PWMU.CO– Aisyiyah menyatakan SKB Tiga Menteri tentang seragam sekolah tak sejalan dengan prinsip UUD 1945. Terutama ancaman menghentikan Biaya Operasional Sekolah kalau melanggar. Pendidikan itu tugas negara dan dibiayai oleh negara.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini menanggapi Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pernyataan itu disampaikan Siti Noordjannah dalam kegiatan Konsolidasi Nasional Pimpinan Aisyiyah secara online, Sabtu (6/2/21). Acara diikuti 600 pimpinan Aisyiyah seluruh Indonesia dan Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah luar negeri.
Noordjannah menguatkan pernyataannya itu dengan merujuk tujuan pendidikan nasional berdasarkan ketentuan pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
”Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,” kata Noordjannah.
Sikap Aisyiyah
Siti Noordjannah menyampaikan sikap Aisyiyah sehubungan dengan keluarnya SKB Tiga Menteri tentang seragam sekolah terutama menyangkut pemakaian jilbab. SKB dikeluarkan oleh Mendikbud, Mendagri, dan Menag.
Pertama, pemerintah semestinya membuat kebijakan yang memberikan kelonggaran kepada sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah untuk membuat pengaturan yang positif yang arahnya menganjurkan, membolehkan, dan mendidik para siswa untuk taat menjalankan ajaran agama sesuai keyakinannya, termasuk dalam berpakaian seragam kekhasan agama siswa.
Kedua, pengaturan yang kaku dan ketat pada diktum ketiga dalam Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut secara substantif tidak sejalan dengan prinsip dalam pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Ketiga, memakai pakaian khusus keagamaan (pakaian seragam khas muslimah) merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran agama sebagaimana dijamin oleh pasal 29 UUD 1945. Karenanya pemerintah harus melindungi hak siswa dalam menjalankan ajaran agamanya melalui peraturan sekolah yang bijaksana dan moderat, yang menumbuhkan keberagamaan siswa yang relijius, damai, toleran, serta meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional.
Keempat, merespons diktum kelima huruf d, dalam Keputusan Bersama Tiga Menteri yang menyatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan, tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2). Ketentuan Pasal 31 UUD 1945, ayat (1) mengatur setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan ayat (2) yang mengatur Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Cukup Permendikbud
Kelima, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah khususnya bagi siswa muslimah sangat akomodatif dan konstitusional.
Ketentuan Pasal 1 angka 4 Permendikbud mengatur “Pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah”.
Karenanya Permendikbud tersebut masih sangat relevan untuk dilaksanakan di sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk insan Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berkarakter akhlak mulia.
Noordjannah meminta agar pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri lebih fokus dalam mengatasi masalah dan dampak yang sangat berat akibat pandemi covid-19.
”Semua komponen bangsa sebagaimana telah dilakukan Aisyiyah-Muhammadiyah dapat bekerja sama mengatasi covid-19 dan segala dampaknya dengan jiwa persatuan Indonesia,” tegasnya.
Karena itu, sambung dia, hal-hal yang menimbulkan kontroversi semestinya dihindari oleh semua pihak sehingga bangsa Indonesia lebih ringan dalam menghadapi covid-19 dan dapat menyelesaikan masalah-masalah nasional lainnya untuk kepentingan bersama. (*)
Editor Sugeng Purwanto