PWMU.CO – Fastabiqul Khairat PTM Hadapi Kompetisi Global. Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir MSi pada pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Dr dr Sukadiono MM periode 2020-2024—atau periode ketiga—yang digelar secara virtual, Selasa (8/12/2020).
“Di medsos ramai ada perguruan tinggi milik negara sebelah di Bumi Serpong Damai Tangerang. Banyak yang heboh. Nah Muhammadiyah mestinya kehebohannya harus dengan cara muwajahah. Hadapi saja dengan cara menghasilkan perguruan tinggi Muhammadiyah yang bisa ber-fastabiqul khairat dengan mereka. Sebab mau tidak mau proses ini, kompetisi global, akan berlanjut bukan hanya periode ini,” ujarnya.
Sejak ujung Orde Baru, ujarnya, wilayah perdagangan bebas dan hubungan antarbangsa terbuka dan muncul globalisasi. Kita tidak bisa lagi lari dari dinamika ini. Menurutnya, kompetisi itu hukumnya sunatullah objektif yang berlaku di mana saja.
“Namun umat terbaik bisa menghadapi ini. Ketika dia dikompetisikan dia bisa ada di depan jadi imam dan ketika di-compare bisa ada di atas. Dan Muhammadiyah bisa merintis dan menggerakkan itu. Dan terus berbuat,” jelasnya.
Membangun untuk Umat dan Bangsa
Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah membangun amal usaha bukan untuk Muhammadiyah. “Membangun sekolah, rumah sakit, layanan sosial, perguruan tinggi dan seluruh amal usahanya tidak lain dan tidak bukan untuk kemajuan umat, bangsa dan kemanusiaan universal,” sambungnya.
Sehingga, sambungnya, dukungan bantuan dan kerjasama akan menjadi investasi yang bersifat multiaspek, terutama yang bersifat nation and character building bagi bangsa ini.
“Dalam semangat melangkah ke depan, maka kita berpijak kepada spirit Islam berkemajuan yang menjadi paradigma gerakan Muhammadiyah. Islam berkemajuan meniscayakan semangat untuk musabaqah. Fastabiqul khairat itu bagian dari spirit berkemajuan.
“Dalam konteks membangun umat maka berkemajuan merupakan diksi dari KH Ahmad Dahlan. Mengajarkan al-Maun selama tiga bulan dan al-Ashr tujuh bulan, juga Ali Imran ayat 110. Ayat ini menarik karena selain ada usaha ikhtiar yang niscaya yang menurut Prof Kuntowijoyo dalam tafsirnya menjadi aspek humanisasi, liberasi, dan transendensi,” paparnya.
Menurunya, hal itu diawali dengan imperatif untuk membangun umat yakni khairu ummah (umat terbaik). Mengutip Ibnu Katsir, menafsirkan khairu ummah dikaitkan dengan hadist sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Juga dikaitkan dengan al-Baqarah 143.
“Jadi tujuan utama dari cita-cita Islam itu khairu ummah. Ini konsep yang luar biasa dalam Islam, yang punya rujukan pada al-Quran dan hadits, yang dalam konteks gerakan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan kemudian berijtihad bahwa untuk membangun umat harus dimiliki dengan kerangka teologis, pekerjaan dakwah amar makruf nahi mungkar dengan cara lil muwajahah,” terangnya.
Aktualisasi, menurutnya, ada pranata sistem modern. Contohnya amal usaha itu dibangun di atas sistem yang modern. Tetapi membawa nilai identitas Islam yang terkolaborasi dalam sistem itu, bukan hanya sebagai value yang normatif.
Pembongkaran Al-Maun
Haedar Nashir mencontohnya KH Ahmad Dahlan yang melakukan pembongkaran konstruksi pemahaman para ulama dan umat Islam yang membahas al-Maun sebatas normatif.
“Dan norma pun mungkin kalau diejawantahkan dalam praktik yang bersifat kedermawanan semata. Tetapi dalam pemikiran KH Ahmad Dahlan yang melompat itu kemudian ditafsirkan menjadi sebuah pranata Islam modern, yakni rumah sakit (layanan kesehatan) dan layanan sosial yang melembaga. Ini sangat modern dan tidak ada kondisi sebelumnya dari para ulama atau pembaharu yang seperti Dahlan,” tegasnya.
Bagaimana mungkin, lanjutnya, surat yang singkat itu diajarkan selama tiga bulan. KH Dahlan tidak sedang bermain-main tetapi melakukan dekonstruksi untuk kepentingan rekonstruksi dan konstruksi. Atau konstruksi dan rekonstruksi.
“Ada orang suka membongkar tetapi tidak bisa memasang. Itu bengkel amatiran. Dan inilah yang oleh Pak Mukti Ali dikatakan Dahlan itu punya laduni dalam arti positif,” imbuhnya.
Selain itu, tambahnya, Kiai Dahlan melahirkan gerakan perempuan yakni Aisyiyah. Waktu itu pandangan keagamaan tradisional meletakkan kaum perempuan di wilayah yang domestik. Ibu terkerangkeng dalam struktur yang monolitik, termasuk dalam pandangan keluarga.
“Juga budaya mengkerangkeng perempuan hanya urusan domestik. Dahlan tanpa belajar emansipasi, dia melahirkan pandangan bersama Nyai Dahlan pergerakan perempuan. Tidak ada pada Abduh, Ibnu Taimiyah, apalagi pada Wahab dan lain-lain. Nah inilah kekuatan Muhammadiyah,” ungkapnya.
