Yusril dan Pilihan di Seberang Sana, kolom oleh Ady Amar, pengamat masalah sosial politik.
PWMU.CO – Seorang kawan riang gembira melihat sikap Pak Yusril Ihza Mahendra, yang menolak permintaan entah siapa, agar ia tampil sebagai pengacara Habib RIzieq Shihab (HRS).
Kawan satu ini sampai mengucapkan rasa kesyukurannya melihat sikap Pak Yusril itu. Buat saya melihat sikap kawan satu ini, tidak ada yang aneh.
Anda pastilah menebak-nebak, kawan yang saya maksud itu pastilah pribadi yang tidak suka dengan HRS. Makanya senang dengan tolakan Pak Yusril itu.
Atau bisa juga menganggap kawan satu ini kelompok yang terkooptasi pada jaringan yang masih umpat mengumpat antara kadrun (penerus kampret) dan cebong. Lalu karenanya, pastilah menganggap kawan satu ini asli pengikut cebong.
Tidak demikian dengan kawan satu ini. Dia suka tolakan Pak Yusril dengan tidak bersedia membela HRS, karena buatnya Pak Yusril itu sudah habis. Lalu kenapa mesti dimasukkan lagi dalam barisan yang sudah mulai terbentuk.
Menurutnya, dengan dimasukkannya lagi Pak Yusril dalam barisan, itu membuatnya bisa kembali berkibar, sambil umat dipaksa melupakan apa yang pernah ia lakukan saat Pilpres yang lalu.
Saya Sudah “Murtad”
Jawaban Pak Yusril tampak pada pilihan narasinya yang mengolok-olok. Apalagi mengatakan bahwa saya sudah “murtad” segala. Itu bisa buat catatan tersendiri tentangnya.
Jawaban Pak Yusril itu juga tampak baper dan menampakkan ketidakdewasaan, saat ia katakan minta saja bantuan pada Pak Prabowo.
Kok larinya harus pada Pak Prabowo segala. Mungkin itu sikap iri darinya, yang lalu tanpa sadar dinarasikannya.
Prabowo yang dihantamnya di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memenangkan Pak Jokowi sebagai presiden untuk kedua kalinya. Eh kok malah lalu diangkatnya menjadi Menteri Pertahanan RI.
Sedang dirinya ditinggal sendirian begitu saja. Mungkin perasaan itu yang dirasakan Pak Yusril, lalu muncul jawabannya itu. Tentu ini baru satu kemungkinan.
Mengatakan “minta bantuan saja pada Pak Prabowo”, itu narasi asal-asalan, mengada-ada. Memangnya Pak Prabowo, itu pengacara ya … he-he-he …
Meminta bantuan pada Pak Yusril, jika itu memang benar ada yang memintanya, itu semata karena ia berprofesi sebagai pengacara. Tentu bayar, gak gratisan.
Tapi kalau belum-belum Pak Yusril lantas menolaknya, dengan alasan yang tampak memendam rasa dendam, itu sama sekali tidak profesional. Tampak lucu, bahkan menggemaskan.
Sikap yang dipilih Pak Yusril sudah jelas. Itu haknya. Seperti juga kawan tadi juga punya hak, walau sekadar sikap senang atas penolakan Pak Yusril, agar umat terus mengingat penolakannya itu.
Karenanya, bagi kawan tadi, biarlah Pak Yusril berada di seberang sana. Makin jauh makin baik. Mungkin ia akan lebih sedap dipandang, jika ia berada di kejauhan.
Jangan coba-coba mendekatkannya kembali masuk dalam barisan umat, karena ia sendiri telah memilih untuk tidak berada di dalamnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.