Perang Terbuka SBY Vs Moeldoko oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO-Kader Partai Demokrat Andi Arief mengungkapkan, menghadapi gerakan kudeta Moeldoko lewat KLB abal-abal, Partai Demokrat SBY akan geruduk Istana. Meski Istana mengeles tak terlibat, namun status Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden sulit untuk memercayai bahwa gerakan Moeldoko tanpa sepengetahuan presiden atau Istana.
SBY menyerukan lawan atau mengumandangkan deklarasi perang atas invasi Jenderal Pensiunan Moeldoko ke Markas Partai Demokrat. Jika SBY atau AHY konsisten dan berani maka pertarungan menjadi seru. Sebagaimana KLB sendiri yang merupakan aksi politik, maka selayaknya dilakukan perlawanan secara politik. Mengapa bukan hukum? Ada tiga alasan, yaitu
Pertama, Moeldoko and his gang bukan tak paham bahwa KLB itu melanggar hukum dan tak sesuai dengan AD/ART Partai. Sangat tahu. Kemungkinan terjadi gugatan hukum juga sudah diperhitungkan. Tapi proses hukum diyakini akan dimenangkan oleh intervensi kekuasaan. Rekayasa bertingkat.
Kedua, proses hukum adalah jalan panjang yang masuk area buying time yang menguntungkan Moeldoko. Di tengah proses yang bertele-tele pengesahan cepat hasil KLB oleh Kemenkumham menyebabkan Moeldoko bebas bergerak. Menteri Hukum dan HAM berasal dari PDIP lawan politik SBY dan Demokrat.
Ketiga, proses hukum hanya menciptakan dualisme kepengurusan in concreto. Partai Demokrat pimpinan Moeldoko akan berkonsolidasi intensif ke bawah untuk memecah. Untuk ini dia pasti sudah menyiapkan logistiknya.
Memperluas Isu
SBY dan AHY harus melakukan gerakan perlawanan politik. Perang terbuka. Di samping geruduk Istana dengan tekanan pecat Moeldoko dan keluar pernyataan presiden bahwa KLB tidak sah, juga melakukan langkah lain.
Pertama, memperluas isu dari semata masalah kudeta artai, ke arah pidana kerumunan di masa pandemi, rezim otoritarian, serta pelanggaran konstitusi. Presiden yang mendiamkan aksi Moeldoko adalah perbuatan tercela presiden yang menjadi alasan bagi pemberhentian.
Kedua, melakukan konsolidasi politik besar-besaran terhadap seluruh jajaran pengurus dan kader agar bersiap bersama melakukan perlawanan terhadap upaya eksternal yang mengacak-acak partai. Gerakan ini sekaligus membuktikan pengaruh kuat SBY terhadap kader dan soliditas partai hingga struktur ke bawah.
Ketiga, munculkan sikap kritis dan panas anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat di parlemen dengan usul penggunaan Hak Interpelasi atau bila perlu Hak Angket berkaitan dengan dugaan keterlibatan presiden dalam aksi politik brutal KLB Deli Serdang.
Keempat, jajaran partai harus mulai menyadari dan peduli nasib elemen lain yang menjadi korban kezaliman rezim. Turut berteriak soal penahanan aktivis KAMI, pembelaan pada HRS, serta membantu menekan agar terkuak kasus pelanggaran HAM pembunuhan enam anggota Laskar FPI dan pelanggaran HAM lainnya.
Kelima, Partai Demokrat lebih vokal mengkritisi kemerosotan ekonomi negeri termasuk utang luar negeri dan karut-marut penanganan pandemi covid 19. Mengadvokasi korban dan lembaga kesehatan yang terdampak akibat penanganan pandemi yang kurang baik.
Partai Demokrat jangan menjadi partai yang terkesan cari selamat sehingga menjadi ragu dalam memperjuangkan aspirasi rakyat yang dirasakan beban dan kondisinya semakin berat. Buktikan bahwa terhadap gerakan ilegal KLB Moeldoko, memang Partai Demokrat benar-benar melakukan perlawanan.
Rakyat selalu bersama partai pejuang kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Sebaliknya, ketika terjadi pembiaran atas nasib yang menimpa satu partai politik itu mengindikasikan partai politik itu selama ini tidak pernah bersama rakyat. Sibuk dan ramai dengan urusan dirinya sendiri saja. (*)
Bandung, 8 Maret 2021
Editor Sugeng Purwanto