Hingga Wafat Tak Punya Rumah, Sosok Zuhud KH Ahmad Hazim Amin, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Banyak tokoh Muhammadiyah yang sangat totalitas dalam berdakwah. Hidupnya diabdikan untuk perjuangan sepenuhnya. Bahkan seringkali dengan ‘mengorbankan’ kehidupan keluarganya.
KH Ahmad Hazim Amin—Ketua PDM Bojonegoro periode 1978-1985—termasuk pejuang yang seperti itu. Hidupnya sangat sederhana. Bahkan sampai wafatnya, dia tidak memiliki rumah sendiri. “Rumah’ yang ditempati semasa hidupnya adalah milik persyarikatan.
“Kiai Hazim dan keluarganya menempati bangunan milik persyarikatanan di lingkungan Perguruan Muhammadiyah Sumberrejo sebagai tempat tinggalnya. Di tempat inilah ia tinggal sampai akhir hayatnya,” ungkap Mat Muin.
Guru senior yang pernah menjabat Kepala MIM dan SMPM Sumberrejo tersebut menyaksikan, selama hidupnya, Kiai Hazim semata-mata memperjuangkan agama Islam dan persyarikatan.
Kesederhaan Kiai Hazim juga diakui Wakil Ketua PDM Bojonegoro Dr H Roli Abdul Rokhman. “Beliau sebagai sosok ustadz sederhana,” ujarnya.
Soal rumah, dia mengungkapkan, banyak santri yang sudah sukses menawari tempat domisili yang layak untuk Kiai Hazim. “Namun beliaunya menolak semua tawaran dari santri-santrinya. Hingga akhir hayat beliau tinggal di Kompleks Perguruan Muhammadiyah—sebelah utara masjid, yang kini dipakai sebagai Kantor PCM Sumberrejo,” jelasnya.
Kesederhaan hidup Kiai Hazim menurut Roli adalah wujud hidup zuhud yang dilakoninya. “KH Ahmad Hazim Amien merupakan sosok yang zuhud untuk diteladani oleh santri-santrinya. Sampai usia tua tidak memikirkan tempat tinggal dan kendaraan,” ungkap trainer Al-Fatihah Character ini.
Luas Ilmunya
Meski hidupnya sederhana, tapi ilmu agama Kiai Hazim sangat luas. “Bagaikan laut,” kata Roli. Menurutnya, dengan keluasan ilmunya tersebut Kiai Hazim menjadi tempat bertanya warga masyarakat.
“Setiap hari tamunya berdatangan silih berganti. Dari masalah pribadi, keluarga, agama, hingga persyarikatan,” ungkapnya.
Salah satu daya tarik Kiai Hazim ialah memiliki keunikan dalam mengamalkan dzikir al-Quran—yang sekaligus sebagai inspirasi dan spirit dalam menjalani kehidupan berkarakter Qurani.
Dzikir al-Quran itulah yang olah sebagian orang dianggap sebagai kekuatan supranatural. “Kiai Hazim mempunyai kelebihan supranatural. Sering didatangi orang untuk minta pertolongan pada waktu mempunyai masalah atau ingin meraih suatu keinginan,” kata Suwito, Ketua PDM Bojonegoro 2010-2020
Suwito punya pengalaman tahun 1990 waktu mau mencalonkan diri sebagai kapala desa (kades). Kemudian dia meminta nasihat Kiai Hazim.
“Saya disuruh membaca salah satu ayat al-Quran. Tetapi akhirnya saya tidak ikut menjadi calon kades karena tidak mendapat izin dari kepala kantor saya. Sebab, katanya, pangkat PNS saya sama tingginya dengan camat,” kenangnya.
Tak Sebatas Retorika
Menurut Muhammad Faishal Nurani, putra bungsunya, Kiai Hazim mendidik umat tidak sebatas retorika, tapi dia sendiri konsisten mengamalkannya.
Misalnya soal shalat Subuh berjamaah yang diteruskan dengan tetap berada di masjid dengan niat iktikaf. Lalu melanjutkan dengan shalat Suruq setelah matahari terbit. Maka pahalanya yang setara dengan pahala umrah.
“Di saat ulama lain hanya sebatas retorika, Bapak sudah mencontohkan itu hampir setiap hari, bila tidak ada udzur. Bapak senantiasa melakukan itu sampai menjelang tutup usia,” ungkap Faishal.
Begitu pula soal tradisi tahlilan. Meski tidak melakukan tradisi yang biasa dilakukan warga Nadliyin itu, tetapi Kiai Hazim memberi contoh pada santri dan anak-anaknya bagaimana ‘tahlilan’ yang benar. Yakni senantiasa mengucapkan lafaz tahlil setiap saat.
