untuk mencari murid. Kalau ada orang berkerumun, diajak. Nah inilah yang kemudian menjadi embrio Muhammadiyah.
Selain mengajak masyarakat, menurutnya Muhammadiyah juga membuat warga bangsa ini menyadari bahwa hidup harus sehat.
“Maka ada slogan dari KH Ahmad Dahlan Jadilah dokter, insinyur, dan kembalilah ke Muhammadiyah,” ujarnya.
Muhammadiyah Beramal demi Kemanusiaan
Di usia 108 tahun ini, dia pun berpesan agar Muhammadiyah terus-menerus memperbarui situasi. Terus kreatif inovatif sesuai tantangan yang dihadapi.
“Tapi jangan merasa gagal jika tidak banyak orang yang menjadi anggota Muhammadiyah. Tapi ukurlah kesuksesan itu dari banyaknya yang mengikuti jejak Muhammadiyah,” ujarnya.
Dia menegaskan, Muhammadiyah itu mendirikan sekolah, panti asuhan, rumah sakit, masjid, bukan dengan maksud mengubah agama (yang ditolong) untuk menjadi islam atau untuk menjadi Muhammadiyah. Tapi semua itu demi kemanusiaan.
Dia juga mengajak kader IMM UM untuk mensyukuri kelahiran Muhammadiyah dengan melanjutkan gerakan pemberdayaan masyarakat, mengumpulkan orang miskin, memberi beasiswa bagi yang kurang mampu.
“Kader IMM UM agar punya shibghah dan daya dobrak yang tinggi melebihi kader dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah, karena kondisinya tentu berbeda. Jadilah yang terbaik dan lakukan aksi-aksi nyata,” pesannya. (*)
Kontributor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni