Politik Drunken Master oleh M Rizal Fadillah oleh pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Perpres No. 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang membuka pintu bisnis minuman keras (miras) di beberapa daerah adalah kebijakan nir-moral dan berbahaya.
Meski hanya empat provinsi yang diperkenankan tetapi berdampak luas. Semangatnya adalah legalisasi. Negara ini semakin materialistis dan menjauh dari agama. Jokowi menjadi lokomotif sekularisasi dan penghancuran akhlak generasi. Ini tidak boleh dibiarkan.
DPR harus berteriak jangan hanya bisa membebek. Begitu juga tokoh agama yang berada sekeliling Jokowi, dan tentu rakyat banyak. Ketika suatu sarana kemaksiatan dibuka lebar sudah pasti terbuka banyak kemaksiatan dan kejahatan lainnya. Akan muncul dampak ikutan. Di empat provinsi itu miras bisa legal tetapi di provinsi lain akan membanjir miras ilegal. Akibat keberadaan pabrik pembuatan yang bebas dan didukung oleh pemerintah.
Mabuk adalah kondisi lemah pikiran yang menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan. Tak berdaya dan semua gerak dan sikapnya dikategorikan ngaco. Tak ada kreativitas dan inovasi apalagi perencanaan dan kendali manajemen. Politik mabuk adalah berpolitik secara acak-acakan. Semaunya.
Hanya dalam fiksi komedi silat Cina ada kehebatan drunken master. Pendekar mabuk yang mampu mengalahkan orang sehat dan sadar. Adalah pengemis So yang menjadi guru silat jurus pendekar mabuk.
Muridnya Wong Fei Hung menjadi pesilat jurus mabuk yang hebat. Arak atau minuman keras hanya berguna dalam cerita. Dalam praktik minuman keras itu merusak segalanya baik pikiran, jiwa, jasad, materi dan lainnya.
Sekarat
Jokowi menjalankan pemerintahan ini seperti memakai jurus mabuk. Seenaknya, gaduh serta melabrak etika, martabat, dan hak asasi rakyat. Pola kepemimpinan aneh yang sulit dimengerti. Bohong dan pencitraan menjadi bumbu yang sebenarnya membuat perut mual.
Kini penyebab mabuk yaitu minuman keras dilegalisasi dengan Perpres No. 10/2021. Jurus kekacauan baru telah ditemukan. Pemerintahan mengkhianati negara Pancasila yang menjunjung tinggi nilai moral dan agama. Mabuk akan investasi telah menghalalkan segala cara. Miras pun diundang untuk meracuni anak bangsa.
Dalam agama orang mabuk dilarang shalat, karena pasti bacaannya kacau. Laa taqrobuush sholaata wa antum sukaaraa (QS 4:43). Nah, pemimpin mabuk dipastikan dirinya hidup sukar dan membuat orang lain juga selalu sukar.
Atau jangan-jangan ini tanda bahwa memang pemimpin sudah mabuk alias sakara. Dan ajal sudah dekat alias sekarat? (*)
Bandung, 28 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto