PWMU.CO– Penembakan laskar FPI (Front Pembela Islam) oleh polisi di KM 50 Tol Cikampek dijelaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Menko Polhukam Mahfud mengulas kasus itu setelah kedatangan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar FPI ke Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/3/2021). Tujuh perwakilan TP3 seperti Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, dan empat lainnya diterima Presiden Jokowi.
Mahfud mengatakan, ada pro kontra dalam penetapan enam pengawal Rizieq Shihab sebagai tersangka padahal sudah meninggal.
”Itu hanya konstruksi hukum. Dijadikan tersangka, sehari kemudian sesudah itu dinyatakan gugur perkaranya. Kenapa? Karena konstruksi hukum yang dibangun oleh Komnas HAM itu ada orang yang terdiri atau yang bernama laskar FPI itu, kemudian memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dan membawa senjata,” kata Mahfud dalam jumpa pers di Istana Negara.
Dia menjelaskan, berdasarkan penyelidikan dan investigasi Komnas HAM, terbukti bahwa laskar FPI memiliki senjata tajam dan peluru yang digunakan dalam baku tembak.
”Ada bukti senjatanya, ada proyektilnya, bahkan di laporan Komnas HAM itu ada nomor telepon orang yang memberi komando, siapa, begitu,” tuturnya.
Mereka ini jadi tersangka, sambung dia, karena memancing aparat melakukan tidak kekerasan dengan membawa senjata. ”Nah, sesudah itu siapa yang membunuh enam orang ini, baru ketemu tiga orang polisi, yang ditemukan Komnas HAM tiga orang,” tandasnya.
Setelah penembaknya ketemu, baru enam orang itu diumumkan oleh polisi, perkaranya gugur. ”Dalam bahasa umum disebut SP3, tapi tidak usah SP3, itu cukup dikatakan perkaranya gugur sesuai ketentuan undang-undang bahwa tersangka yang sudah meninggal perkaranya gugur. Cukup selesai perkaranya,” tandas Mahfud MD.
Pelanggaran HAM Berat
Soal tuduhan penembakan 6 laskar FPI sebagai pelanggaran berat sehingga layak dibawa ke pengadilan HAM. Menurut dia, disebut pelanggaran HAM berat itu kalau penembakan itu memenuhi syarat terstruktur, sistematis, dan massif.
Dilakukan terstruktur oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang, target 6 orang, taktiknya ini, alat ini, kalau terjadi ini harus begini. Sistematis itu jelas tahapnya, perintah pengerjaannya. Massif menimbulkan korban yang meluas. “Kalau ada bukti itu mari kita adili secara terbuka. TP3 sudah menghadap Komnas HAM dan diminta buktinya. Ternyata gak ada,” ujarnya. Komnas HAM juga menyebut tidak ada pelanggaran HAM berat.
”Pemerintah terbuka, kalau ada bukti mana pelanggaran HAM berat itu, mana sampaikan sekarang. Atau kalau ndak nanti sampaikan kepada presiden, bukti, bukan keyakinan. Bila hanya berdasarkan keyakinan, setiap orang punya keyakinan masing-masing,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan, sudah terdapat beberapa anggota polisi yang diperiksa terkait baku tembak tersebut. Terkait siapa yang bertanggung jawab atas kematian 6 laskar FPI ini, semua pihak dapat membuktikannya di pengadilan. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto