Cak Jen Berpulang, Lima Momen Ini Tetap Terkenang, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Bagi yang tidak mengkenal secara dekat Ahmad Jainuri—atau sering dipanggil Cak Jen—pasti akan mengira dia keturunan India atau Pakistan.
Posturnya tinggi. Sorot matanya tajam. Langkahnya cepat. Ngomong-nya ceplas-ceplos. Padahal fakta yang sebenarnya: Cak Jen asli Nusantara, berdarah Madura.
Tidak hanya dikenang berwajah mirip India, Cak Jen juga sangat dikenal, sebagai, seperti pepatah: ada gula ada semut. Maksudnya di mana ada kegiatan Muhammadiyah, di situ ada Cak Jen.
Bahkan, tidak sekadar ada. Dia dipastikan berada di garda terdepan: selalu sibuk meringankan kerja panitia dan peserta. Gaya informalnya itu yang menjadi solusi dalam mengatasi setiap persoalan.
Maka rasanya tidak afdal jika ada kegiatan Muhammadiyah di Jawa Timur tanpa kehadirannya. Dan sepertinya, Cak Jen belum pernah absen. Dia selau ada. Selalu hadir.
Karena itu kabar duka itu begiku menyengat. Cak Jen tiba-tiba berpulang ke rahmatullah, Kamis (11/3/2021) pukul 01.30 WIB. Ia terkena serangan jantung.
Memang, selama ini pada jantung Cak Jen sudah dipasang tiga ring untuk melancarkan aliran darahnya. Tetapi dia terlihat seolah tidak sakit. Tetap beraktivitas seperti biasa. Mobilisasinya masih tinggi, untuk mengajar atau menjadi mentor para aktivis muda Muhammadiyah. Maka, sekali lagi, kepergiannya terasa mendadak. Kita berduka. Sangat mendalam!
Lima Momen Kenangan bersama Cak Jen
Dengan karakter seperti itu, tak heran banyak kenangan terukir dari para aktivis Muhammadiyah, termasuk saya, terhadap Cak Jen. Setidaknya ada lima kegiatan penting yang sering mempertemukan saya dengan dia.
Pertama, bertemu di Pemuda Muhammadiyah. Saya kenal Cak Jen sejak aktif di Pemuda Muhammadiyah, tepatnya pada tahun 1996. Saat itu saya aktif di Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Lamongan. Sedangkan Cak Jen di PDPM Malang.
Duet kepemimpinan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Timur 1994-1999—Mas Nanang H Kaharudin dan Mas Nadjib Hamid, masing masing sebagai Ketua dan Sekretaris—sering mempertemukan kami dalam kegiatan tingkat Jatim.
Saat itu kegiatan PWPM Jatim sangat dinamis. Lebih lebih menjelang Tabligh Akbar di Stadion Tambaksari Surabaya pada tahun 1996.
Kegiatan serupa terjadi pada periode kepemimpinan Mas Muhammad Mirdash dan Mas Tamhid Mashudi. Ketua dan Sekretaris PWPM Jatim periode 1999-2002. Di peridoe ini saya dan Cak Jen juga sering bertemu dalam kegiatan bersama.
Pada PWPM Jatim periode 2003-2006 dengan Ketua Imam Sugiri dan Sekretaris Suli Daim. Allah menakdirkan saya dan Cak Jen satu wadah lagi. Saya sebagai Wakil Ketua yang membidangi Bidang Ekonomi. Sedangkan Cak Jen sebagai Wakil Sekretaris Bidang HAM dan Advokasi Publik
Bertemu di MPK
Lepas dari Pemuda Muhammadiyah, kami dipertemukan lagi dengan Cak Jen. Kami sama sama aktif di Majelis Pendidikan Kader (MPK). Saya aktif di MPK PDM Lamongan dan Cak Jen di MPK Kota Malang.
Setiap kegiatan MPK di tingkat wilayah saya selalu bertemu dengan Cak Jen, karena dia selalu mengawal kegiatan MPK. Dalam pertemuan-pertemuan itu, Cak Jen selalu menyapa lebih dahulu.
“Yok apo kabare? Opo kegiatan MPK Lamongan>” tanya Cak Jen memulai menyapa
Pertemuan itu semakin ntensif saa ia mendapat amanat sebagai anggota Divisi Kerja Sama MPK Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (PWM) Jawa Timur. Maka bisa dipastikan, di mana ada kegiatan MPK maka di situlah Cak Jen selalu hadir.
Sebelumnya Cak Jen pernah menjadi Ketua PDPM Kota Malang, anggota PDM Kota Malang, dan anggota PWPM Jawa Timur.
Bertemu di Family Gathering
Setiap ada kegiatan Family Gathering Aktivis Muhammadiyah Jatim yang digagas Ustadz Nadjib Hamid, Cak Jen tidak pernah absen. Ia selalu hadir menyiapkan pra acara sampai saat hari H. Bahkan setiap kegiatan, ia pulang paling akhir.
Family Gathering, yang digelar seiap tahun ini—terhenti pada tahun 200 karena ada pandemi Covid-19– mempertemukan seluruh aktivis (dan keluarga) Muhammadiyah Jawa Timur lintas ortom, lintas pimpinan, dan lintas daerah.
Di Family Gathering inilah, saya bersama istri dan tiga anak bisa bersilaturahmi, bersenda gurau, dan ngobrol dengan Cak Jen bersama istri dan tujuh anak dan satu menantunya.
Cak Jen yang dikenal hamble (ramah) selalu menjadi penyejuk suasana Family Gathering. Begitu juga di WhatsApp Group-nya.
Bertemu di Hizbul Wathan
Cak Jen dikenal sangat interes dalam pembinaan anak-anak muda. Ia mendirikan Hizbul Wathan (HW) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Bahkan di rumahnya sendiri, dia membina kader muda dengan Padepokan HW.
Di tempat inilah ia semai kader HW yang lebih progresif. Kader HW yang lebih berpikiran maju dengan banyak berdiskusi dan mengasah pola pikirnya.
Kader-kader binaan di Padepokan HW ini dia arahkan untuk menjadi pegiat HW di UMM. Bahkan mereka diarahkan untuk menjadi pelatih HW di beberapa sekolah di Malang dan sekitarnya.
Melalui Hizbul Wathan ini kami dipertemukan lagi dalam satu wadah dengan Ramanda Jainuri, begitu saya panggil dia di HW. Ide-ide segarnya tentang kegiatan HW selalu menginspirasi.
Ia rajin memberikan masukan kepada saya sebagai Wakil Ketua Kwatir Wilayah HW Jatim, tentang format arah perkaderan dan action-nya. Begitu juga dengan masalah kebencanaan.
Bertemu saat Jadi Inisiator PAN
Pada saat Prof Amin Rais mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN), Cak Jen termasuk salah satu inisiatornya. Cak Jen sangat mengidolakan Prof Amin Rais mantan Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia bersama komponen AMM lainnya mendukung penuh Prof Amin Rais yang mendirikan PAN.
Kami sama-sama menjadi inisiator atau Komite Pembentukan dan Pendirian PAN. Saya di Lamongan dan Cak Jen di Kota Malang. Bila ada pertemuan para inisiator PAN se-Jawa Timur kami sering bertemu dengan Cak Jen. Dan tentu kami melanjutkan dnegan diskusi panjang.
Cak Jen menjadi anggota Komite Pembentukan dan Pendirian PAN Kota Malang bersama Nidlom Hidayatullah dan Qosdus Sabil. Ia pun sempat menjadi salah satu Ketua DPD PAN Kota Malang 1998-2000.
Riwayat Hidup
Cak Jen lahir di Kepanjen, Malang pada tanggal 1 Januari 1964. Ia putra kedua dari pasangan Maswir dan Leni. Saudara ada enam orang: Rusmiati, Pristono, Kusmiati, Saiful Arifin, Agus Sunarti, dan Ainur Rizal (alm)
Dia menyelesaikan pendidikan di SD Harjo Kuncaran 1, SMP Pancasila Kepanjen, dan SMA Negeri Kepanjen. Setelah itu dia kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Semasa mahasiswa ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kemudian menyelesaikan magisternya di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Sedangkan doktornya ditempuh di Universitas Brawijaya (sidang tertutup).
Setelah kuliah S1, Cak Jen menyunting Muhtadawati, aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dia putri pasangan KH Abdullah Hasim, tokoh Muhammadiyah Malang, dengan Masruhatin. Pernikahan aktifis HMI dan IMM itu terjadi pada tanggal 15 Maret 1991.
Dari buah pernikahan ini keduanya dikarunia tujuh putra-putri. Yakni: Nasyiatul Ula, Tsiqatun Nasyiah, Roiyatul Ummah, Badrul Ummah, Junnah Mujadid, Faiqotul Muna dan Adinda Syakura Prima. Putri pertamanya sudah berjodoh dengan Muhammad Akbar Ariadi.
Pasangan Aktivis
Setelah menikah, pasangan aktivis mahasiswa ini lebih meningkatkan level aktivisasnya di organisasi otonom Muhammadiyah. Cak Jen aktif di Pemuda Muhammadiyah sedangkan mbak Muhtadawati di Nasyiatul Aisyiyah.
