PWMU.CO– Fachrodin Award merupakan satu ikhtiar untuk mengenang kembali dan juga menjadikan inspirasi dari seorang tokoh yang boleh jadi tidak dikenang banyak orang. Dia Haji Fachrodin, hoofdbestuur yang peran dan kontribusinya besar bagi Muhammadiyah maupun bangsa.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam sambutan acara Fachrodin Award 2020 dengan tema Keteladanan Tokoh Lokal : Kontribusi Muhammadiyah Memajukan Negeri.
Acara yang diadakan secara online ini diselenggarakan oleh Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu (19/12/2020).
Haedar menceritakan, Fachrodin adalah kader dan tokoh Muhammadiyah generasi awal yang belajar banyak dari KH Ahmad Dahlan. Dia seorang otodidak. Biarpun tidak memperoleh pendidikan umum tapi bertumbuh menjadi seorang penulis yang tajam dan disegani oleh pemerintah Belanda saat itu. Karena kepiawaiannya dalam menulis, maka Fachrodin menjadi orang pertama yang menjadi Pemimpin Redaksi Suara Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1915.
”Fachrodin dengan pikiran-pikirannya yang tajam dan cerdas memperjuangkan nasib rakyat termasuk dalam usaha untuk membangkitkan perlawanan kaum buruh khususnya pemuda-pemudi Yogyakarta untuk memperjuangkan hak-hak sehingga dianggap sebagai ancaman pemerintah Belanda,” tutur Haedar.
Pikiran-pikiran yang tajam dan progresif dari seorang Fachrodin inilah, sambung dia, yang memberi warna dan orientasi pemikiran yang bersifat kerakyatan. Mungkin orang bisa menyebut sebagai tokoh kiri Muhammadiyah. Tapi pandangan-pandangan progresif untuk rakyat, perlawanan lahir dari pemikiran keislaman.
Urusan Haji
Haedar melanjutkan, Fachrodin juga menjadi seorang yang piawai dalam menjalankan peran dakwah. Dia banyak diberi tugas oleh Kiai Dahlan. Peran monumental dia adalah tahun 1921 ketika diutus menjadi perwakilan Muhammadiyah mengkaji secara langsung nasib para haji Indonesia di Saudi yang saat itu mendapat perlakuan kurang baik. Peran dan tugas dia selama 8 tahun di Saudi kemudian mendorong lahirnya Badan Penolong Haji Muhammadiyah.
Fachrodin juga bertugas untuk konferensi Islam di Kairo Mesir mewakili Islam dan pergerakan Muhammadiyah. Pengalaman ini, kata Haedar, menunjukkan bahwa seorang tokoh yang tidak berpendidikan umum menjadi aktivis Islam juga mampu bergaul dengan berbagai kalangan. Termasuk dengan tokoh Suryo Pratomo yang menjadi tokoh sosialis saat itu, mengantarkan dia menjadi tokoh muda Muhammadiyah yang melintas batas.
”Dari pengalaman ini maka layak jika Muhammadiyah mengenang dan menjadikan tokoh ini sebagai satu di antara momen untuk menyelenggarakan Fachrodin Award bagi generasi muda. Generasi muda dapat belajar dari tokoh ini berjuang dan membela rakyat. Seorang yang berpikiran cerdas, yang menjadi penulis, yang saat itu merupakan tokoh yang langka. Yang bisa menerjemahkan aspirasi di dalam tulisan untuk kepentingan bangsa dan negara,” jelasnya.
Haedar melanjutkan, Fachrodin Award dapat dijadikan ikhtiar mereproduksi kehadiran tokoh dan pejuang Islam, pejuang bangsa untuk menjadi komitmen, inspirasi, dan role model bagi kaum muda.
”Selamat mudah-mudahan acara ini menjadi inspirasi yang luas bagi masyarakat kita menghargai tokoh dan pahlawan bangsa. Sekaligus juga menjadikan inspirator dan juga role model bagi pengkhidmatan bagi warga bangsa, elit bangsa, bagi kemajuan Indonesia. Dari Islam dan Muhammadiyah lahir pandangan pengkhidmatan dan kontribusi untuk kemajuan bangsa,” tandasnya. (*)
Penulis Syahroni Nur Wachid Editor Sugeng Purwanto