Pranata Islam Modern
Haedar Nashr melanjutkan, “Itu hasil pemahaman khairu ummah yang terus kita ikhtiarkan dengan apa yang oleh Pak Kuntowijoyo disebut sebagai proses humanisasi yang bersifat positif dengan al-amru al-makruf, tetapi juga ada aspek liberasi an-nahi anil mungkar, dan ada transendensi hablum minallah yang berpuncak pada tauhid.
“Konteks ini sangat mendasar bagi pimpinan Muhammadiyah untuk merekonstruksi bahwa ketika sekarang kita punya perguruan tinggi yang banyak dan besar, itu bukan pekerjaan pragmatis. Itu pekerjaan Kiai Dahlan yang merupakan hasil perenungan teologis. Dan teologis ini melahirkan elaborasi gerakan keislaman yang berkemajuan,” paparnya.
Jadi, lanjutnya, konsep normatif dan konsep teologis itu punya kaki dan tangan. Dan itulah yang kita sebut pranata Islam modern. Dalam bahasa agama pranata Islam modern yang nyata konkret strategis ini ada dalam bahasa amal.
“Maka kita sebut amal usaha. Amal yang diusahakan. Usaha yang berprinsip pada nilai-nilai amaliah, yang nilai amaliyah ini bukan sekadar Dahlanisme, yang menurut dr Sutomo ketika meresmikan PKO Surabaya tahun 1924, tetapi lahir dari semangat etos welas asih dan etos kemajuan,” jelasnya.
Jaga Komitmen Ber-Muhammadiyah
Dia menegaskan pekerjaan ini jangan dianggap ringan. Pekerjaan sangat berat. Dan ini wujud amar makruf nahi mungkar watukminu billah. Kalau sekadar berteriak orang bisa. Tetapi membangun sesuatu yang mempunyai nilai strategis bagi masa depan umat dan bangsa itu tidak mudah. Kalau meruntuhkan gampang, mungkin sehari selesai.
“Inilah yang kita jaga komitmen ber-Muhammadiyah. Membangun dengan semangat amar makruf nahi mungkar dalam karya-karya yang strategis sebagai pilar membangun peradaban umat bangsa dan masa depan yang tidak mudah,” terangnya.
Kita hargai orang lain menempuh jalan lain. Tetapi kita harus yakin dengan jalan yang kita bangun. Dan kita jangan terbawa arus pusaran pergerakan lain yang boleh jadi mungkin kontraproduktif dengan langkah kita. Kalau tidak hati-hati maka kita bisa mundur atau bahkan bangunan itu bisa runtuh.
Haedar Nashir lalu memberi ‘tantangan’ fastabiqul khairat pada Ketua PWA Jatim Siti Dalillah Candrawati untuk melahirkan Universitas Aisyiyah di Jatim.
“Bukan karena teman serumah saya Ketua Umum PP Aisyiyah, sejak dulu saya mendorong perempuan dan Aisyiyah untuk berkiprah. Setelah Yogyakarta, Solo, Bandung dan Palembang. Bukan etosnya kalau Jatim ketinggalan,” tuturnya.
Apresiasi Rektor UMSurabaya
Haedar Nashir juga menyinggung soal periode ketiga kepemimpinan Sukadiono, Haedar Nashir mengatakan, PP Muhammadiyah memiliki kebijakan-kebijakan khusus untuk pimpinan AUM (amal usaha Muhammadiyah) yang dalam pandangan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah setempat—juga dari pertimbangan Majelis Diktilitbang—memiliki prestasi dan kesinambungan di dalam memajukan amal usahanya.
“Dan secara khusus memiliki peluang untuk lebih mengembangkan lagi serta ada faktor-faktor yang bersifat strategis mengambil kebijakan khusus untuk tiga periode. Selamat menunaikan amanah untuk Dr dr Sukadiono sebagai Rektor UMSurabaya yang ketiga kalinya,” ujarnya.
Tugas yang diberikan oleh PP Muhammadiyah insyaallah akan ditunaikan dengan baik empat tahun ke depan. Apalagi dengan proyeksi ke depan yang telah diungkapkan, Rektor UMSurabaya akan mampu membawa kampusnya lebih maju lagi.
“Tentu sembari itu cukup waktu empat tahun untuk menyiapkan kader yang sama tangguhnya atau lebih tangguh lagi. Sehingga Pak Sukadiono menjadi sosok yang juga sukses mengkader. Salah satu cara sukses pimpinan adalah yang mampu menyiapkan kader kepemimpinannya sama atau lebih tangguh di masa mendatang. Dan itulah tradisi Muhammadiyah,” ungkapnya.
Dia memberikan apresiasi untuk kemajuan pesat yang diraih UMSurabaya. Termasuk gedung yang Insyaallah menjadi gedung yang membanggakan, 31 lantai yang gambarnya sangat bagus. Kalau gedungnya sudah selesai perlu bikin tata warna yang menggambarkan UMSurabaya.
Di akhir pengarahan, Haedar Nashir me-launching buku tentang para rektor UMSurabaua. “Dengan ini saya launching buku Jejak Langkah Perjalanan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya dari Masa ke Masa. Semoga memberi inspirasi bagi anak-anak, keluarga, sivitas akademika, dan para kader persyarikatan Muhammadiyah,” harapnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.