PWMU.CO – Teliti budaya tanean Lanjhan, dosen Universitas Muhammadiyah Jember Dr Suhari SSos MIKom meraih gelar doktor.
Suhari menulis disertasi dengan judul Memaknai dan Mempertahankan Ruang Etnik dan Identitas pada Komunitas Tanean Lanjhang Masyarakat Madura di Desa Sana Tengah, Kecamatan Pasean, Pamekasan.
Dia meraih predikat memuaskan pada jurusan Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Senin, (18/1/2021).
Budaya Asli Leluhur Madura
Lelaki asal Desa Sana Tengah tersebut membagi kisah alasannya meneliti Budaya Komunitas Tanean Lanjhang. Menurutnya, Tanean Lanjhang adalah budaya yang determinan dan existing.
“Budaya tersebut adalah budaya asli leluhur Madura yang sejak dulu hingga sekarang masih dipertahankan di tengah era global dan modernisasi,” terangnya.
Budaya yang Dipertahankan
Komunitas ini menurutnya menjadi budaya yang termarginalkan di tengah Masyarakat Madura. Namun ia tetap dipertahankan di saat budaya lain mengalami perubahan karena modernisasi.
“Tanean Lanjhang adalah permukiman tradisional Madura berupa suatu kumpulan rumah yang terdiri atas keluarga-keluarga yang mengikatnya. Letaknya sangat berdekatan dengan lahan garapan, mata air atau sungai,” jelas Suhari.
Antara permukiman dengan lahan garapan hanya dibatasi tanaman hidup atau peninggian tanah yang disebut galengan atau tabun. Sehingga masing-masing kelompok menjadi terpisah oleh lahan garapannya.
Satu kelompok rumah terdiri atas 2 sampai 10 rumah, atau dihuni sepuluh keluarga yaitu keluarga batih yang terdiri dari orang tua, anak, cucu, cicit dan seterusnya.
Susunan pola Tanean Lanjhang dimulai dari barat ke timur yang menunjukan urutan tua ke muda. Diawali dengan sebuah rumah induk yang disebut dengan tonghuh, menjadi rumah cikal bakal atau leluhur suatu keluarga. Yang juga dilengkapi Kobhung (Langgar) yang berada di ujung barat sebagai symbol ketaatan pada Tuhan.
Selain itu, Kobhung juga berfungsi sebagai tempat menerima tamu laki-laki dan tempat musyawarah adat. “Kalau tamu yang datang perempuan akan ditempatkan di amper atau teras rumah,” imbuh Suhari.
Pernikahan Dini dan Antar Saudara
Kebiasaan Komunitas Tanean Lanjhang yang sampai saat ini masih diberlakukan ialah pernikahan antar saudara bahkan perjodohan yang dilakukan sejak masih belia.
“Hal tersebut masih dijaga untuk mempertahankan kekerabatan antar saudara. Dalam faktor ekonomi, mereka takut apabila harta jatuh di luar garis keturunan,” lanjut Suhari.
Fenomena pernikahan dini ini pernah dikonferensikan oleh Suhari di Korea Selatan Tahun 2019 karena memang fenomena ini tidak dimiliki oleh komunitas masyarakat lain di dunia.
“Bahkan pernah ada kasus janda perawan karena pernikahan yang dilakukan oleh sepihak hasil dari perjodohan sejak masih belia,” katanya.
Hal tersebut terjadi karena salah satunya sebagai wujud taat perintah kepada orang tua. Selain itu juga berkaitan dengan pola komunikasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Madura tentang pola struktur penghormatan yang terangkum dalam ungkapan “Bapa’ Babu’ Guru Rato” (Bapak Ibu Guru Ratu –Pemerintah-).
Kendala Penelitian
Suhari menceritakan kendala yang dialami ketika melakukan penelitian selama satu tahun penuh. Salah satunya adalah jarak karena ia berdomisili di Jember. Ditambah dengan situasi pandemi Covid-19, menjadikan ruang gerak terbatas karena pemberlakuan PSBB.
“Karena Surabaya PSBB, jadi saya dibantu oleh adik dan teman-teman untuk eksplorasi data. Sumber literasi yang bisa dijadikan referensi tentang komunitas Tanean Lanjhang juga masih sangat minim, sehingga saya harus merangkai kata dari awal,” katanya.
Dia mengaku, rata-rata narasumber tidak paham akan sejarah pendahulunya karena sudah ada beberapa generasi.
Sekolah untuk Angkat Derajat Keluarga
Mahasiswa Unair Angkatan 2016 tersebut memaknai predikat doktoral sebagai sebuah karunia Allah. Dia memaksa terus bersekolah untuk mengangkat derajat keluarganya.
“Semua berangkat dari nol. Jenjang SMP dan SMA saya habiskan dengan tinggal di Panti Asuhan karena keterbatasan ekonomi,” akunya.
Dia pun pernah menjajal kisah hidup mulai dari menjadi babu demi bisa berkuliah dan tak memiliki sepeda motor.
Usaha gigihnya terjawab saat ini dan ia sukses meraih gelar doktor setelah teliti Budaya Tanean Lanjhang Madura. (*)
Kontributor Disa Yulistian Editor Nely Izzatul