PWMU.CO– Mitos bangsa Yahudi dikupas oleh Prof Dr Syafiq A. Mughni, dalam seminar web yang diselenggarakan Mulia Institute di Sekolah Alam Insan Mulia, Ahad (20/12/2020). Dia membuka diskusi dengan pertanyaan, apakah semua orang Yahudi itu beragama Yahudi?
Guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) yang mengajar mata kuliah Islam dan Peradaban itu menjelaskan, ada sejumlah orang Yahudi Islam. Contoh perempuan asal New York Margaret Marcus. Setelah masuk Islam mengubah namanya menjadi Maryam Jameelah. Dia juga menulis beberapa buku.
”Maryam Jameelah jadi muslim di saat umat Islam kehilangan kepercayaan diri dan sikap rendah diri di hadapan kekuatan Barat. Juga Leopold Weiss, keturunan Yahudi Austria setelah masuk Islam mengganti nama dengan Muhammad Asad. Mengarang sebuah tafsir berjudul The Massage of the Quran,” kata Syafiq A. Mughni.
Ada juga Yahudi yang anti Zionisme seperti Zacharias Szumar. Dia lahir di Australia menentang ideologi Zionisme dan membela hak-hak rakyat Palestina. Ada lagi Yahudi ortodoks dalam barisan Naturei Karta yang didirikan Rabbi Amran Blan dan Rabbi Aharon K. ”Yahudi ini bersatu melawan Zionisme,” jelasnya.
Dijelaskan, kaum Yahudi adalah keturunan Nabi Ya’ kub yang mempunyai sebutan Israil. Ya’kub as keturunan Nabi Ishaq as bin Nabi Ibrahim. Sedangkan Nabi Muhammad saw keturunan Nabi Ismail as bin Ibrahim. Jadi kalau Bani Israil berarti keturunan atau anak cucu Nabi Ya’kub.
Bangsa Terjajah
Syafiq membacakan firman Allah surat al-Baqarah: 47 yang menerangkan tentang anugerah kelebihan bangsa Yahudi. Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan ingatlah pula, Aku telah melebihkan kalian atas segala umat.
”Dari ayat ini, apakah bangsa Yahudi itu memang terunggul?” tanya Syafiq Mughni yang pernah menjabat Ketua PWM Jawa Timur dan Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. dari tafsir ayat inilah munculnya mitos bangsa Yahudi itu lebih unggul dari bangsa lain.
Kemudian dia menjelaskan, sebenarnya bangsa Yahudi itu bangsa yang menderita. Negeri mereka di Yerusalem diserang Raja Babilonia. Kota Yerusalem hancur. Kemudian bangsa Yahudi juga kalah dari pasukan Romawi yang telah menghancurkan Solomon Temple dan menjajah negerinya.
Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, pasukan muslim sampai pula menguasai Yerusalem dengan mengusir bangsa Romawi. Umar membebaskan kaum Yahudi dan Nasrani tinggal di Yerusalem dan melaksanakan ibadahnya.
Ketika Umar bin Khatab akan shalat, pendeta Nasrani mempersilakan shalat di Gereja Makam Kudus di Bukit Golgota, yang dipercaya orang Nasrani tempat Nabi Isa as disalib. Umar menolak sambil berkata, kalau dia shalat di tempat itu khawatir umat muslim akan mengubah gereja itu menjadi masjid.
Di zaman perang salib, Sultan Salahudin Al Ayyubi dari Mesir yang menguasai Yerusalem menampakkan kebaikan umat Islam. Begitu juga ketika Yerusalem dikuasai Turki Utsmani, umat Kristen dan Yahudi terlindungi. Mereka hidup selalu dalam kedamaian. Berbeda ketika Yerusalem dikuasai Romawi dan pasukan salib, kota ini banjir darah dan warganya hidup dalam penindasan.
Syafiq menerangkan, ketika negeri Yahudi ditindas, mereka pergi, menyebar ke mana-mana. Di negara yang mereka tempati, tidak diterima dengan baik, selalu mendapatkan pengawasan, baik nama, alamat maupun kegiatannya. ”Mereka berjuang di negara masing-masing untuk mengatasi segala kesulitan hidup. Mereka pun kerja keras di bawah ancaman yang luas, semangat hidup dan mencari selamat agar sukses, sangat tinggi,” tambahnya.
Lahirnya Negara Israel
Di zaman kolonial bangsa Eropa, kekuasaan Turki yang sudah lemah di Timur Tengah dikapling-kapling oleh Amerika, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia.
Saat Palestina dikuasai Inggris, orang-orang Yahudi di pengasingan meminta izin membangun permukiman di Palestina. Permintaan mereka ini di zaman Kesultanan Turki selalu ditolak. Ternyata Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour mengizinkan.
Gelombang orang Yahudi pun masuk ke Palestina. Tak lama kemudian berdirilah negara Israel tahun 1948 yang disetujui Amerika dan Rusia. Negara-negara muslim di Timur Tengah menolak hingga terjadi perang yang berlarut-larut.
Dia menjelaskan, menurut sejarahnya bangsa Yahudi sebenarnya bangsa pembangkang, banyak melakukan dosa. Mereka membunuh para nabi yang diutus dari kalangan mereka. Karena itu mereka mengalami penderitaan.
Selama pembentukan negara Israel pun mereka melanggar perjanjian. Wilayah komunitas Palestina dicaplok, warganya diusir kemudian membangun permukiman Yahudi. ”Ibarat membagi satu buah semangka, separo Israel dan separo lagi Palestina. Pada rentang perjanjian itu ternyata Israel sambil makan buah semangka itu, akhirnya dihabiskan semuanya. Dalam kenyataan Israel selalu melanggar perjanjian,” tandasnya.
Menurut dia, bangsa Yahudi bukan bangsa unggul. Pada abad ke delapan sampai ke sepuluh, bangsa Persia menjadi bangsa yang unggul. Karena ilmuwannya menemukan aljabar, astronomi. Pada abad ke dua puluh ini, bangsa Yahudi tampak unggul dilihat dari jumlah tokoh penerima Nobel Perdamaian.
Dari 900 orang penerima Nobel ternyata 20 persen terdiri orang Yahudi. ”Namun hal ini tidak dapat dijadikan ukuran bahwa bangsa Yahudi yang paling unggul, karena ada penilaian yang lain, dan sekarang bangsa lainpun berlomba untuk menjadi unggul,” tegasnya.
Dia memberikan pandangan, yang menjadikan unggul sebuah bangsa adalah bersungguh-sungguh. Diterangkan pada ayat Allah akan mengangkat orang yang beriman dan orang-orang berilmu beberapa derajat. (Mujadalah: 11).
”Juga ayat lain, Allah menjanjikan pada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kalian, Dia akan memberi kekuasaan pada mereka sebagaimana orang-orang sebelum mereka,” katanya mengutip surat An-Nur:55. Dengan penjelasan itu dia menggugurkan mitos bangsa Yahudi itu unggul. Keunggulan bisa diperoleh bangsa lain dengan bersungguh-sungguh, beriman, dan beramal saleh. (*)
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto