Skenario Kilometer 24 kolom oleh Dhimam Abror Djuraid, wartawan senior.
PWMU.CO – Kilometer 50 boleh saja ditutup rest areanya. Tapi, Kilometer 24 makin ramai dan makin jadi perhatian banyak orang.
Kilometer 50 menjadi trending topik, karena titik di jalur tol Jakarta-Cikampek terdapat rest area yang diduga menjadi lokasi penembakan enam anggota FPI (7/12). Rest area di titik itu sekarang ditutup permanen.
Tapi, ada titik di Kilometer 24 yang makin ramai dan menjadi sorotan banyak orang. Kilometer 24 bukan rest area baru, tapi sebutan untuk titik political race, balapan politik 2024 memperebutkan kursi kepresidenan RI 1.
Pada titik Kilometer 24 itu masa jabatan kepresidenan Joko Widodo berakhir dan suksesi memperebutkan kursi kosong itu akan sangat meriah karena tidak ada petahana. Lapangan tanding diasumsikan akan terbentang lebar dan rata, mempersilakan siapa saja untuk berkompetisi di sana.
Orang-orang ekonomi menyebutnya “level playing field” lapangan yang datar dan rata, untuk menggambarkan persaingan pasar tarung bebas. Siapa saja, secara teoretis, boleh bertarung disitu, dan pada akhirnya pemenangnya adalah siapa yang paling kuat, survival of the fittest.
Skenario Bisa Berubah
Tarung bebas di Kilometer 24 terjadi dengan asumsi Jokowi bisa dengan selamat mencapai titik itu tanpa gejolak. Tapi, kalau di tengah jalan terjadi kecelakaan kendaraan yang disopiri Jokowi maka skenario bisa berubah drastis.
Kemungkinan kecelakaan di tengah jalan bisa saja terjadi. Namanya juga kecelakaan, tak ada yang bisa menduga atau menolak. Tapi, sampai sekarang tanda-tanda akan terjadinya kecelakaan itu masih belum benar-benar riil, dan kalau toh ada hanya bersifat spekulatif.
Asumsi berikutnya adalah Jokowi bersedia turun pada titik Kilometer 24, karena aturannya mengharuskan seperti itu. Tapi, sekarang masih di Kilometer 20 sudah muncul wacana Jokowi tidak berhenti pada Kilometer 24, tapi lanjut ke Kilometer 29.
Wacana Kilometer 29 ini sudah mulai digelindingkan oleh Direktur Indobarometer M. Qodari yang selama ini dikenal dekat dengan inner circle PDIP. Karena gampang diduga bahwa wacana itu bersumber dari inner circle PDIP.
Selama ini ada adagium “Vox Populi Vox Dei” (Suara Rakyat Suara Tuhan), lalu Golkar menjiplak terbalik-balik “Suara Golkar Suara Rakyat”, sekarang ada adagium baru “Suara Qodari Suara PDIP”.
Tujuan wacana Kilometer 29 adalah untuk menciptakan stabilitas politik, terutama, tentu saja stabilitas politiknya Jokowi.
Covid-19 Bikin Kacau Kilometer 24
Ambisi dan target-target politik Jokowi kelihatannya banyak yang kacau dan tidak bakal tuntas pada Kilometer 24. Turbulensi politik akibat pandemi Covid-19 membuat kacau program-program politik Jokowi. Jokowi ingin meninggalkan legacy terutama pada proyek infrastruktur termasuk pemindahan ibukota ke Kalimantan. Dan semuanya berantakan dihantam badai pandemi.
Covid-19 menjadi tantangan paling serius bagi legitimasi rezim Jokowi. Sampai hampir setahun sejak pandemi ini muncul, penanganan yang dilakukan Jokowi masih tetap ”trial and error“. Resafel yang dilakukan (25/12) yang lalu kembali menunjukkan kecenderungan coba-coba itu.
Penunjukan Budi Gunadi Sadikin (BGS) sebagai menteri kesehatan menunjukkan bahwa Jokowi lebih fokus pada pemulihan ekonomi daripada pemulihan kesehatan. BGS yang berlatar belakang bankir akan ditugasi untuk menangani proyek vaksinasi yang akan potensial menjadi kontroversi.
Penunjukan vaksin buatan perusahaan farmasi Sinovac dari Tiongkok sampai sekarang masih memantik banyak kontroversi. Sampai sekarang hasil uji klinis di Bandung masih belum ketahuan hasilnya.
Uji klinis yang sama di beberapa negara lain seperti Brazil juga belum diketahui hasilnya. Rencana pengumuman hasil uji klinis yang direncanakan minggu ini ternyata molor sampai Januari. Efektivitas vaksin Tiongkok ini belum diketahui, tapi pemerintah Indonesia sudah mengimpor 100 juta unit dari Tiongkok.
Dibanding vaksin lain, terutama Pfizer-Moderna dan BionTech buatan Amerika-Jerman, dan vaksin buatan Astra Zenica-Oxford University, Inggris, vaksin Tiongkok masih ketinggalan karena dua vaksin Amerika dan Inggris itu tingkat efektivitasnya sudah diketahui sampai 98 persen.
