PWMU.CO – Ujian SIM Jujur ala Pak AR. Di samping terkenal dengan kehidupannya yang besahaja dan sikapnya yang luwes, Pak AR juga humoris—bahkan ketika dia tidak sedang melucu.
Seperti yang diceritakan almarhum KH Muchlis Sulaiman—Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Babat Lamongan—yang pernah beberapa tahun di tinggal di Yogyakarta.
Saat itu dia kuliah di Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah (FIAD) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selama kuliah di Yogyakarta, ia aktif di persyarkatan dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH AR Fachrudin alias Pak AR—Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1968-1990.
Kepada para santrinya, termasuk saya, Kiai Muchlis bercerita, Pak AR itu pernah khutbah Jumat dan para jamaahnya pada ketawa. Padahal yang disampaikan serius lazimnya pakem shalat Jumat.
Memang, banyak cerita-cerita jenaka yang berkaitan dengan Pak AR termasuk yang ditulis Sukriyanto AR—anaknya—di buku Biografi Pak AR yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah, Mei 2017.
Di buku tersebut, pada bagian akhir ada tulisan khusus yang berisi anekdot dan humor Pak AR. Dan sebagian besar isinya adalah lelcucon yang tak disengaja. Malah merupakan peristiwa yang serius, yang sedang dialami Pak AR, seperti saat mengikuti ujian surat izin mengemudi (SIM) dan ban motornya yang kempes.
Ujian SIM
Pada waktu Pak AR menjadi anggota DPR Daerah Istimewa Yogyakarta dari Fraksi Masyumi, Pak AR mendapat jatah untuk membeli sebuah motor merek IFA. Karena setiap pengendara motor harus memiliki SIM, Pak AR ikut ujian SIM.
Pada waktu ujian praktik, polisi membawa ke jalan-jalan sempit, berliku, dan agak licin. Karena itu, Pak AR turun dan motor itu dituntun.
Polisi menegur, “Pak, motornya kok tidak dinaiki?”
Jawab Pak AR kalem, “Saya ini selalu ingin selamat. Tujuan mencari SIM ini, juga supaya kita selamat, tidak menabrak, tidak ditabrak dan tidak jatuh. Karena itu kalau ketemu jalan seperti ini dari pada jatuh ya saya tuntun saja”.
Tentu saja Pak Polisi hanya bisa tersenyum. Tapi Pak AR lulus juga.
Karena Motor Tidak Dapat Jalan Sendiri
Sekitar tahun 70-an, Pak AR bersama putranya, Luthfi, pergi ke Pajangan, Bantul, naik motor Yamaha Bebek. Tiba-tiba bannya kempes.
Karena itu Pak AR dan putranya turun dan menuntun motornya sambil mencari tukang tambal ban.
Kebetulan di jalan ketemu seorang kenalan.
Kenalan itu bertanya, “Kok dituntun, Pak?”
Jawab Pak AR, “Iya supaya tidak ngamuk.”
Tentu saja kenalan itu tertawa ngakak. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni