PWMU.CO – Kunci keberhasilan Sri Herawati, Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang, dalam melakukan pengaderan di tengah keluarga layak diapresiasi. Pasalnya, tujuh anaknya berhasil menjadi kader andalan ortom persyarikatan.
Hal itu terungkap saat da menjadi pamateri Sekolah Kader Ideologi yang diselenggarakan Majelis Pembinaan Kader (MPK) PDA Kota Malang secara virtual, Ahad (28/11).
Menurutnya pengaderan itu dimulai dengan memperkenalkan lambang-lambang Muhammadiyah beserta organisasi otonom pada anak-anaknya sejak dini.
“Jadi anak-anak itu saya kenalkan lambang-lambang Muhammadiyah sejak dini. Hampir di semua ruangan ada gambar Muhammadiyah, Aisyiyah, dan semua ortomnya. Karena ini merupakan bagian dari proses perkaderan dalam keluarga,” tutur Hera, sapaan akrabnya.
Selain mengenalkan lambang Muhammadiyah, Hera juga mengaku mengajari semua anaknya lagu-lagu persyarikatan sejak mereka duduk di bangku Taman Kanak-Kanak Aisyiyah atau Asiyiyah Bustanul Athfal (ABA).
Dia lalu menunjukkan foto juara I Lomba Gerakan Bermasker katagori keluarga yang diadakan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur.
“Ini foto keluarga kami dengan baju kebesaran masing-masing. Itu ada yang tidak percaya sampai ada yang telpon ke Bu Ruli, sekretaris kita. Dikira itu anak-anak lain yang diseragami. Padahal bener itu adanya (anak-anak saya),” ujar Hera tersenyum saat menunjukkan foto keluarga lengkap dengan seragam ortom masing-masing.
Seperti yang dikabarkan dari akun PWA Jatim, keluarga Dra Hj Sri Herawati telah terpilih menjadi juara I gerakan bermasker keluarga Aisyiyah.
Dalam foto tersebut Hera didampingi suaminya, KH Ahmad Taufik—Mantan Ketua PDM kota Malang yang saat ini menjabat Ketua FKUB Kota Malang.
Juga enam anaknya (satu tidak ikut). Yaitu Ahmad Shobrun Jamil (anggota PWPM Jawa Timur), Mujahidin Ahmad (Ketua PDPM Kota Malang), Jihan Mawaddah, Mardliyatus Sa’diyah (PDNA Kota Malang), Ahmad Rizki Mubarok (PC IMM Malang Raya), dan Ahmad Multazam AlGhifari (PD IPM Kota Malang).
Kedudukan dan Fungsi Keluarga
Menurut Hera, keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa. Sebab keluarga sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan.
Karena itu menjadi kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah,” ujarnya
Perempuan berparas cantik itu juga menegaskan, keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu difungsikan—selain untuk mensosialisasikan nilai-nilai ajaran islam—juga melaksanakan fungsi kaderisasi. Sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi Muslim Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan penyempurna gerakan dakwah di kemudian hari.
Mengutip pernyataan Muhammad Djazman dan Prof Amien Rais, Hera memaparkan, kader merupakan sekelompok manusia terbaik yang merupakan tulang punggung dari kelompok yang lebih besar.
“Kader juga merupakan sekelompok manusia yang terorganisasi secara permanen yang menjadi soko guru dari kesatuan yang lebih besar dan kader adalah inti gerakan persyarikatan,” terangnya.
Menurutnya, konsep dasar perkaderan Muhammadiyah itu terdapat dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Dia menegaskan, jangan sampai keluarga Muhammadiyah meninggalkan generasi yang lemah. Dalam hal ini lemah akidah, ilmu, akhlak, ekonomi dan fisik.
Ciri-Ciri Seorang Kader
Mengutip pendapat Khoiruddin Bashori, Hera menyampaikan ada empat ciri seorang kader, yaitu memiliki motivasi yang tinggi, memenuhi komitmen, memiliki kontrol diri dan berfikir kreatif .
“Proses pembinaan kader itu ibarat menanam benih tanaman, yang jika rajin disiram serta diberi pupuk maka akan terus tumbuh subur dan pada akhirnya akan membuahkan hasil,” katanya memberi analogi.
Menurutnya, kelahiran Nasyiatul Aisyiyah (NA), Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Tapak Suci dan Hizbul Wathon merupakan bukti dari keseriusan Muhammadiyah akan arti pengaderan bagi persyarikatan.
Ketua Wanita Islam Malang itu juga menyampaikan pendapat Haedar Nashir tentang tiga kendala kaderisasi Muhammadiyah.
Pertama belum terpadunya tiga pilar kaderisasi lembaga pendidikan, keluarga, dan MPK (sebagai sumber daya insani serta otonomnya) dan struktur penyelenggaraan kaderisasi dalam suatu kelembagaan persyarikatan .
Kedua, dana yang belum maksimal secara khusus digali dan didayagunakan bagi pengembangan kader.
Ketiga, ambivalensi atau ketidak konsistenan sementara pimpinan persyarikatan dalam mensukseskan kaderisasi secara serius dan tersistem, sehingga kaderisasi hanya manis dalam kata-kata namun belum dalam tindakan .
Karena itu, sebagai kader Aisyiyah yang merupakan salah satu penggerak persyarikatan, Hera mengajak agar semua kader Aisyiyah memahami tujuan Muhammadiyah.
“Kemudian berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut. Menyiapkan tenaga penggerak organisasi dan memahami serta menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern,” ucapnya. (*)
Kunci keberhasilan Sri Herawati dalam mengader putra-putrinya in semoga menjadi insiprasi bagi keluarga Muhammadiyah! (*)
Penulis Uzlifah Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni