PWMU.CO – Polemik status hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selama sebulan terakhir bisa dikata sangat menguras tenaga maupun pikiran. Tak terkecuali bagi Muhammadiyah. Bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, DR Haedar Nashir, masalah Ahok itu memang tidak sederhana.
“PP membangun komunikasi dan menerima komunikasi dari berbagai pihak,” demikian jelas Haedar bagaimana Muhammadiyah menyikapi masalah itu yang diungkapkan dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah (17/11). Di hadapan pimpinan Muhammadiyah wilayah se-Indonesia, Haedar menyatakan bahwa masalah ini merupakan gunung es persoalan besar bangsa Indonesia. (Berita terkait: Penjelasan Konsolidasi Nasional Muhammadiyah yang Berdekatan dengan Penetapan Tersangka Ahok)
“Tinggal penegakan hukum, yang tentu saja kita harus punya argumentasi kekuatan hukum yang kuat,” jelasnya di acara yang berlangsung di Universitas Aisyiyah Yogyakarta itu.
Dalam “drama” sebelum penetapan Ahok sebagai tersangka, Haedar juga “melaporkan” berbagai dinamika Muhammadiyah dalam menyikapi masalah itu. Tak terkecuali, 2 pertemuan dengan Presiden Jokowi dalam rentang waktu sepekan. Yaitu di istana negara pada 1 November dan 8 November di Gedung PP Muhammadiyah.
(Baca juga: Ini Sikap PP Muhammadiyah tentang Status Tersangka Ahok dan Setelah Ahok Tersangka: antara Lega dan Khawatir)
Terhadap 2 pertemuan itu, kata Haedar, warga Muhammadiyah memang cukup beragam dalam menanggapinya. Terutama di media sosial (medsos). Ada yang menyatakan seakan-akan Muhammadiyah tersubordinasi dengan istana maupun berkompromi. “Padahal kita sudah terbiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap pemerintah.”
Haedar lantas menceritakan tentang pertemuan yang pertama dengan presiden di istana negara dan sekaligus dampaknya bagi keberlangsungan demo 4 November, 411. “Demo awalnya mendapat resistensi dari pemerintah. Tapi karena kita, termasuk MUI dan NU, menyatakan demo adalah hak warga negara yang harus dilindungi, maka responnya jadi berbeda.”
(Baca juga: Ahok Resmi Tersangka, Silaturahmi Ormas Islam Keluarkan 5 Penyataan Bersama dan Pesan Din Syamsuddin untuk Bangsa Berkaitan dengan Ahok)
“Pemerintah memahami aspirasi yang murni dari umat Islam sebagai pihak yang terluka atau tersinggung rasa keagamaannya,” jelas Haedar tentang kesepahaman yang terbangun dalam pertemuan itu. Dalam pertemuan itu, pemerintah, yang dalam hal ini Presiden juga tidak akan intervensi kasus ini. Sementara dalam ranah publik, kata Haedar, Muhammadiyah juga menyampaikan perlunya konsolidasi pemerintah dan ormas Islam.
Sementara dalam pertemuan yang kedua di Gedung PP Muhammadiyah (8/11), Muhammadiyah menyampaikan 3 pokok pikiran ke Presiden. Pertama adalah kepastian hukum. “Di balik peristiwa ini ada aspirasi umat Islam yang tersumbat dan termarginalkan dalam dinamika nasional. Tidak mudah mengelola umat Islam saat ini dengan keragaman, yang mayoritas merasa aspirasi politiknya tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang besar,” jelas Haedar tentang poin kedua yang disampaikan kepada presiden.
(Baca juga: Ketum PP Muhammadiyah: Tiga Hal yang Membuat Kasus Ahok Jadi Sorotan dan Ketika Pertemuan Para Tokoh Agama Jadi Ajang “Demo” Ahok)
Poin ketiga yang disampaikan oleh PP Muhammadiyah kepada Haedar adalah kesenjangan sosial ekonomi. “Ada problem kesenjangan sosial-ekonomi, meski kelihatan normal secara teori pembangunan. Tapi bisa menjadi api dalam sekam. Bahkan politik. Jika pemerintah tidak bisa mengelola, akan selalu muncul pemicu. Kebetulan pemicunya kali ini adalah al-Maidah 51,” terang Haedar.
Di luar dugaaan, ternyata Presiden Jokowi saat memberikan pernyataan di depan wartawan, kata Haedar, ternyata lebih maju lagi. Kunjungan Jokowi ke PP Muhammadiyah ini mendapat banyak perhatian wartawan karena kabar kunjungan ini sudah beredar luas. “Presiden Jokowi menyatakan tidak akan melindungi bapak Basuki dalam kasus itu,” jelas Haedar.
(Baca juga: Bertemu Jokowi, Begini Sikap PP Muhammadiyah tentang Demo 4 November dan Janji Jokowi di PP Muhammadiyah tentang Kasus Ahok)
Yang kedua, tambah Haedar, Jokowi juga sangat menyadari jika ada problem politik Islam. “Ada problem politik Islam yang akan kami diskusikan dengan Muhammadiyah dan organisasi sosial Islam,” kata Haedar menirukan Jokowi.
Sementara untuk masalah ketiga, kata Haedar, Jokowi juga menyinggung masalah ini. “Bagaimana Muhammadiyah yang menyiapkan konsep dan model yang bisa disinergikan dengan pemerintah,” kata Haedar tentang pernyataan Jokowi terhadap Muhammadiyah. Dan, kata Haedar, konsep dan model versi Muhammadiyah ini sedang digodok. (kholid)