Prosedur uji klinis di Amerika maupun Inggris melibatkan 30 ribu sampai 40 ribu relawan. Sementara uji klinis di Indonesia hanya melibatkan 1.600 relawan. Meskipun vaksin Sinovac nantinya bakal digratiskan tapi Menkes baru menghadapi tugas yang berat untuk meyakinkan masyarakat agar mau divaksin.
Dalam perkembangan terbaru di Eropa ditemukan mutasi baru pada virus Covid 19 yang membuat penularannya makin cepat. Inggris yang menjadi sumber virus mutan itu melakukan lock down total di ibukota London selama masa libur Natal dan tahun baru.
Negara-negara Eropa dan hampir semua negara di dunia menutup penerbangan dari Inggris. Banyak negara juga sudah menerapkan travel ban ke Inggris. Dengan perkembangan baru ini penanganan pandemi dipastikan akan semakin rumit dan membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Di Amerika jumlah kasus kejangkitan maupun kematian masih terus meningkat. Meskipun vaksinasi sudah mulai dilakukan tapi tanda-tanda penurunan kasus masih belum kelihatan. Dr Antony Fauci tokoh paling kompeten dalam penanganan pandemi di Amerika memperkirakan kondisi normal kemungkinan baru akan tercapai pada 2022.
Di Indonesia hal yang sama juga terjadi. Jumlah keterjangkitan dan korban meninggal masih terus naik. Liburan Natal dan tahun baru diperkirakan akan makin memperburuk keadaan. Pertengahan Januari sampai akhir bulan diperkirakan akan terjadi kenaikan kasus. Ini tentu menjadi pertaruhan besar bagi Menteri Kesehatan BGS.
Alih-alih terobosan out of the box penunjukan BGS adalah eksperimen spekulatif dan berisiko besar terutama dari kalangan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang selama ini merasa berperan marginal.
Seperti halnya di Amerika, pemulihan di Indonesia pun tampaknya harus menunggu sampai 2022. Terlalu sempit waktu bagi Jokowi untuk menyelesaikan agenda pembangunannya yang ambisius dalam sisa waktu dua tahu. Karena itu wacana Kilometer 29 pun dimunculkan.
Wacana sampai Kilometer 29
Dalam pertandingan sepakbola ada “injury time“, tambahan waktu beberapa menit untuk mengganti waktu yang hilang karena pemain cedera. Atau ada perpanjangan waktu 2×15 menit kalau pertandingan deadlocked tidak ada yang kalah atau menang. Tapi, belum ada cerita perpanjangan waktu 2×45 menit seperti pertandingan normal.
Wacana Kilometer 29 itu ibarat pertandingan sepakbola menambah waktu 2×45 menit. Sesuatu yang tidak masuk akal, tapi dalam politik tidak ada yang mustahil.
Untuk bisa sampai ke Kilometer 29 tentu saja harus ada amandemen undang-undang. Jokowi sudah melakukan tes air dan hasilnya cukup sukses. Ia tahu betul kedalaman air dan tahu kekuatan riak dan gelombangnya.
DPR sudah sepenuhnya dikooptasi, dan kekuatan oposisi praktis sudah menjadi bagian dari korporatisme negara setelah Prabowo dan Sandi masuk kabinet. Oposisi ekstra parlemen pun sudah praktis dibikin tiarap kalau tidak angkat tangan.
Tes air terbesar dalam proses pembuatan UU Omnibus Law sudah dilewati Jokowi dengan mulus. Karena itu, amandemen undang-undang untuk memperpanjang jabatan presiden menjadi tiga periode tidak bakal menemui resistensi.
Dalam kasus omnibus law kemarin DPR diledek sebagai ”dewan tiktok”, diketik langsung diketok. Kalau nanti membahas amandemen presiden tiga periode pun DPR, tampaknya, akan tetap main tiktok.
Selama ini, oposisi riil terhadap rezim Jokowi muncul dari Habib Rizieq Shihab (HRS) dan FPI. Oposisi lainnya hanyalah “talking opposition” atau oposisi omdo, omong doang. Oposisi di Indonesia adalah psudo opposition, oposisi seolah-olah. Oposisi sekarang seperti “Oposisi Khong Guan” alias oposisi kaleng biskuit.
Tidak ada maksud pejoratif dengan penyebutan itu, karena memang secara formal dalam sistem presidensial ala Indonesia tidak dikenal sistem oposisi.
Di Inggris sistem politik parlementer Westminster. Oposisi membentuk kabinet bayangan (shadow cabinet) dengan masing-masing pos diisi oleh menteri bayangan atau shadow minister. Para menteri bayangan ini dipimpin oleh shadow prime minister.
Semua menteri dan perdana menteri yang berkuasa dan para menteri kabinet bayangan adalah anggota DPR yang terpilih dari masing-masing dapil. Ketika pemerintah yang berkuasa jatuh, maka kabinet bayangan bisa langsung mengambil alih, dan roda pemerintahan bisa langsung nyetel tanpa ada jeda atau vakum.
Setiap hari kabinet bayangan atau shadow cabinet melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mereka berdebat di ruang parlemen dan debatnya disiarkan langsung melalui televisi kepada masyarakat tanpa ada yang mematikan mike.
Di Amerika sistem pemerintahannya adalah presidensial, dan parlemen terdiri dari dua kamar atau bikameral Senat dan Kongres. Di Amerika tidak ada menteri bayangan, tapi sistem dua partai memungkinkan kontrol yang ketat dari partai oposisi terhadap partai yang berkuasa.
Sistem Washington disebut sebagai “Washminster” perpaduan antara “Washington” dan “Westminster”.
Dua partai resmi di Amerika, Partai Republik dan Partai Demokrat dipisahkan oleh garis ideologi yang tegas yang nyaris mustahil diseberangi. Tidak mungkin ada pemilu “buy one get one free” seperti di Indonesia sekarang, memilih Jokowi-Ma’ruf dapat gratis “Prabowo-Sandi”.
Oposisi Tiarap
Sistem oposisi tidak dikenal di Indonesia, meskipun sistem pemilihan di Indonesia lebih liberal dibanding Amerika. Parpol di Indonesia oportunistis, tidak punya ideologi dan semua bisa menyeberang kemana saja mereka suka. Sistem Indonesia bukan Westminster dan bukan Washminster. Sistem Indonesia adalah sistem yang bukan-bukan.
Sistem oposisi di Indonesia dilakukan secara ekstra parlementer dan karenanya mudah diberangus. Oposisi dalam bentuk pressure group dari civil society juga mudah dipatahkan dengan operasi represif dari rezim.
Dalam situasi genting seperti sekarang suara oposisi, dari KAMI, malah menghilang dan nyaris tak terdengar.
Tindakan represif yang dilakukan rezim terhadap HRS membuat kekuatan oposisi tiarap total. Kasus pembunuhan terhadap enam anggota FPI nyaris tidak mendapatkan perlawanan yang memadai dari oposisi.
Ini akan menjadi test case paling menentukan bagi kekuatan oposisi, sekaligus uji konsolidasi bagi kekuatan rezim. Jika kasus ini menguap begitu saja–sebagaimana kasus besar lainnya seperti Djoko Tjandra–maka konsolidasi kekuasaan makin solid dan oposisi makin sulit.
Operasi menuju Kilometer 29 kemungkinan besar akan berjalan mulus. Jokowi tinggal pilih pasangan, mau gandeng Prabowo atau Puan Maharani, tinggal pilih.
Dari kubu oposisi nama-nama yang muncul tidak jauh-jauh dari Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, atau Din Syamsudin. Oposisi juga hampir pasti akan memainkan kartu lama politik identitas. Hasilnya sudah bisa diprediksi, 45 persen.
Hanya keledai yang terperosok lubang yang sama dua kali. Tapi, politik keledai, rupanya masih tetap dipakai di Indonesia. Melakukan hal yang sama dan mengharapkan hasil yang beda adalah gila. Begitu kata Einstein.
Kalau wacana Kilometer 29 gagal dan suksesi akan terjadi pada Kilometer 24 maka rezeki nomplok durian jatuh akan didapat Prabowo yang sampai sekarang sudah membuktikan sebagai anak manis yang siap disandingkan dengan anak Mama, Puan Maharani.
Pola dua pasang dalam kontestasi pemilihan presiden, tampaknya, bakal tetap dipertahankan. Karenanya rival Prabowo-Puan tidak bakal jauh-jauh dari trio Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, atau Din Syamsudin, plus beberapa pemain figuran.
Dari kubu penguasa masih ada beberapa stok yang menunggu sebagai pemain cadangan. Tapi para pemain cadangan itu harus sabar menunggu kesempatan untuk dimainkan.
Ganjar Pranowo terus-menerus memainkan politik caper (cari perhatian) untuk meniru jejak Jokowi. Hanya kalau popularitasnya mendekati 100 persen dan elekrabilitasnya di atas 70 persen Ganjar bakal dilirik.
Tri Rismaharini terbukti sebagai anak emas Megawati Soekarniloputri. Tapi, Risma tetap “anak emas tiri” bagi Mega karena Mega sudah punya anak emas biologis pada Puan Maharini. Hanya kecelakaan politik ala Jokowi yang nanti akan membuat Mega terpaksa berpaling kepada Risma.
Rekam jejak menunjukkan Risma tetap akan jadi anak manis dan tidak punya kelicinan atau kelicikan ala Jokowi, sehingga bisa diasumsikan Puan aman dari ancaman Risma.
Ridwan Kamil belum menunjukkan kemampuan sebagai pemain level Liga 1 yang layak diperhitungkan. Karena itu kansnya masih ada di kelas Liga 2. Khofifah Indar Prawansa, si Putri Malu yang mengintip dari balik kelambu, menunggu titah sang Opung. Sandiaga Uno menjadi “New Kids on the Block” yang lebih mirip boneka cantik dari India cukup jadi pajangan saja karena Sandi tidak bakal berani melangkahi Prabowo.
Tidak butuh ahli politik jenius untuk menerawang apa yang bakal terjadi pada Kilometer 24 atau pun Kilometer 29. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.