Bahkan saat mirsani (menonton) berita, saya masih bisa melihat bapak senantiasa melafadzkannya,” ujarnya.
Soal dakwah dengan keteladan juga diakui Ketua Majels Pendidikan kader (MPK) PDM Bojonegoro, Yazid Mar’i. “Kiai Hazim memahamkan warga Persyarikatan tetap dalam bingkai Tarjih. Ia berdakwah dengan memberikan contoh secara konkrit kepada santri dan masyarakat,” jelasnya
Menurutnya, Kiai Hazim adalah sosok tokoh inspiratif dan konsisten berjuang. “Hingga wafat, beliau tetap menjaga pengajian rutinnya,” ujarnya.
Kiai Haizm memberikan kajian kitab setelah shalat Subuh dan Ashar. Juga sesudah shalat Jumat sampai ashar bertempat di Masjid At Taqwa. Semua kajian itu dalam bingkai Pondok As Sunnah yang dia dirikan.
Jalan kaki Rembang-Madura
KH Ahmad Hazim Amin lahir di lingkungan pesantren di Desa Tunggul, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, pada tanggal 22 Desember 1936.
Hazim adalah anak sekaligus santri KH Mohammad Amin Musthofa dari Tunggul, Paciran, Lamongan—yang dikenal sebagai kiai yang berpaham Muhammadiyah dari pantura Lamongan, Gresik, dan Tuban .
Pernikahan KH Mohamamd Amin Musthofa dengan Nyai Hj Aminah mendapat anugerah enam anak. Dan Ahmad Hazim adalah anak pertama. Adik-adiknya adalah Hindun Rohimah, Ahmad Rifa’i (wafat sejak bayi), Mohammad Sabiq Suryanto Amin, Miftah al Fattah Amin, dan Abdullah Amin.
Ayahnya, Kiai Amin Musthofa dikenal sebagai kiai yang sangat disegani di pantura. Ia sosok di balik pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Sewaktu pertempuran tersebut anak-anaknya diungsikan ke Maskumambang, Gresik
Ahmad Hazim menyelesaikan pendidikan di lingkungan Pesantren Al Amin Tunggul yang diasuh ayahnya sendiri. Menginjak remaja ia menempuh pendidikan di Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang. Kemudiaan ke Pesantren Ghozaliyah Syafi’iyah Sarang, Lasem, Rembang.
Menurut Muhammad Faishal Nurani, ayahnya pernah bercerita saat nyantri Sarang pernah mendapat tugas dari kiainya membawa surat ke salah satu kiai pondok di Madura bersama kawan-kawan santri. Waktu itu perjalana dilakukan dengan berjalan kaki.
“Dari sekian santri yang berhasil berjalan kaki cuma bapak yang bisa sampai lokasi. Ternyata kiainya di Madura kenal sama Mbah Amin Musthofa. Selanjutnya pulangnya malah diantarkan naik mobil,“ ungkap Faishal.
Ahmad Hazim menikah tahun 1964 dengan gadis asal Tuban Siti Umi Hanik kelahiran 1946. Ia putri dari pasangan KH Mohammad Zuhri dan Hj Muti’ah
Dari perkawinannya itu Ahmad Hazim dikaruniai lima anak yaitu Muhammad Zaki Fanani, Jamilah el-Fajriyah, Muhammad Fahmi Najahi, Muhammad el Faiz Agus Romadhon, dan Muhammad Faishal Nurani
Ahmad Hazim mengabdikan diri sebagai guru di Perguruan Muhammadiyah Sumberejo sejak tahun 1965—baik sebagai guru ngaji maupun guru di madrasah. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Madrasah Aliyah Muhammadiyah Sumberejo yang pertama 1978-1988.
Kiai Ahmad Hazim mendirikan dan pengasuh pesantren As Sunnah yang berlokasi di lingkungan Perguruan Muhammadiyah Sumberejo sampai wafat. Ia sangat menguasai Ilmu Fikih, Hadits Bukhori, Muslim, Nasai, Abu Daud, Tirmidzi, dan Tafsir al-Quran. Bahkan dia menguasai dan mengamalkan tasawuf dalam kehidupan nyata.
Sebagai pengasuh pesantren, Kiai Ahmad Hazim selalu berada dalam lingkungan Perguruan Muhammadiyah Sumberrejo untuk mengajarkan ilmunya. Santrinya tersebar di 24 kecamatan Kabupaten Bojonegoro.
Menjadi Incaran PKI
Sejak kepindahannya ke Sumberejo tahun 1965, Kiai Ahmad Hazim menjadi perhatian PKI. Bagi PKI di Sumberrejo Kiai Hazim merupakan ancaman. Karena ia sangat tegas menolak paham komunisme dalam setiap ceramahnya.
Walaupun hidupnya penuh ancaman, Kiai Hazim tidak gentar. Ia tetap berdakwah mengajak masyarakat menegakkan kalimah tauhid.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan selama pergolakan pemberontakan PKI, setiap malam rumah Kiai Hazim dijaga para pemuda dan santri-santrinya. Setelah shalat Isya mereka berkumpul di sekitar tempat tinggal Kiai Hazim sampai Subuh.
Kiprah sebagai Ketua PDM Bojonegoro
Kiai Hazim pernah menjadi Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sumberrejo 1966-1970 . Ia mulai aktif di PDM Bojonegoro sejak periode 1970-1978. Saat itu ketuanya KH Mahfudz Muharram. Kemudian Kia Hazim menjadi ketua PDM Bojonegoro periode 1978-1985.
Sebagai Ketua PDM Bojonegoro, Kiai Hazim didampingi oleh sembilan pimpinan yang terdiri dari Drs Busyiri (Wakil Ketua), M.A. Bayasud (Wakil Ketua), Drs A. Syarwani Ichsan (Sekretaris), Drs Muslih Al Ghomni (Wakil Sekretaris), Nuruddin Singohandjoyo (Bendahara), Muh. Ikhsan (Wakil Bendahara), Drs M. Sjahid (Anggota), dan Drs.Anwar Rosyid (Anggota).
Majelis yang dibentuk pada periode ini ialah Majelis Tabligh dengan ketua A. Kasnari Hs, Majelis Pengajaran dan Kebudayaan dengan ketua Drs A. Syarwani Ichsan, Majelis PKU dengan ketua H. Nuruddin Singohandjoyo, dan Majelis Wakaf dengan ketua Ahmad Dja’far
Pada masa kepemimpinannya PDM Bojonegoro memiliki 11 cabang dan 33 Ranting; 11 masjid dan 42 mushala. AUM pendidikan ada 40 buah. Yakni MIM 24 buah, MTsM sebanyak 7 buah, SMPM sebanyak 4 buah, MAM sebanyak 1 buah, dan SMAM sebanyak 4 buah. Sedangkan AUM bidang kesehatan 3 rumah bersalin.
Tiga Program Utama PDM Bojonegoro
Menurut penuturan Yazid Mar’i, saat kepemimpinan Kiai Hazim, PDM Bojonegoro memiliki tiga program utama.
Pertama, pembenahan organisasi. Tahun 1978 merupakan tahun konsolidasi organisasi dengan menyusun kembali pimpinan-pimpinan cabang dan ranting, setelah mengalami kelesuan karena pengaruh situasi politik pada waktu itu. Maka PDM melakukan rapat bergilir dari cabang ke cabang yang lain untuk menggelorakan semangat berorganisasi.
Kedua, kaderisasi organisasi. Faktor yang paling menentukan geraka organisasi kala itu adalah kaderisasi. Di antaranya PDM mengirim lima calon ‘perwira’ pertama untuk mengikuti perkaderan di Gresik. Yaitu A. Kasnari dari Balen, Alim Salamun dari Kapas, Sutardjo dari Kedungadem, Sunhadi dari Belen, dan Suryanto dari Balen.
“Selanjutnya kelima perwira diberikan amanat untuk mengembangkan sekolah Muhammadiyah di Bojonegoro,” jelas Yazid Mar’i.
Ketiga, keuangan organisasi. Sumber dana yang menopang PDM Bojonegoro saat itu dari dermawan anggota Muhammadiyah, sekolah, BKIA serta zakat dan Infak.
Wafat
Setelah beberapa hari sakit karena radang paru-paru, KH Ahmad Hazim Amin wafat pada hari Selasa Paing. Tanggal 20 Muharrom 1434 Hijriyah bertepatan tanggal 4 Desember 2012 Miladiyah pukul 13.15 WIB dalam usia 74 tahun
Turut hadir dalam pemakamannya, Wakil Bupati Bojonegoro H Hartono dan peabat Bojonegoro lainnya.
KH Ahmad Hazim Amin dikebumikan di Pemakaman Islam Sumberejo. Ratusan masyarakat ikut menyalatkan dan mengantarkan ke pemakaman. Jenazahnya dilepas oleh H Suwito, Ketua PDM Bojonegoro.
Editor Mohammad Nurfatoni