In Memoriam Ketua DDII Jatim Ustadz Sudarno Hadi, ditulis oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah sosial-keagamaan.
PWMU.CO – Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Timur Ustadz Sudarno Hadi wafat, Rabu (25/11/2020). Banyak yang bersedih atas kepergian aktivis dakwah yang potensial dan relatif masih muda itu.
Sudarno Hadi lahir di Kediri pada 31 Maret 1965. Dia kader Pelajar Islam Indonesia (PII). Dia peserta Leadership Basic Training tahun 1984 di Gurah-Kediri. Lalu, menjadi Ketua Umum Pimpinan Daerah PII Kediri 1989. Sebelumnya, dia berpengalaman sebagai Ketua PII Komisariat Plosoklaten Kediri.
Pada 1991, di Pimpinan Wilayah PII Jawa Timur, Sudarno Hadi diberi amanah sebagai Wakil Ketua Korwil Majelis Dakwah. Dengan posisinya ini, setidaknya ada dua hal yang mudah diingat.
Pertama, dia rajin menyelenggarakan Kajian Islam Intensif tiap bulan. Kedua, dia aktif bersilaturrahim ke tokoh-tokoh senior pergerakan Islam di Surabaya.
Kader Tamat Anshori
Sudarno Hadi kemudian direkrut oleh Tamat Anshori untuk turut mengaktifkan DDII Jawa Timur. Waktu itu Pak Tamat, sapapan akrabnya–adalah salah satu Wakil Ketua, sementara Ketua Umum-nya adalah KH Misbah.
Rekrutmen ini berawal dari sebuah kebutuhan, bahwa kala itu DDII Jawa Timur sedang membutuhkan tenaga penuh waktu untuk membantu kerja-kerja kesekretariatan. Pas, saat itu, Sudarno Hadi sering berinteraksi dengan aktivis senior, terutama dengan Pak Tamat.
Setelah resmi membantu DDII Jawa Timur, dengan menjadi salah satu Wakil Sekretaris, Sudarno Hadi banyak menyertai Pak Tamat saat mengunjungi berbagai Kabupaten dan Kota di Jawa Timur untuk konsolidasi organisasi.
Lewat aktivitas itu, Sudarno Hadi setidaknya mendapat dua manfaat. Pertama, dia tahu peta perjuangan DDII Jawa Timur. Terkait ini, dia pun mengenal secara dekat tokoh-tokoh DDII di berbagai daerah Jawa Timur. Kedua, dia manfaatkan kunjungan ke berbagai daerah itu untuk juga bersilaturrahim ke pengurus dan atau aktivis PII setempat.
Jejak Perjuangannya
Setidaknya ada lima peran penting Sudarno Hadi dalam perjuangannya sebaai aktivis dakwah Jawa Timur. Seperti disampaikan Rizal Aminuddin—sahabat seangkatan di PII. Pertama, Sudarno Hadi adalah aktivis yang gesit dan tanggap situasi. Pada 1990, saat Iraq menginvasi Kuwait, tokoh-tokoh Islam di negeri ini membuat pernyataan sikap menyesalkan peristiwa itu.
Di Jawa Timur, Sudarno Hadi menemui tokoh-tokoh Islam untuk turut membubuhkan tanda tangan di surat pernyataan itu. Selanjutnya, surat itu dikirim ke Kedubes Irak.
Kedua, Sudarno Hadi turut dalam advokasi pemakaian jilbab terutama di akhir 1980-an. Saat itu ada larangan pelajar putri berjilbab saat ke sekolah. Di antara langkah kalangan Islam adalah kasus ini ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam perkembangannya, Sudarno Hadi ikut mencarikan saksi ahli.
Dia berhasil menghadirkan Ustadz Muhadjir Sulthon, anggota MUI Jawa Timur sekaligus dosen UIN Surabaya. Singkat kisah, alhamdulillah, Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan bahwa pelajar putri boleh berjilbab ke sekolah.
Ketiga, Sudarno Hadi sangat dipercaya oleh DDII Pusat. Misalkan, dulu Sudarno Hadi diminta untuk mengirim bantuan langsung ke Timor Timur. Bantuan tersebut, untuk komunitas Muslim yang ketika itu sedang menderita akibat terjadinya sebuah kerusuhan. Dengan kapal laut dia langsung ke lokasi yang harus dibantu.
Keempat, pernah pula, Sudarno Hadi diminta turut menyelesaikan problema berat yang dihadapi salah sebuah desa di Jember. Kala itu seluruh warga desa itu diklaim pindah agama alias murtad oleh pihak tertentu. Klaim itu diperlukan oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab itu untuk mendapatkan bantuan.
Kelima, pada saat tsunami 2006 di Aceh, Sudarno Hadi turun langsung. Dia membawa bantuan dari Lembaga Amil Zakat DDII Pusat.
Selamat Jalan!
Memang, pria berpostur tegap ini—tinggi sekitar 170 cm—adalah aktivis dakwah yang cekatan. Saat Tamat Anshori menjadi Ketua DDII Jawa Timur, Sudarno Hadi dikenal sebagai semacam tangan kanannya. Sementara, keduanya, dikenal punya pembawaan yang sama: Energik! Mobilitas mereka tinggi
Sudarno Hadi sebagai muballigh, banyak diundang di berbagai tempat. Performanya, diterima oleh masyarakat. Berikut beberapa kenangan yang disampaikan para aktivis.
“Saya terkesan dengan Ustadz Sudarno, sebab dalam menyampaikan tausiah-tausiahnya penuh berhias senyum dan menyejukkan,” tutur Hari Astuti, seorang akivis.
“Beliau orang baik. Sabar tapi tegas,” timpal Jumilah, juga aktivis.
“Sudarno Hadi itu aktivis dakwah yang konsisten, gigih, dan bersungguh-sungguh,” kata Busyairi Mansyur, mantan Ketua Umum Persis Jawa Timur.
“Teguh dalam sikap dan pendirian,” kata Tom Mas’udi, rekan seangkatan almarhum saat mengikuti Leadership Basic Training.
Sudarno Hadi meninggalkan seorang istri dan seorang anak. Sang anak, Muhammad Afif Amrullah, Al-Hafidz lulusan Aliyah Pondok Pesantren Islamic Center Bin Baz Yogyakarta. Sekarang, sambil mengajar di almamaternya, Afif sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jawa Tengah.
Ustadz Sudarno Hadi, sahabat seperjuangan kami, selamat jalan! Langkah dakwah engkau yang selalu bersungguh-sungguh dan gesit terhenti. Semoga kami dapat meneruskan perjuangan engkau, seorang aktivis dakwah yang tak kenal lelah dan selalu siap dengan senyum yang menyejukkan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.