PWMU.CO– Hukum khamr dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 90. Selain hukum khamr atau miras, juga menyebut haramnya judi, berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan.
Menurut kitab Asbàbun-Nuzùl: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Quran karya Muchlis M. Hanafi terbitan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI (2017) menjelaskan, ayat ini turun ketika terjadi pertengkaran antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar.
Mereka saling membanggakan kelompok masing-masing sehingga kelompok yang lain tersinggung. Hal tersebut terjadi karena mereka dalam keadaan mabuk sehingga tidak mampu mengendalikan diri.
Hadits dari Sahih Muslim meriwayatkan dari Sa’ad bin Abì Waqqas bercerita, bahwa ada beberapa ayat al-Quran yang diturunkan berkenaan dengan dirinya. Ia berkata, pada suatu kesempatan aku berkumpul dengan sekelompok kaum Ansar dan Muhajirin.
Mereka mengajakku makan dan minum khamr. Hal ini terjadi sebelum khamr diharamkan. Kami berkumpul di sebuah kebun. Di sana aku jumpai kepala unta panggang dan satu kendi khamr. Kami pun makan dan minum bersama.
Pembicaraan pun mengalir hingga topik tentang keutamaan kaum Ansar dan Muhajirin. Dalam kondisi mabuk aku katakan bahwa kaum Muhajirin lebih besar jasanya (atau lebih mulia) dibanding kaum Ansar.
Pernyataanku ini membuat orang-orang yang hadir di tempat itu tersinggung. Seseorang dari mereka lalu mengambil satu dari dua tulang dagu unta dan melemparkannya ke arahku hingga hidungku terluka.
Aku kemudian menghadap Rasulullah dan menceritakan kejadian tersebut. Berkaitan dengan peristiwa itu turunlah firman Allah yang menjelaskan hukum khamr innamalkhamru wal-maisiru wal-anshaabu wal-azlàmu rijsun min amalisy-syaithàn….
Surat al-Maidah ayat 93
لَيْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوٓا۟ إِذَا مَا ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّأَحْسَنُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Ayat ini turun untuk menjawab keresahan sebagian sahabat terkait teman-temannya yang wafat sebelum sempat meninggalkan kebiasaan minum khamr, sedangkan ayat yang mengharamkan khamr baru turun setelah mereka wafat.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anasra bercerita, ”Suatu hari aku menghidangkan minuman (khamr) kepada para tamu di rumah Abù Thalhah. Khamrnya kala itu adalah al-faýìkh (arak dari kurma). Tiba-tiba Rasulullah saw memerintahkan seseorang untuk mengumumkan bahwa khamr telah diharamkan.
Mendengar pengumuman itu Abù Thalhah berkata kepadaku, ”Keluar dan tumpahkanlah khamr ini!” Aku pun keluar dan menumpahkannya hingga khamr mengalir di jalan-jalan setapak kota Madinah.
Kemudian sebagian sahabat berkata,”Kawan-kawan kita telah meninggal dan di perut mereka masih ada khamr. (Akankah mereka masuk neraka?)”
Untuk menjawab keresahan mereka, Allah menurunkan ayat ini laisa alal-ladžìna aàmanùu wa‘amilush shaalihaati junaahun fìmà thoimuu …
Riwayat Lain
Dalam kitab Asbabun Nuzul karya KH Qomaruddin Shaleh dkk, CV Diponegoro (1990) menjelaskan sebab turunnya ayat 90 surat al-Maidah dari riwayat lain.
Dijelaskan ketika Rasulullah saw datang ke Madinah didapati kaumnya suka minum arak dan main judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat yas’alunaka anil khamri wal maisiri qul fii hima itsmun kabirun wa manafi’u linnaasi… (al-Baqarah: 219).
Mereka berkata,”Tidak diharamkan kepada kita minum arak. Hanyalah dosa besar.” Mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum Muhajirin menjadi imam bagi sahabat waktu shalat Maghrib.
Bacaannya salah karena mabuk. Maka Allah menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat tadi. Yaitu Yaa ayyuhaladziina aamanuu laa taqrabush shalata wa antum sukara hatta ta’lamu ma taquulun. (an-Nisa’: 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi yaitu al-Maidah ayat 90-91 yang memberikan kepastian hukum haramnya sehingga mereka berkata: Cukuplah. Kami berhenti.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto