PWMU.CO – Keajaiban Tanda Baca. Tanda baca adalah salah satu keajaiban dunia, eh … keajaiban bahasa. Berbagai tanda baca tidak hanya berfungsi dalam ekonomi kata—meringkas satu sampai tiga kata—tetapi juga bisa menggambarkan emosi jiwa. Ajaib kan!
Bayangkan, hanya dengan tambahan tanda seru (!), sebuah kata langsung punya makna berbeda. Menulis pergi dengan pergi!, jelas berbeda makna dan dampaknya.
Pergi (tanpa tanda seru) artinya netral dan datar. Kalau mau memaknai, mentok hanya sebagai kata atau ‘kalimat’ berita (lagi trend kan sekarang kalimat hanya terdiri satu kata, seperti sering ditulis Dahlan Iskan).
Tapi dengan tanda seru, kata pergi!—selain dapat meringkas kalimat, misalnya: “Pergi, kamu, dari sini!”—bisa menunjukan emosi sang pengucap/penulis kata itu.
Maka imajinasi kita langsung menghambur ke ekspresi kemarahan—bahkan dengan gigitan gigi, wajah merah, dan tangan yang diacung-acungkan.
Demikian pula jika kata pergi diakhiri dengan tanda tanya (?): Pergi? Maka, makna dan emosi yang dikandungnya akan berbeda. Kata itu bisa meringkas kalimat, “Kamu mau pergi dari aku?” Tentu kebayang ekspresi mata layu dan wajah memelas sang pengucap/penulis.
Titik dan Koma Menghemat Nafas
Sayangnya, kita tak pandai memanfaatkan keajaiban tanda baca. Padahal tanda baca bisa menyelamatkan jiwa. Titik (.) dan koma (,) adalah dua tanda baca yang berjasa mengatur nafas ketika sedang membaca. Dan itu baik untuk kesehatan: mengatur ritme pernafasan dan menjaga kelelahan mata.
Kalau tak percaya, bacalah kalimat panjang tanpa koma dan titik, satu-dua-tiga halaman buku. Bisa-bisa Anda koma beneran.
Nah, salah satu indikator tulisan enak dibaca (readability) adalah memakai kalimat dan paragraf pendek. Oleh karena itu penulisan untuk internet ada rambu-rambunya. Harus SEO-able: memenuhi unsur search engine optimization (SEO) alias pengoptimalan mesin telusur. Tujuannya memudahkan orang menemukan tulisan kita dari mesin pencari seperti Google.
Plugin Yoast misalnya mematok maksimal 20 kata untuk satu kalimat. Sedangkan untuk satu paragraf tidak boleh lebih dari 150 kata. Jika lebih dari itu, maka lampu indikator berwarna merah. Artinya tulisan tidak readability, tidak nyaman dibaca. Dan implikasinya: sulit ditemukan orang yang sedang mencari kata kunci di internet.
Titik Dua yang Ajaib
Eep Saefulloh Fatah termasuk penulis yang percaya dengan kekuatan tanda baca. Dia adalah penggemar titik dua (:), seperti yang pernah ia tulis di kolom Bahasa majalah Tempo edisi 12 Januari 2009.
Menurut dia, dengan tampilan bersahaja, titik dua mampu menggantikan banyak alat ungkap bahasa yang lebih boros: yaitu, yakni, adalah, berikut ini, sebagai berikut, seperti terinci berikut, sebagaimana terpapar berikut, sebagaimana tergambar berikut ini.
“Sumbangannya pada ekonomi kata pun bukan main,” tulisnya.
Selain itu ‘titik dua’ juga alat penggarisbawahan nan tandas. Ketika kita hendak memaparkan tiga pokok pikiran utama, titik dua bisa dipakai pada alinea pembuka paparan itu.
Sayangnya, banyak yang tak suka dengan tanda baca yang dia gemari itu, termasuk para editor media tempat Eep sering menulis kolom. Tanda baca itu sering dibabat. Sampai-sampai dia berpesan khusus agar tak menghilangkan titik dua dalam tulisanya.
Mengapa alat peringkas kata dan penandas gagasan ini gampang terpinggirkan?
Eep menduga hal itu berkait dengan kecenderungan umum dalam berbahasa Indonesia: menghindar yang ringkas-ringkas, senang berpanjang-panjang.
Tanda Pisah Menyamankan Tulisan
Jika Eep penggemar titik dua, saya penyuka tanda pisah (—). Hampir selalu ada tanda tersebut dalam tulisan saya. Coba deh hitung berapa kali saya menggunakan tanda tersebut dalam tulisan ini.
Bagi saya, tanda pisah bisa membuat tulisan nyaman untuk dibaca. Tulisan tidak terlalu berat karena ada jeda. Membacanya jadi ringan. Juga ada unsur estetikanya. Karena itu saya sering menggunakannya, meskipun sebenarnya bisa juga dengan tanda koma.
Menurut PEUBI, ada tiga penggunaan tanda pisah dalam kalimat. Pertama, tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Cotoh: Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Kedua, tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
Seperti: Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Ketiga, tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’. Misalnya: Tahun 2010—2015.
Agar tulisan kita enak dibaca dan menyehatkan, ayo mulai menggunakan tanda baca dan temukan keajaibannya! (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post