PWMU.CO– Mahfud MD, Menko Polhukam, mengatakan, pemerintah tak pernah menganggap Din Syamsuddin radikal atau penganut radikalisme.
”Pak Din itu pengusung moderasi beragama (washatiyyah Islam) yang juga diusung oleh pemerintah,” tulis Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (13/2/2021).
Pernyataannya ini menanggapi pelaporan Gerakan Anti Radikal Alumni ITB ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KSAN) tentang Din Syamsuddin yang dituduh radikal.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini menuturkan, Din juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi wasy Syahadah. ”Beliau kritis, bukan radikalis,” ujar Mahfud.
Konsep Darul Ahdi wasy Syahadah ditetapkan saat Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Agustus 2015 lalu. Darul ahdi artinya negara berdasarkan konsensus nasional. Darul syahadah punya makna mengisi negara dengan kinerja.
Mahfud menyampaikan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama kompak kampanyekan NKRI berdasarkan Pancasila dan sejalan dengan Islam. Sementara NU menyebut Darul Mitsaq.
”Pak Din dikenal sebagai salah satu penguat konsep ini. Saya sering berdiskusi dengan dia, terkadang di rumah JK,” jelas Mahfud.
Kata Mahfud, memang ada beberapa orang yang mengaku dari ITB menyampaikan masalah Din Syamsuddin kepada Menteri PAN-RB Pak Tjahjo Kumolo. “Pak Tjahjo mendengarkan saja, namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi ya didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti apalagi memproses laporan itu,” tandasnya.
Pembelaan KOKAM
Sementara Komandan Nasional KOKAM PP Pemuda Muhammadiyah Zainuddin menyatakan, menuduh Din Syamsuddin sebagai orang radikal adalah tindakan tanpa dasar. Sebab Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 ini dikenal membangun moderasi Islam di dunia internasional.
Menurut Zainuddin, Din Syamsuddin pernah memimpin Pemuda Muhammadiyah (1989-1993) dan Muhammadiyah jelas-jelas organisasi yang moderat dan punya jasa yang besar bagi bangsa ini. ”Pak Din sejak kuliah sudah menjadi aktivis Muhammadiyah,” katanya.
Dijelaskan, Pak Din adalah cendekiawan muslim dengan gelar guru besar Hubungan Internasional di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemikiran dan aksinya dalam membangun moderasi Islam di mendapatkan pengakuan internasional. Tidak ada pemikiran dan aksi Pak Din yang menjurus kepada tindakan radikal.
”Kalau Pak Din akhir-akhir ini melontarkan kritikan kepada penguasa, tentu didasarkan atas panggilan keimanan, keilmuan, dan tanggung jawab kebangsaan,” tandasnya. ”Bapak presiden pun terbuka terhadap masukan dan kritikan,” tambahnya.
Ditegaskan, KOKAM menilai tuduhan radikal itu salah alamat dan meminta untuk mencabut pelaporan ke KASN.
GAR Alumni ITB beralasan bahwa Din dinilai radikal dari pernyataannya dalam webinar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada 1 Juni 2020.
Saat itu Din mengatakan, kita keluar karena rakyat memberontak, karena rakyat melakukan aksi-aksi, terutama sebagai amar makruf dan nahyi munkar. Pernyataan ini dinilai bersifat agitatif dan menyiratkan hasutan kepada masyarakat untuk melakukan perlawanan secara radikal terhadap pemerintah. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto