PWMU.CO – Tidak hanya jual gedung, sekolah juga harus buktikan kinerjanya disampaikan Dr Isa Anshori MSi dalam closing remarks “Workshop Special Edition”, Kamis (17/12/20).
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PWM Jawa Timur ini menjelaskan paradigma pembelajaran saat ini sudah berbeda. Sekolah tidak hanya menjual gedung, tetapi harus dibuktikan dengan kinerja.
“Asesmen kompetensi minimum atau AKM bertujuan untuk mengevaluasi kinerja sekolah atau madrasah,” ujarnya.
Dengan cara ini, lanjutnya, nanti akan diperoleh informasi perbaikan pembelajaran di masing-masing sekolah itu yang nantinya bisa berdampak pada karakter dan kompetensi siswa. Dari sini akan ada perubahan paradigma Pendidikan. Orientasi kinerja untuk membentuk karakter anak yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan saat ini.
Kalau dulu, sambungnya, lebih banyak berorientasi pada pemenuhan-pemenuhan yang sifatnya materi. Maka sekarang berubah menjadi performance base. Orientasinya pada kinerja. Jadi, kalau dulu sekolah berpikir bagaimana membangun gedung dengan berbagai macam fasilitas yang megah yang lengkap, maka sekarang harus diubah.
“Bagaimana caranya agar gedung dengan berbagai fasilitas yang ada itu betul-betul berfungsi untuk membenuk karakter anak yag lebih bagus. Jadi semegah apapun gedung dan fasilitas itu kalua tidak dikembangkan dalam proses belajar mengajar maka tidak ada artinya,” tegasnya.
Desain Pembelajaran
Isa memaparkan guru juga harus bisa memberikan desain pembelajaran yang baik kepada siswa. Termasuk di antaranya literasi dan numerasi untuk menunjang ketrampilan siswa agar dapat menentukan skala prioritas.
“Guru harus bisa membuat desain pembelajaran yang menarik yang bisa menumbuhkan budaya anak untuk melakukan literasi membaca karena membaca itu penting sehingga nanti di perguruan tinggi anak sudah memiliki kemampuan literasi yang bagus. Budaya menghitung, untuk menentukan skala prioritas,” ungkapnya.
Kemampuan Menghitung Masih Kurang
Hal senada juga Dr Hidayatulloh MSi. Dalam Workshop Special Edition ME Awards 2020 Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) itu mengatakan kemampuan membaca, berhitung, dan sains anak Indonesia masih kurang. Oleh karena itu, harus disikapi dengan memberikan desain pembelajaran yang lebih baik untuk mengatasi masalah tersebut.
“Capaian PISA kemampuan membaca, matematika, dan sains dari anak Indonesia belum menunjukkan prestasi yang membanggakan. Itu menunjukkan bahwa kemampuan tersebut menjadi masalah,” ujarnya.
Tak hanya itu, lanjutnya, beberapa kegiatan literasi yang harus disikapi dengan positif oleh masyarakat saat ini. Terdapat lima literasi yang harus dikembangkan dalam abad 21.
“Literasi baca tulis, meniscayakan kemampuan kita dan peserta didik baik yang tersurat maupun tersirat. Jadi tidak hanya membunyikan kalimat tapi juga memahami isi kalimat tersebut. Kemampuan untuk menuangkan ide gagasan, agar tidak hanya transfer knowledge,” ungkapnya.
Kemampuan literasi numerasi juga tidak kalah pentingnya dari literasi baca tulis karena literasi numerasi dapat membantu untuk memahami dan meprediksi sesuatu yang akan datang.
Menyelesaikan Masalah dalam Kehidupan
Hidayatulloh menegaskan literasi numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan angka dan simbol sangat penting agar dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan ini.
“Selain itu, dapat mengantarkan kita untuk dapat menganalisis grafik-grafik dan bisa untuk memprediksi sesuatu hal termasuk proyeksi dunia pendidikan yang akan datang,” katanya.
Dia mengatakan literasi sains memberikan kemampuan kepada kita untuk bisa memahami fenomena yang terjadi di alam dan fenomena sosial. Diharapkan untuk bisa mengidentifikasi dan menganalisis sebagai fenomena yang bersifat ilmiah.
Berikutnya, literasi parsial, agar kita mampu menentukan konsep risiko dan keputusan yang efektif. Serta literasi digital yang sangat dekat dengan kita. Karena itu sekolah Muhammadiyah harus bisa mengembangkan pendidikannya berbasis digital. Harus mengembangkan sistem manajemen.
“Literasi harus direncanakan dan dikembangkan dengan baik untuk membantu mengembangkan kehidupan masyarakat khususnya dunia Pendidikan. Sementara itu, dari perencanaan pembelajaran yang bagus juga harus dilakukan evaluasi untuk menjadikan sekolah yang berkarakter islami, mandiri,” tandasnya. (*)
Penulis Dyah Nanda. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.