PWMU.CO – Mas Mansur tokoh yang sangat hebat. Agamanya mapan. Pengetahuan agamanya mendalam. Dan keterampilan jurnalistiknya jalan.
Demikian uraian Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid MSi dalam Webinar#16 bertema Profil Ketokohan, Keulamaan, dan Perjuangan KH Mas Mansur dan Prof Dr Buya Hamka, Jumat (19/2/21).
Dalam webinar via Zoom yang diadakan Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LP2PPM), itu Nadjib memberi judul makalah dan power point-nya Mas Mansur sang Ideolog Muhammadiyah. “Karena sebenarnya ideologi Muhammadiyah itu secara formal ada, hemat saya, itu antara lain dimulai dari Mas Mansur,” ujarnya.
Mas Mansur Tokoh Penggagas Majelis Tarjih
Menurur Nadjib, Mas Mansur-lah yang merumuskan 12 langkah Muhammadiyah dan juga menggagas Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam rangka mendisiplinkan ibadah. “Kalau 12 Langkah Muhammadiyah tentang organisasi dan kepribadian warga Muhammadiyah, tapi praktik ibadahnya melalui Majelis Tarjih,” paparnya.
Mas Mansur kelahiran Surabaya, 25 Juni 1896. Wafat juga di Surabaya. Karena telah lama di dalam penjara, sehingga waktu keluar itu kondisinya tidak sehat, kemudian Mas Mansur meninggal relatif muda baru 50 tahun.
“Kita punya banyak tokoh di Muhammadiyah ini yang wafat dalam usia relatif muda. KH Ahmad Dahlan juga wafat di usia 55 tahun. Mas Mansur 50 tahun, apalagi Jenderal Soedirman, malah sangat muda,’ urainya.
Saya tidak tahu, sambungnya, apakah itu takdir atau mungkin di antara kita tidak peduli dengan kesehatan. Ini saya kira pelajaran bagi para aktivis, kini dan mendatang. Betapa orang-orang hebat itu kerapkali tidak memperoleh perhatian sepatutnya di bidang kesehatan. Sehingga wafat dalam usia sangat muda, 50 tahun.
Nadjib melanjutkan, Mas Mansur pada usia 12 tahun sudah belajar agama di Mekkah, tidak tanggung-tanggung. “Jadi memang orangtuanya dari kalangan pesantren. Dan tidak tanggung-tanggung juga orangtuanya punya anak 31. Mas Mansur anak yang ke-15,” kata dia.
Nah yang menarik, sepulang dari studi. Jadi di Mekkah hanya dua tahun lalu ke Mesir karena ada gejolak politik. Dari Mesir lalu ke Libya. “Yang menarik, sepulang dari studi, dia tidak langsung pulang, tapi mampir lebih dulu ke rumah KH Ahmad Dahlan tahun 1915,” tutur pria kelahiran Paciran, Lamongan tersebut.
Mas Mansur Tokoh Alim
Setahun kemudian ketemu lagi di Yogyakarta, dan pada tahun berikutnya KH Ahmad Dahlan yang ke Surabaya. Artinya, secara akademik sudah matang dan muda, kemudian secara pergaulan juga sudah luar biasa, karena secara langsung bertemu tokoh utama Muhammadiyah. “Saya kira tidak main-main diskusi-diskusi yang dilakukan oleh beliau,” ungkapnya.
Nah, karena itu tidak heran, Mas Mansur sejak dari muda sudah menjadi aktivis, kita nanti lihat kiprahnya yang luar biasa. “Beliau dikenal sangat alim. Bahkan sampai ada cerita bagaimana ketika beliau menjadi imam shalat, sampai jamaahnya menangis. Itu merupakan wujud kealiman beliau. Tetapi juga tawadlu dan pergaulannya luas,” jelas Nadjib.
Mas Mansur juga bergaul dengan orang-orang di luar, seperti dengan dr Soetomo dan lain sebagainya. Pasca pertemuan beliau dengan KH Ahmad Dahlan pada tahun 1921, setelah pengajian yang kemudian berdiskusi hingga subuh, Mas Mansur bersedia bergabung dengan Muhammadiyah.
“Oleh KH Ahmad Dahlan, Mas Mansur dijuluki Sapu Kawat Jawa Timur. Julukan yang sangat terkenal yang artinya orang yang tangguh dan mampu menyelesaikan persoalan,” terangnya.
Di Muhammadiyah, Mas Mansur berkiprah pada 1921, setelah menyatakan komitmennya masuk Muhammadiyah. “Setelah itu beliau kemudian mendirikan Muhammadiyah Surabaya. Dan Muhammadiyah Surabaya itu adalah cikal bakal Muhammadiyah Jawa Timur,” ujar Nadjib.
Karena Muhammadiyah Jawa Timur itu, paling awal berdiri adalah Muhammadiyah Surabaya Kemudian di daerah-daerah yang lain, kemudian bergabung menjadi Jawa Timur. Mas Mansur juga konsul PP Muhammadiyah Surabaya.
“Saya tidak tahu struktur konsul itu persisnya seperti apa. Tetapi seperti korwil atau wakil korwil. Itu artinya beliau sangat dipercaya di usia yang relatif sangat muda,” ungkapnya.
Mas Mansur Tokoh yang Terpilih 100 Persen
Mas Mansur juga ketua umum PP Muhammadiyah dua periode dengan proses penetapan atau terpilihnya pada periode pertama sangat menarik.