Tidak sampai “alumnus” di Pemuda dan Nasyiah, pasangan ini berpacu aktif bergiat di persyarikatan. Cak Jen aktif di Muhammadiyah sedangkan Mbak Muhtadawati di Aisyiyah.
Aktifis Cak Jen tidak sebatas di Kota Malang saja. Ia aktif di beberapa periode PWPM Jawa Timur. Kemudian di MPK PWM Jatim.
Dosen Karier
Setelah lulus dari Universitas Brawijaya Cak Jen mulai meniti karier sebagai dosen. Pada tahun 1992 ia menjadi dosen Universitas Widyagama Malang. Kemudian pada tahun 1997 ia menjadi dosen di UMM.
Selain menjadi dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM, dia adalah oembina Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana) UMM. Juga Kepala Pusat Studi Kewilayahan, Kependudukan dan Penanggulangan Bencana (Puska-PB) UMM.
Di kalangan mahasiswa, Cak Jen sangat dikenal sebagai dosen yang humble. Ia sangat dekat dengan mahasiswa, khususnya mahasiswa yang aktivis. Karena itu ia mendapat julukan “bapaknya’ para aktivis AMM, yakni IPM, IMM, dan HW.
Jaringan Relasinya Luas
Cak Jen yang low profil ini memiliki jaringan yang sangat luas. Itu karena karakternya yang ramah. Setiap tokoh di tingkat wilayah maupun tokoh di tingkat pusat bila ke Malang dia selalu suguh gupuh, ikut menyambut dan memuliakan tamunya.
Tidak hanya itu, para aktivis dari beberapa daerah bila ada kegiatan di Malang, Cak Jen selalu menyambut dengan “sambutan khusus”. Pokoknya di tangan Cak Jen, hampir semua urusan bisa lancar.
Seperti yang disampaikan Hajriyanto Y. Thohari pada saat takziyah virtual (13/3/2021). Setiap ia datang ke Malang maka Cak Jen-lah yang selalu mendampinginya. Khususnya pada waktu malam sambil diskusi membicarakan banyak hal terkait persyarikatan dan masa depan bangsa.
“Bahkan jauh hari sebelum saya datang ke Malang, Mas Jainuri sudah mengatur agenda kegiatan saya di Malang. Termasuk membuatkan agenda tambahan untuk sekedar jagong bertemu dengan aktivis di Malang,” ungkap Duta Besar Indonesia untuk Lebanon ini.
Ungkapan lainnya disampaikan Nadjib Hamid, “Beliau selalu menjaga kebersamaan. Kesederhanaannya menjadi perekat bagi semua kader. Beliau jarang tampil di depan, tapi selalu membersamai kita.”
“Ia tidak pernah bilang tidak. Selalu oke untuk Muhammadiyah,” tambah Wakil Ketua PWM Jatim ini.
Menurut Qosdus Sabil, Cak Jen adalah seorang aktivis tulen. Seluruh waktu dan hidupnya dicurahkan untuk persyarikatan dan aktivis gerakan. Nyaris tidak ada waktu istirahat baginya. Siang malam tak kenal lelah.
“Beliau menemani dan mendorong kader-kader muda untuk terus bergerak menghidupkan persyarikatan. Hidupnya diwakafkan untuk perjuangan,” kesan dia.
“Cak Jen bergerak luar biasa. Bukan hanya karena didukung mertuanya KH Abdullah Hasim, tokoh Muhammadiyah Malang. Namun, dukungan penuh dan pengertian yang besar dari Mbak Muhtadawati sebagai istrinya,” kenang Qosdus Sabil.
Awalnya Terlihat Dingin
Muhtadawati mengungkapkan, pada awal bertemu dengan Cak Jen dia menangkap kesan orangnya sangat dingin dan cuek. “Bahkan terkesan sombong,” kenang Muhtadawati. Akan tetapi, lanjutnya, setelah kenal lebih lama dengannya, ternyata Mas Jen, orangnya selalu menyegarkan suasana.
Kini, suasana segar itu sejenak sirna, berganti suasana duka. Para petakziah, yang sebagian besar adalah aktivis persyarikatan dan mahasiswanya, melepaskan kepergian Cak Jen untuk selamanya. Almarhum dikebumikan di Makam Islam Jetak, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Sebelumnya, jenazah disalatkan di masjid Padepokan HW dan Masjid AR Fachrudin UMM. Pelepasan dilakukan oleh Rektor UMM Dr Fauzan.
Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya, menerima amal baiknya dan memberi tempat terbaik di sisi-Nya. Mudah-mudahan Allah memberi kesabaran dan keikhlasan pada keluarganya. Amin! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni