Catatan 2020, Tak Peduli Pandemi Asal Bisa Korupsi oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jatim.
PWMU.CO– Catatan 2020, sepanjang tahun ini seolah kehidupan di negeri ini berhenti oleh pandemi virus corona. Kecuali para politikus, pejabat, dan aparat hukum yang masih bergerak membikin gaduh dan bising.
Kegaduhan akibat perilaku pejabat tak berpihak kepada rakyat, menteri ditangkap KPK karena korupsi, memenjarakan Rizieq Shihab, dan pembunuhan enam laskar FPI.
Kehidupan berhenti karena semua aktivitas mendadak sepi akibat covid-19. Lockdown sporadis terjadi di kampung-kampung. Rakyat bikin keputusan sendiri menutup kampungnya karena pemerintah bingung untuk ambil tindakan cepat. Gubernur dan presiden berdebat siapa paling berwenang mengambil keputusan mengatasi masalah ini.
Masjid, gereja, sekolah, kantor, mall, pabrik, dan pasar tutup. Semua aktivitas di rumah. Jalanan lengang. Keluar rumah dibatasi. Populerlah istilah work from home (WFH), school from home (SFH), social distancing yang kemudian diralat jadi physical distancing, jaga jarak, hand sanitizer, desinfektan, masker, face shield, dan sejenisnya.
Kehidupan berhenti menyebabkan banyak usaha tutup sehingga meningkatkan pengangguran. Gerak ekonomi berhenti membuat Menteri Keuangan mengumumkan negara alami resesi. Pemerintah cari utangan untuk membiayai birokrasi dan mengatasi pandemi. Rakyat berusaha sendiri cari makan.
Korupsi Dua Menteri
Di tengah resesi dan negara dibiayai utang, rakyat dikejutkan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hataa saat pulang lawatan dari Amerika Serikat, 25 November 2020.
Dia dituduh terima suap perizinan ekspor benur lobster dari rekanan PT Aero Citra Kargo dan PT Dua Putra Perkasa. Besarnya uang suap Rp3,4 miliar dan 100.000 dollar AS.
Uang suap ini sebagian dipakai untuk berbelanja ketika kunjungan ke Amerika Serikat pada 21-23 November 2020 sekitar Rp750 juta. Barang yang dibeli seperti arloji Rolex, tas merk Tumi dan LV, baju Old Navy, dan sepeda.
Tak berselang lama, 5 Desember, dibongkar kasus korupsi Menteri Sosial Juliari Peter Batubara karena menerima fee Rp 17 miliar dari pengadaan barang bantuan sosial untuk rakyat terdampak covid. Fee diperoleh dari pemotongan Rp10 ribu hingga Rp100 ribu dari harga paket Bansos Rp300 ribu.
Korupsi ini makin seru karena ada dugaan dana dan barang Bansos mengalir ke kampanye Pilkada Solo untuk calon wali kota Gibran Rakabumi, anak Presiden Joko Widodo seperti diberitakan oleh Majalah Tempo. Diinformasikan juga, Gibran memberikan rekomendasikan pengadaan tas Bansos digarap oleh PT Sritex Solo.
Gibran dan PT Sritex sudah membantah keterlibatan dalam korupsi bekas Mensos Juliari Batubara. Sekarang rakyat menunggu kerja KPK mengusut tuntas perkara ini.
Suap Jenderal Polisi
Kasus buron cesie Bank Bali Djoko Tjandra mencoreng aparat penegak hukum. Tiga jenderal polisi dipecat dari jabatannya karena terlibat meloloskan koruptor uang negara itu dari jeratan hukum.
Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Polri Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dan atasannya Irjen Pol Napoleon Bonaparte dipecat dari jabatannya karena menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice dari Interpol dan daftar cekal Imigrasi. Dia buron sejak vonis kasus Bank Bali tahun 2009.
Kasus ini juga melibatkan bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo memberikan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan. Prasetijo juga ikut mengantar Djoko bepergian padahal tahu pemilik Bank Bali itu buron.
Perkara Djoko Tjandra menyeret Kejaksaan Agung. Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan sejumlah orang disebut sebagai perantara untuk mengurus pembuatan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar eksekusi vonis Djoko Tjandra tak bisa dijalankan. Harga fatwa itu 10 juta dolar. Uang muka 500 ribu dolar sudah dibayarkan. Jaksa Pinangki ditangkap pada 11 Agustus 2020. Kasusnya kini sedang disidangkan.
Pembunuhan 6 Laskar FPI
Paling mutakhir adalah penembakan enam laskar FPI oleh polisi saat mengawal Habib Riziq Shihab (HRS) di KM 50 Tol Cikampek, Senin (7/11/2020) dini hari. Peristiwa ini buntut dari upaya menyeret HRS ke pengadilan untuk perkara kerumunan di masa pandemi saat acara mantu dan maulid di rumahnya. Target penangkapan HRS itu dirasa juga janggal karena banyak kasus kerumunan tapi Petamburan yang diuber-uber.
Setelah pembunuhan enam orang ini, HRS mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk pemeriksaan perkaranya setelah dia dua kali menolak hadir. Setelah diperiksa dia langsung ditahan. Tapi perkara pembunuhan enak anak buahnya belum ada kejelasan.
Keterangan polisi mulai awal hingga rekonstruksi di KM 50 berbeda-beda. Mulai asal kejadian hingga status dua pistol dan senjata tajam lainnya. Peristiwa ini sangat memprihatinkan karena penguntitan HRS berujung kematian enam orang yang diduga dilakukan secara kejam.
Rakyat berharap penyelidikan Komnas HAM untuk membuka tabir perkara pembunuhan di catatan 2020 ini. Jangan sampai kasus pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum terus menumpuk karena tak diselesaikan tuntas. Seperti pembunuhan Munir, Siyono, warga Talangsari, dan Tanjung Priok. (*)
Editor Sugeng Purwanto