“Beliau diajukan bukan menjadi calon tetapi terpilih di muktamar. Itu juga membuktikan beliau saya kira tokoh hebat. Kalau tidak hebat tidak mungkin terjadi,” tambahnya.
Ketika muktamar deadlock, lantas yang dipilih bukan dari calon tapi di luar calon. “Nah itu menarik, tapi hanya sekali itu terjadi. Periode kedua terpilih dengan suara bulat 100 persen. Artinya semua sepakat memilih beliau,” jelas Nadjib.
Pada saat menjadi ketua PP, sekarang istilahnya ketua umum, Mas Mansur juga menjadi direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah. Makanya Madrasah Muallimin Muhammadiyah itu dari dulu sampai sekarang berbeda pengaruhnya.
“Maknanya, kiprah beliau di Muhammadiyah hampir komplit. Semua level sudah dijelajahi. Sampai menjabat ketua umum hingga dua periode, yang karena kondisi kesehatannya sehingga harus menyudahi jabatannya,” terang dia.
Lantas kiprah di luar Muhammadiyah juga luar biasa. Ada di dunia pers, ternyata Mas Mansur jurnalis yang hebat dengan mengelola media yang sangat banyak. Ada yang dalam huruf bahasa Arab pegon, Melayu, dan juga Jawa. Luar biasa.
“Tetapi yang menunjukkan karakter intelektualnya itu adalah beliau mendirikan Tasywirul Afkar, semacam forum diskusi. Yang kemudian memang menjadi lebih condong ke NU,” papar Nadjib.
Mas Mansur Tokoh Hebat
Mas Mansur juga ketua Muktamar Alam Islamy. Jadi pada tahun 1926 sudah menjadi utusan Muktamar Alam Islamy. Itu artinya baru sepuluh tahun pulang dari sekolah. Artinya juga beliau masih sangat muda. Mungkin belum sampai 30 tahun.
Mas Mansur juga mendirikan dan memimpin surat kabar. Bukan hanya di Jawa yang dikuasai, tapi juga di Medan dan beberapa daerah seperti Surabaya, Solo, dan Yogyakarta.
“Saya tidak bisa membayangkan pada zaman itu, dengan teknologi komunikasi yang masih belum secanggih sekarang, juga transportasi yang tentu saja tidak semodern sekarang, beliau sudah melakukan kerja-kerja jurnalistik yang luar biasa,” jelasnya.
Itu menandakan, Mas Mansur adalah tokoh yang sangat hebat, jadi agamanya mapan, pengetahuan agamanya mendalam, keterampilan jurnalitiknya jalan.
“Hanya sayangnya saya tidak menemukan buku yang beliau tulis sendiri. Saya tidak tahu apakah tidak terdokumentasi dengan baik. Tetapi kalau melihat pengalaman jurnalistiknya yang luar biasa itu mestinya punya banyak dokumen. Sampai sekarang belum banyak ditemukan. Kita tahu secara umum masih tentang 12 Langkah Muhammadiyah itu,” ungkap Nadjib.
Kemudian di politik, kiprah Mas Mansur terutama jauh sebelum masa kemerdekaan. Maka risikonya pada saat itu masuk penjara adalah sesuatu yang lumrah. Kiprah Mas Mansur menjadi anggota Empat Serangkai bersama Sukarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara.
Mas Mansur Tokoh Pemrakarsa
Mas Mansur juga terlibat dalam periode awal dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) sebelum menjadi partai, pada tahun 1937. Dari mitra yang diajak kerja sama dalam membangun institusi itu menggambarkan betapa pergaulannya memang lintas golongan. Ada Wahab Hasbullah, Ahmad Dahlan, Wondoamiseno. “Semua itu menunjukkan pergaulannya yang luas,” tuturnya.
MIAI kemudian menjadi Masyumi dan partai politik. Mas Mansur adalah pemrakarsa pendirian partai. Dan seterusnya hampir semuanya sebagai pemrakarsa.
“Sekali lagi di tengah kesibukan yang luar biasa itu, beliau dipercaya di posisi garis depan. Itu menunjukkan betapa Mas Mansur kuat dan istiqamahnya memperjuangkan agama, bangsa, dan negara,” ujar Nadjib.
Sayang sekali memang Mas Mansur tidak bisa menikmati hasil perjuangannya karena wafat. Ringkas cerita, Mas Mansur dapat gelar pahlawan nasional melalui SK Presiden 162 tahun 1964. “Itulah sekilas mengenai tokoh kita yang sekarang jejaknya masih ada di Surabaya. Tetapi hampir punah,” ungkapnya.
Ada sekolah yang dulu dirintis, karena bentuknya yayasan tidak bisa berbuat banyak. Rumah Mas Mansur sudah dijual oleh ahli warisnya. Beberapa kali kita berusaha mengamankan tapi agak kesulitan.
“Karena juga keturunannya yang punya hubungan dekat dengan Muhammadiyah itu hampir tidak ada. Karena ada cucu tapi kelihatannya tidak seberapa sehat, sehingga tidak seberapa efektif bergabung. Sangat sayang sebenarnya warisan dari tokoh yang sangat hebat itu hampir punah tidak bisa diabadikan,” tandas Nadjib.
Penulis Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.