Pendekar Mabuk, Al Capone, Bisnis Miras oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO– Kamis (25/2/2021) Subuh, seorang polisi Brigadir Kepala Cornelius Siahaan yang mabuk membuat gaduh di Café Restaurant, Cengkareng. Dia keluarkan pistolnya lalu dia tembaki orang-orang di depannya.
Tiga orang langsung mati. Seorang lagi terluka. Pemicu insiden ini gara-gara dia mendapat tagihan minuman sebesar Rp3 juta. Ribut lantas main tembak seperti koboi.
Peristiwa ini terjadi berselang tak lama setelah pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Sebelumnya, industri ini masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
Peristiwa penembakan dengan pemberlakuan Perpes No. 10/2021 sepintas tak berhubungan tapi ada isyarat sebuah hikmah. Bahwa hati-hati dengan minuman keras karena bisa membawa malapetaka.
Perpres ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Ditandatangani Presiden Joko Widodo dan berlaku mulai 2 Februari 2021.
Ada yang patut dicermati dalam pertimbangan aturan ini bahwa penanaman modal baru industri minuman keras hanya diizinkan di empat provinsi dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal. Yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.
Kalimat: dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal ini terasa aneh dikaitkan dengan minuman keras. Adakah suku bangsa Indonesia yang punya budaya suka minuman keras dan mabuk? Kalau pun ada, itu tak membanggakan. Apakah minuman keras itu sebuah kearifan lokal?
Warga di empat provinsi itu mestinya tersinggung karena telah diresmikan oleh Perpres sebagai bangsa pemabuk. Menjadi pendekar mabuk. Apakah iya agama Hindu dan Kristen yang dominan di provinsi itu menoleransi minuman keras dan mengizinkan penganutnya untuk mabuk?
Bisikan Investor Miras
Membangun pabrik minuman keras dengan alasan meningkatkan kedatangan turis asing tak ada korelasinya. Karena turis datang bukan karena wine, wiski, bir, arak, tuak, ciu. Tapi pesona alam, keunikan budaya, situs spiritual, keramahan warganya.
Berbagai kasus sudah terjadi betapa banyak pemuda mati karena minum ciu. Orang celaka bahkan membunuh karena mabuk. Rumah tangga geger karena teler. Rupanya kasus-kasus ini tak menjadi pertimbangan pemerintah.
Lantas siapa yang mendorong terbitnya Perpres pembangunan industri miras? Patut diduga investor berhasil memberi bisikan kepada presiden untuk membuat aturan itu. Miras merupakan komoditas bisnis yang menguntungkan.
Dengan Perpres itu maka pabrik miras illegal yang selama ini sembunyi-sembunyi bisa segera mengurus izin. Pemerintah berdalih syarat izinnya diperketat. Ah, di sini kan ada jargon: semua bisa diatur.
Bertambahnya pabrik minuman keras berarti produksi meningkat. Pemasarannya juga makin meluas. Konsumennya pasti juga membesar. Yang minum bukan hanya turis asing. Tapi juga anak-anak negeri ini.
Bahaya miras sama seperti narkoba. Sudah terbukti di mana-mana pengaruh buruknya. Tak ada dampak positifnya. Kecuali investornya mengeruk keuntungan besar. Makin banyak orang mabuk, makin besar uang dikeruk.
Rasa-rasanya lagu Mirasantika karya Bang Haji Rhoma Irama perlu dipopulerkan kembali. Apalagi Iwan Fals sudah menyanyikan berduet dengan Bang Haji. Tapi jangan-jangan rakyat malah berjoget sambil mabuk karena lagu Mirasantika cuma hiburan walaupun syairnya dakwah.
Gangster Al Capone
Bisnis miras itu menggiurkan. Saat inilah masanya investor miras memengaruhi politikus untuk menyetujui pembukaan industrinya. Ini permainan para pendekar mabuk dengan investor. Seperti Al Capone dengan bisnis mirasnya di Chichago, AS. Di sini, sebentar lagi akan tersingkap siapa saja mereka.
Alphonse Gabriel Capone yang populer dipanggil Al Capone adalah bos mafia dan gangster perdagangan miras di AS era 1920-1930. Bisnis ini menghasilkan pendapatan 60 juta dolar AS per tahun. Sekitar 878 juta dolar AS kalau diukur sekarang.
Bisnis ini jadi rebutan. Pesaingnya mafia Irlandia George Clarence Moran yang dikenal dengan Bugs Moran. Dia menguasai Chicago Utara. Gangster Italia Al Capone menguasai Chicago Selatan.
Persaingan ini mewujudkan perang antar gangster di Chichago karena rebutan duit besar.
Namun apes bagi Al Capone. Kejahatan tak selamanya menang. Dia ditangkap bersama saudara-saudaranya. Ada 22 tuduhan pembunuhan dan penggelapan pajak. Pada 17 Oktober 1931 dia menerima vonis pengadilan 11 tahun penjara.
Al Capone bersalah atas penggelapan pajak. Juga didenda sebesar 50.000 dolar dan membayar pajak terutang kepada pemerintah federal sebesar 215.000 dolar AS. Karena sering menyuap sipir penjara untuk mendapat fasilitas khusus, akhirnya dia dikirim ke penjara Alcatraz selama 4 tahun.
Kisah Al Capone memang tak sedramatis di sini. Tapi gangster kecil-kecilan penjualan miras di negeri ini ada. Semoga saja dengan terbitnya Perpres itu tak membuat mereka jadi besar, tak menjadikan jaringannya makin kuat karena suap. Apalagi biang onar dan kerusuhan. Seperti polisi di kafe Cengkareng itu. (*)