Mengenang Cak Jen, Muhammadiyah Gaya Malangan, oleh Nugraha Hadi Kusuma, Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim
PWMU.CO – Kamis (11/3/2020) merupakan hari yang menyedihkan bagi warga Muhammadiyah Jawa Timur terutama bagi angkatan muda Muhammadiyah-nya. Mentor perkaderan Jawa Timur telah pergi menemuin-Nya.
Tampak wajah-wajah sedih dengan mata berair di Padepokan Hizbul Wathon, di Desa Jetak, Kecamatan, Dau Kabupaten Malang. Wajar kesedihan menyelimuti petakziah yang datang. Sebab almarhum Ahmad Jainuri—yang biasa dipanggil Cak Jen—adalah ikon perkaderan yang unik yang mampu melintas batas usia di Malang Raya maupun Jawa Timur.
Cak Jen adalah gambaran Muhammadiyah gaya Malangan, yang saya kategorikan dalam tiga hal yaitu:
Selalu Punya Ide Segar
Mengenal Cak Jen maka akan bertemu dengan ide-ide segar yang luar biasa. Dalam waktu tiga tahun ini saja ada dua lembaga besar yang dibangun di UMM yaitu UKM Hizbul Wathon UMM dan Mahasiswa Siaga Bencana, buah dati ide segarnya.
Kedua, Ceplas-ceplos
Ketika masih berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang, komunikasi enak dan transparan menjadi ciri khasnya.
Karakter ini ada di Cak Jen. Tidak ada batas kalau berbicara dengannya di berbagai dialog dan kajian di Padepokan HW Dau. Semua kelompok dan generasi berbicara lugas disertai canda tawa tentang berbagai hal apalagi bersama empat orang karib beliau yaitu Anwar Mansur, Ahdor, Mujahidin dan Rofiq Awali. Bahkan terkadang dia sampai lupa waktu dan penyakitnya.
Setia Kawan, Setia Kebaikan
Banyak curhat dan wadulan tentang berbagai tema. Mulai kader yang cerai, kekurangan SPP, bagaimana DAD, pemateri pengajian, demo, dan cari tumpangan gratis. Semua dia carikan solusi dengan gembira.
Tidak ada kawan yang tersakiti. Bahkan semua merasa nyaman berada di dekatnya. Malah yang sering Cak Jen berkorban. Sering gajinya habis untuk membantu teman. Bahkan bergantian berutang untuk saling support. Wah air mata ini jadi menetes lagi.
Teladan dan Solutif
Saya mengenal Cak Jen biarpun tidak terlalu akrab. Retapi beliau adalah menantu ulama flamboyan Muhammadiyah Malang, almarhu KH Abdullah Hasyim, sahabat Abah saya dalam membangun Muhammadiyah Malang Barat tahun 1964 -1971. Kakak pertama saya, Mbak Noer Aminatus Sya’diyah, adalah teman di Nasyiatul Aisyiyah Mbak Ida Muhtadawati, istri Cak Jen.
Tetapi saya akrab dengan kebaikan Cak Jen. Berbagai peristiwa kita selalu berkolaborasi kecuali urusan politik. Cak Jen fanatik pada PAN sedangkan saya fanatik pada yang lain. Itu yang bikin menarik karena ujung-ujungnya sama yaitu kebaikan umat dan bangsa. Biarpun beda cara dan strategi tetapi kami mengkomunikasikan dengan baik.
Jari-jari ini terus bergerak sambil saya menahan air mata agar tidak tumpah. Saya masih ingat Cak Jen, yang tiap hari berdebat dengan jenaka di WhatsApp Group Politik Persyarikatan dengan Pak Nurbani dan Cak Kasan.
Pada diri Cak Jen ini tampak tiga karakter yang digambarkan Prof Haidar Nashir yaitu orang pergerakan, penggerak dakwah, dan memiliki mindset tajdid. Siapa pun yang mengenalnya akan merasa kehilangan orang tua, sahabat, dan teman terbaik.
Selamat Jalan Cak Jen. Masih saya ingat kata-kata terakhirmu, menirukan pesan Kiai Dahlan, “Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu”. Maka air mata saya pun tumpah tak sanggup lagi saya tahan.
Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya, menerima amal baiknya dan memberi tempat terbaik di sisi-Nya. Mudah-mudahan Allah memberi kesabaran dan keikhlasan pada keluarganya. Amin ya Rabbal Alamin. (*)
Editor Mohamamd Nurfatoni