PWMU.CO – Kritik Pemerintah, Busyro Muqoddas: Muhammadiyah Jangan Dianggap Musuh. Hal itu dia sampaikan dalam konferensi pers PP Muhammadiyah, Senin (18/1/2021) siang.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik menggelar konferensi pers secara daring menanggapi hasil investigasi Komnas HAM atas tewasnya 6 anggota FPI beberapa waktu lalu.
Ada enam point pernyataan sikap Muhammadiyah menanggapi temuan Komnas HAM itu. Di antaranya meminta Presiden Jokowi memberikan perintah yang tegas kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
Muhammadiyah juga mendesak Komnas HAM untuk mengungkap fakta-fakta dalam kasus kasus ini secara lebih mendalam, investigatif, dan tegas karena tugas penyelidikan yang telah berjalan terkesan tidak tuntas dalam pengungkapannya termasuk siapa aktor intelektual di balik penembakan itu.
Baca Tanggapan Muhammadiyah atas Hasil Investigasi Komnas HAM tentang Penembakan Anggota FPI
Busyro Muqqodas menegaskan, sikap ktitis Muhammadiyah dalam pernyataan tersebut semata-mata sebagai wujud bahwa Muhammadiyah tidak lelah.
“Insyaalah tidak akan lelah demi untuk mengembalikan martabat, marwah atau muruah negeri kita ini yang sudah dirintis dengan berdara-darah bahkan ribuan nyawa meninggal dengan terhormat pada masa-masa pra kemerdekaan,” ujarnya.
Muhammadiyah Teruji Kematangannya
Dia menjelaskan, Muhammadiyah sejak berdiri sampai sekarang dan pada masa mendatang sudah terbukti secara historis sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf nahi mungkar—yang jiwa, nafas, orientasi, metode, atau caranya—selalu mengintegrasikan antara semangat dan komitmen Islam dengan kebangsaan.
Hal itu dilakukan Muhammadiyah secara integratif dan sungguh-sungguh, tidak basa-basi. Sebab, menurutnya, basa-basi kalau dibiasakan terus-menerus akan membentuk kararakter kemunafikan atau hipokrit.
Menurut mantan Ketua KPK itu keterlibatan Muhammadiyah ikut mengatasi persoalan-persoalan kerakyatan, kebangsaan, dan kenegaraan itu bagian tak terpisahkan dari komitmen keislaman dan kebangsan itu.
“Sehingga dalam konteks sekarang ini yang disikapi oleh Majelis Hukum dan HAM dan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah itu merupakan salah satu refeksi dan perwujudan dari komitmen Muhammadiyah tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, tidak hanya persoalan ini tapi juga banyak persoalan sebelumnya dan yang akan datang yang akan terus diperjuangkan Muhammadiyah sebagai bagian penting dalam menjalankan misi keagamaan dan kebangsaan itu.
Busyo menyampaikan terjadinya tragedi kemanusiaan di KM 50 Jakarta-Cikampek yang melibatkan oknum polisi menunjukkan semakin mengingkarnya tata kelola pemerintahaan atau kenegaraan dari jati dirinya sebagai bangsa.
“Yang jati diri itu dokumen otentiknya sudah tertulis dengan jelas dan bener, yang mengandung nilai-nilai filosofis dan ideologis yang permanan dan elegan sekali. Yaitu Pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasalnya yang tadi dibacakan. Juga Pancasila yang merupakan bagian tak terpisahkan,” paparnya.
Dia menegaskan, keadaan saat ini semakin mengindikasikan kuatnya atau bangkitnya, apa yang disebut sebagai neo-otoritariansme.
“Dan bahkan kalau saya tambahkan, tidak hanya itu saja tapi semakin pandemiknya korupsi termasuk korupsi politik. Bahkan akhir-akhir ini korupsi kepemimpinan dan korupsi demokrasi yang ditandai pilkada beberapa waktu yang lalu dan pilkada-pilkada sebelunya bahkan juga pemilu beberapa kali yang lalu,” ungkapnya.
Busyro Muqqodas mengatakan, situasi seperti ini harus menjadi bagian komitmen elemen masyarakat sipil untuk mengkritisinya. Termasuk Muhammadiyah sebagai salah satu elemen yang sudah teruji kedewasaan dan kematangannya.
“Kalau kami Muhamamdiyah kritis, itu kritis penuh kesayangan, bukan kebencan. Dan tidak perlu aparat kepolisian maupun yang lain-lain menyikapi dengan mispersepsi atau kesalahan pandagnan yang berlebihan seakan-akan kalua ada kelompok masyarakat sipil termasuk Muhammadiyah yang bersikpa kritis itu sebagai musuh,” ungkap dia.
“Sama sekali kami tidak memushi negara. Kami tidak memusuhi pemerintah. Kami tidak memusuhi TNI-Polri. Kami justru perintis TNI melaluu Panglima Soedirman yang tokoh kader Hizbul Wathan dan Pemuda Mhammadiyah itu. Kamilah termasuk perintis negeri ini bersma komponen-komponen masyarakat yang lain saat itu,” tegasnya.
Busyro mengatakan justru negara harus berbahagiala jika masih memiliki elemen masyarakat sipil yang masih merawat indpenensinya. “Karena independensi akan membawa pada pengaruh apakah masyarkat sipil itu sudah terjadi atau tidak,” ujarnya.
“Insyaallah Muhammadiyah tidak akan mudah tergelincir untuk menggadaikan indonesai. Menggadaikan Islam sebagai agama rahmaan lil alamin yang menekankan keadilan untuk semuanya: lintas agama, lintas sektor, lintas apapun juga. Prinsip justice for all, keadilan untuk semuanya adalah prinsip Islam, prinsip Pancasilan dan prnsip kita semuanya,” tambahnya.
Busyro menegaskan, Muhammadiyah tidak akan lelah menolong negeri ini, menolong pemerintah ini dengan antara lain kritik konstruktif penuh kesayangan dan terhindar dari perasaan kebencian.
“Sebaliknya kami menuntut, mendorong, mengajak pada pemerintah untuk lebih berhati-hati menyikapi sikap-sikap kritis masyarakat. Kalau ada elemen masyarakat sipil yang kritis jangan disikapi dengan cara-cara pandang yang represif karena mungkin saja pemerintah disadari atau tidak sekarang ini sudah mengaut represitivisme dan langkah represivitas melihat beberapa atau sejumlah gejala-gejala tadi,” papar dia.
Peringatan Allah
Busyro Muqqodas juga menjelaskan mengapa dalam konferensi pers itu dikutip Surat al-Jatsiyah 15: “Barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka itu untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa mengerekan kejahatan, akibatnya akan menimpa diri sendiri. Kemudian kepada Tuhanmu kamu akan dikembalikan.”
Menurutnya peringatan Allah itu dikutip sebagai salah satu cara Muhammadiyah karena bangsa ini hidup di negeri yang bukan sekuler, negeri yang bukan liberal. Tapi negeri yang penuh barakah Allah karena tokoh-tokoh bangsa—terutama dahulu kala—memiliki religusitas yang kental dan kebangsaan yang otentik.
“Di situlah Muhammadiyah akan terus merawatnya, insyaallah, sampai kapan pun juga. Pemerintah adalah pemerintahan kita; Polri adalah polri kita; TNI, TNI kita; dan siapapun juga yang sedang mengelola itu jika ada kesalahan maka kami wajib mengingatkan.
Maka, lanjutnya, wajar kami mengingatkan dengan agama kami, karena ad-dinu nasihah. Agama itu nasihat. “Jadi kalau kami tidak menasihati Presiden Jokowi, tidak menasihati Kapolri sehingga ada pembiaran yang disengaja terhadap pembunuhan-pembunuhan yang berkali-kali itu ingat akan adab Allah. Jangan sampai mengenai kita semuanya,” tuturnya.
Dia akhir pernyataannya, Busyro berharap aspirasi Muhammadiyah ini didengar dengan oleh pemerintah dengan intuisi yang jernih dan pimikiran yang waras. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.