Kampanye Wakaf, Salah Pilih Jurkam oleh Sirikit Syah, doktor ilmu komunikasi, jurnalis, dan sastrawati.
PWMU.CO– Pelajaran hari ini. Mungkin maksud pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) baik. Mengumpulkan dana wakaf yang sangat potensial besar dan dikelola pemerintah. Tapi yang muncul kehebohan. Pro-kontra dan sinisme. Memang banyak kecurigaan, apa pemerintah bisa dipercaya? Tapi itu persoalan kemudian.
Kesalahan awal, menurutku, salah memilih jurkam (juru kampanye) alias komunikatornya. Mau menggaruk dana wakaf umat Islam kok yang bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sosok yang dianggap para ekonom dan rakyat tidak mampu mengatasi keuangan Indonesia yang terus defisit.
Dia juga dianggap agen asing kapitalis dari Bank Dunia. Kurang ramah terhadap umat meskipun dia menjabat ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia. Apalagi tidak biasanya dia berpenampilan pakai kerudung. Mendadak berjilbab sewaktu pencanangan wakaf.
Orang berakal membaca situasi itu sebagai akal-akalan. Namun orang bijak mendoakan, semoga Sri Mulyani Indrawati mendapat hidayah. Terus pakai hijab, tak hanya saat minta wakaf.
Kabar yang menggembirakan, ketua BWI adalah orang yang kredibel alias dapat dipercaya. Yaitu Muhammad Nuh. Intelektual muslim, pernah menjadi Menteri Infokom dan Mendikbud di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Seandainya yang kampanye wakaf saat pencanangan Gerakan Nasional Wakaf Uang itu disampaikan oleh Muhammad Nuh, bisa diprediksi program wakaf ini lebih berhasil. Disampaikan oleh orang kredibel, kompeten karena paham masalah umat dan keislaman.
Intelektual Islam yang sekaliber Pak Nuh, baik dalam ilmu kemasyarakatan maupun agama, adalah Din Syamsuddin. Din sudah membuat seruan wakaf kepada umat agar menitipkan wakafnya pada lembaga Islam yang tepercaya yang jelas program dakwahnya.
Sebab biasanya setelah ada gerakan program pemerintah seperti ini lalu muncul lembaga siluman yang ingin merebut potensi wakaf ini. Contoh, penggunaan dana Bansos covid muncul perusahaan dadakan milik anggota DPR Fraksi PDIP dan Madam Partai Banteng yang ditunjuk pengadaan sembako.
Pilih Nadhir Amanah
Saya tertarik mengikuti dan mengantisipasi dua kekuatan pengaruh yang sangat seimbang ini. Pelajarannya, jangan gunakan komunikator yang keliru dalam mengomunikasikan masalah krusial.
Mau mengelola dana umat kok yang muncul tokoh pengutang. Akan lebih baik bila pemerintah meminta Muhammad Nuh yang di garda depan. Umat akan lebih percaya. Juga jangan buru-buru bilang kalau dana akan dipakai membangun infrastruktur.
Umat alergi terhadap kata infrastruktur itu. Karena dampak manfaat tidak dirasakan langsung. Mau membanggakan jalan tol? Rakyat lho membayar kalau lewat. Tidak gratis.
Wakaf uang pengelolaannya ditangani oleh nadhir. Pilihkan nadhir dari orang yang amanah, kompeten, paham ekonomi syariah. Jangan tunjuk pejabat. Apalagi pensiunan pejabat seperti di Badan Amil Zakat (BAZ). Bakal adem ayem. Tidak progresif.
Pengelolaan wakaf uang harus sesuai syariat. Pemanfaatan keuntungannya bisa untuk membantu pemberdayaan ekonomi umat Islam seperti penyediaan pupuk yang selalu susah didapat saat musim tanam, sarana kesehatan, ketersediaan obat, sarana sekolah daring di daerah terjauh, terpinggir yang sulit akses internet, membuka lapangan kerja bagi para kaum ter-PHK, dan lainnya. Paling penting sih, jangan dipakai membayari para buzzer yang bahasa halusnya influencer.
Apa rela rakyat kalau uang negara atau uang wakaf dipakai membayari orang-orang semacam Abu Janda dan gerombolannya itu. Rakyat sudah kadung hilang kepercayaan terhadap pemerintah soal keuangan sebab utangan Bansos masa pandemi covid-19 saja dikorupsi oleh menteri sosial dan anggota DPR. (*)
Editor Sugeng Purwanto