Pidato Nabi saat penaklukan Mekkah menjadikan orang Quraisy salut terhadap sikap politik bekas musuhnya itu.
PWMU.CO-Saat fathu Mekkah, Rasulullah saw masuk ke Mekkah dengan naik unta. Suasana kota dan penduduknya sudah tenang. Nabi Muhammad saw melintasi jalanan, semua warga kota bergerombol memandangi orang yang dulu dimusuhinya itu kini berbalik jadi penguasa berjalan dengan gagah.
Nabi Muhammad saw menuju Baitullah. Tampak banyak berhala yang diikat dengan timah di sekitar kakbah. Nabi mengelilingi kakbah sambil merobohkan patung berhala itu dengan tongkatnya sambil membaca ayat
وَقُلْ جَآءَ ٱلْحَقُّ وَزَهَقَ ٱلْبَٰطِلُ ۚ إِنَّ ٱلْبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Dan katakanlah, kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap (Al-Isra’: 81)
Kemudian thawaf dengan masih duduk di atas unta sebanyak tujuh kali. Tiap sampai di sudut kakbah, mengusap rukun itu dengan tongkat. Selepas thawaf, lalu Nabi mengambil kunci kakbah dari Utsman bin Thalhah.
Nabi membuka pintu kakbah, memasukinya bersama Bilal bin Rabah. Memandangi ruang dalamnya. Tampak patung burung merpati dari kayu. Patung itu dipecah dengan tangannya. Ada juga lukisan wajah malaikat dan Nabi Ibrahim yang digambarkan memegang dadu undian di tangannya.
Nabi meminta gambar-gambar itu dimusnakan dengan berkata,”Semoga Allah membunuh mereka. Mereka menggambarkan orang tua kita, Nabi Ibrahim, mengundi dengan undian. Apa hubungan Ibrahim dengan undian, sedang Allah ta’ala berfirman:
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan Nasrani, tapi dia orang yang lurus lagi berserah diri dan bukanlah dia golongan orang-orang musyrik. (Ali Imran:67)
Pidato Nabi
Kemudian Rasulullah keluar dan berdiri di depan pintu kakbah. Bilal naik ke atas kakbah lalu mengumandangkan adzan. Orang-orang berdatangan dan berkumpul di Masjidil Haram.
Lantas terdengar pidato Nabi. ”Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagiNya. Dia telah menepati janjiNya, memenangkan hamba-Nya, dan menaklukkan pasukan sekutu dengan sendirian.”
”Ketahuilah, seluruh kemuliaan, atau darah, atau kekayaan yang didakwakan itu berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali pelayan kakbah dan pemberi minuman kepada jamaah haji. Ketahuilah, korban pembunuhan karena ketidaksengajaan itu sama dengan pembunuhan seperti membunuh dengan cambuk atau tongkat, maka diyatnya diperberat yaitu berupa seratus unta. Empat puluh ekor di antaranya harus dalam keadaan bunting.”
”Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghapuskan semangat jahiliyah dan mengagung-agungkan nenek moyang, karena semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah.”
Kemudian Rasulullah membaca ayat Hai manusia, sesungguhnya Kami mencipta kan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Al-Hujurat: 13).
Rasulullah kemudian berkata kepada semua warga kota, ”Pergilah, sesungguhnya kalian bebas.” Penduduk Mekkah lega. Mereka bebas dari hukuman setelah penaklukan Mekkah ini. Lantas Nabi duduk di Masjidil Haram. Ali bin Abu Thalib datang menemui Nabi membawa kunci kakbah. Ali meminta penjaga kakbah dan pemberi air minum jamaah haji dipanggil untuk mengurus kunci.
Kaum Anshar Gelisah
Rasulullah lalu menanyakan Utsman bin Thalhah. Orang-orang memanggil Utsman bin Thalhah. Setelah dia datang Rasulullah berkata,”Inilah kuncimu, wahai Utsman. Hari ini hari kebaikan dan hari penepatan janji.” Sejak itu Utsman bin Thalhah diangkat jadi juru kunci kakbah. Jabatan itu turun temurun ke anak cucunya hingga kini.
Setelah penaklukan Mekkah ini, orang-orang anshar Madinah khawatir Rasulullah akan menetap di kota kelahirannya ini. Mereka berkata satu sama lainnya dengan waswas. ”Apakah kalian memiliki pemikiran jika Allah memberi kemenangan kepada RasulNya dan berhasil menaklukkan negerinya, ia akan menetap di sana?”
Rasulullah mendengar rasan-rasan atas kekhawatiran itu. Lantas bertanya kepada kaum anshar. ”Apa yang tadi kalian katakan?” Kaum anshar terkejut dan menjawab untuk menutupi kegelisahannya. ”Kami tidak mengatakan apa-apa, ya Rasulullah.”
Rasulullah menegaskan dirinya tetap bersama orang-orang anshar. ”Aku berlindung kepada Allah. Kehidupanku adalah bersama kalian dan kematianku adalah bersama kalian.” Orang-orang Madinah pun lega dan gembira, Rasulullah tetap memilih hidup di Madinah. (*)
Kisah Nabi ini berdasarkan buku Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.
Penulis/ Editor Sugeng Purwanto