Kisah Raja Sakit dan Tumbal Pemuda oleh Tony Rosyid, pengamat politik dan pemerhati bangsa.
PWMU.CO– Saya ingin mengawali tulisan ini dengan mengutip cerita Sa’di Shirazi, seorang penyair Persia, dalam karyanya yang diberi judul Gulistan.
Ada seorang kisah Raja Yunani yang sedang sakit. Parah, dan kabarnya susah disembuhkan. Oleh tabib, Raja diberi resep: potong leher pemuda dan dijadikan tumbal. Ditunjukkan oleh tabib ciri-ciri pemuda itu.
Singkat cerita, pemuda itu ditemukan. Kedua orangtuanya diberi banyak uang, dan sangat senang. Pengadilan pun membuat keputusan bahwa untuk menyelamatkan Raja, sah nyawa pemuda dikorbankan.
Tiba saatnya pemuda itu dihadapkan kepada Raja, dan siap dieksekusi. Di depan Raja, pemuda itu mengangkat kepalanya ke langit, lalu tersenyum.
”Dalam keadaan seperti ini, kamu masih bisa tersenyum?” tanya Raja. Pemuda itu menjawab,”Orangtua yang seharusnya melindungi dan merawat anaknya, tapi justru menjualnya demi uang. Hakim Agung mestinya menjadi tempat pengaduan, tapi menvonisnya. Dan Raja seyogianya menjadi tempat mencari keadilan, tapi malah sewenang-wenang. Selain Tuhan, tak ada lagi yang bisa menolongku.”
”Ke mana aku harus lari dari cengkeraman tanganmu? Aku mencari keadilan yang bertentangan dengan kekuasaanmu,” begitu kata pemuda itu menutup kalimatnya.
Hati Raja tersentuh. Ia menangis dan berkata, ”Lebih baik aku binasa daripada menumpahkan darah pemuda yang tak bersalah.” Lalu, Raja memeluk pemuda itu dan mencium kepalanya. Pemuda itu pun diberi hadiah dan disuruh pulang. Setelah itu, Raja sembuh dari penyakitnya.
Kebebasan Pemuda
Pesan cerita ini, jika seorang Raja ingin sembuh dari penyakitnya, dengarkan anak muda, peluk dan sayangi mereka. Sebab mereka adalah generasi masa depan yang menyelamatkan bangsa dan negara.
Anak-anak muda itu sekarang ada di kampus. Bebaskan mereka dari segala bentuk intimidasi para rektor yang dikendalikan oleh SK menteri.
Anak-anak muda itu juga menyebar di berbagai media. Jangan berangus mereka dengan menyandera para pemilik media. Anak-anak muda itu aktif di berbagai organisasi, LSM, kelompok-kelompok studi, forum-forum kajian dan pengajian. Jangan habisi mereka ketika mereka datang dan mengingatkan Sang Raja.
Biarkan mereka bicara, tanpa tekanan dan rasa ketakutan. Jika mereka takut, lalu bisu dan tak bicara, mereka tak akan bisa menyembuhkan Raja. Hanya mereka yang menjadi obat Raja. Kejujuran, ketulusan dan idealisme mereka adalah obat untuk kesembuhan Raja. Raja harus disembuhkan. Jika Raja sakit, bangsa dan negara juga ikut sakit. (*)
Jakarta, 1 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto